Skip to Content

MALAM PERTEMUAN DI SEBUAH WARUNG KOPI

Foto ARZapata

sambungan dari `Cintaku di negeri damai (bag-2)...........

MALAM PERTEMUAN DI SEBUAH WARUNG KOPI

Di Senin pagi yang indah, Pak Jamal menghirup udara segar sepuas-puas dia membuka diafragma paru-paru, seolah ingin dipenuhi seluruh penjuru dada dengan udara kebebasan, yang tak pernah dia rasakan bertahun-tahun selama menjadi sopir pribadi Nurhayati....., bagaimana tidak merasakan bebas?, jika setiap hari seperti biasa, hari-harinya dipenuhi rutinitas pekerjaan yang menjemukan, dari subuh hingga malam. Maklum, sebagai sopir Pak Jamal harus selalu sedia sebelum majikannya bangun atau bersiap ke kantor, pun demikian pada saat pulang, disaat majikannya sudah melepas lelah, dia baru beranjak pulang....

Seperti biasa, Pak Jamal membersihkan motor butut `honda bebek butut tahun 70an`nya, yang telah dengan setia menemani di setiap saat dan kesempatan bila sang empunya bepergian, tanpa menunggu waktu istirahat sang Honda melesat, berangkat pagi ini menghantar majikan kemana hendak pergi.

Prioritas pertama tujuan yang ingin didatangi adalah tempat mangkal becak di tempat dimana pada sore kemarin Pak Jamal telah survey, sang Honda butut dengan cepat sampai di lokasi, dan Pak jamalpun memarkir kendaraannya secara hati-hati, maklum motor adalah satu-satunya kendaraan yang dimiliki, walaupun butut, butuh pengawasan dan pengamanan yang ketat, agar tetap aman.

`mau minum apa pak?`, tanya penjual kopi.

`kopi item bang....`, pinta pak jamal.

Pagi ini pembeli kopi masih sedikit, mungkin karena jam-jam sibuk kerja, pikir Pak Jamal....

`sudah lama jualan disini bang?,`pak Jamal berusaha membuka pembicaraan....

`ya, iya pak...kira2 sudah lima atau enam tahun, begitulah kira-kira kurang lebihnya..`, balas penjual kopi.

`ramainya jam-jam berapa bang?,`

`sebentar lagi juga ramai pak..., kalau hari-hari biasa tergantung cuaca pak, kadang ramai kadang sepi, tapi pas hari libur atau malamnya, pembeli bisa antri pak....`

`kadang-kadang ada juga turis asing kesini ya bang?`, Pak Jamal mulai menyelidik....

`tidak juga pak....hanya satu dua, dan itupun diajak sama tukang becak...`,

`aneh ya bang? tukang becak kok bisa menggaet pelanggan asing....`, Pak Jamal menampakkan keheranannya...

`tidak aneh juga sih pak. disamping supel dan pandai bergaul, tukang becak ini memang spesial...`

`apanya yang spesial ?...`, sergah Pak Jamal ingin segera tahu.

`Bagaimana tidak spesial, meskipun dia tukang becak, tetapi kemampuan berbahasa inggrisnya mengalahkan bapak presiden kita.....hehehe`, canda abang tukang kopi

`ooo begitu, memang memang itu baru dikatakan spesial,...ngomong-ngomong tukang becak tadi rumahnya dimana bang?`, Pak Jamal bertanya lebih jauh.....

`tidak jauh dari sini pak, ujung jalan itu belok ke kiri, terus ke kanan kira-kira 10 rumah ada kebun..eh bukan bukan, bukan kebun tetapi semak-semak, nah terus kira-kira 100 meter ada gubug kecil, disitulah tempat tinggalnya.....`, jawab penjual kopi sambil menunjukkan telunjuknya ke arah jalan yang dimaksud.

`maaf bang, namanya siapa?

`saya pak?`

`bukan abang, tapi tukang becak yang pandai bahasa inggris itu....`, jelas Pak Jamal.

`orang-orang memanggil dia dul bejo, karena meskipun tukang becak dia selalu bejo/untung, manakala ada orderan lewat, pasti dia yang dapat....`

`?`

`maksudnya orderan, orderan apa bang?`

` ya macam-macamlah pak rupanya, yang namanya bejo gimana sih pak? kan susah dijelaskan....`

` ya ya, paham saya`, Pak Jamal berusaha tidak menanya lagi, takut tukang kopi menjadi marah, karena banyak pertanyaan.

 

Rumah beratap ilalang....

`Silakan masuk..", terdengar suara dari dalam rumah mempersilakan sang tamu, yang tidak lain tidak bukan adalah pak Jamal.

`terimakasih...terimakasih...`, sahut pak Jamal dengan cepat, betapa bahagianya pak Jamal diperbolehkan masuk, entah mengapa tiba-tiba pak Jamal merasa senang berkunjung di rumah Dul Bejo, disini terlihat dan terasakan tentram dan damai, walaupun hanya sebuah rumah, atau lebih tepatnya gubug dari anyaman bambu dengan atap ilalang, sangat sangat sederhana dibanding dengan  latar belakang di kejauhan yang dihiasi dengan gedung-gedung pencakar langit.

Kanan kiri rumah tumbuh ilalang liar dan sejumlah pohon-pohon perdu, yang sekilas tampak alami.

`Ehem..., mohon maaf, jauh-jauh datang kesini, kira-kira boleh tahu apa yang bapak cari atau ada sesuatu yang bisa kami bantu pak?`, Dul Bejo berusaha membuka sebuah keheningan, sementara sang tamu, sedikit terkejut dan tergeragap lepas dari lamunannya menjawab, `eh maaf, saya kesini hanya ingin lebih dekat mengenal anda`.

`Mmm, ?`, Dul Bejo memeras pikiran, untuk lebih memahami jawaban sang tamu.

`maaf, kalau jawaban saya membingungkan anda, begini .., beberapa hari yang lalu saya secara tidak sengaja melihat anda bercengkerama dengan seorang turis di warung kopi....., sekali lagi mohon maaf, bila saya penasaran, masak seorang tukang becak bisa fasih berbahasa inggris?, saya yang sudah kursus berkali-kali, belum berani ngobrol langsung dengan turis asing, apa rahasianya mas?`, Pak Jamal menggarisbawahi pertanyaan, dengan maksud agar mudah dipahami oleh Dul Bejo.

`Nama saya Arif pak..., nama Bapak?`,

`hehehe....maaf-maaf, nama saya Jamal, maaf ...seharusnya saya dahulu yang memperkenalkan diri.`

`ah ...tidak apa-apa pak, sebentar pak, saya harus mematikan kompor terlebih dahulu...`,

`silakan....silakan`, balas pak Jamal.

Dengan santai Dul Bejo, menyiapkan minuman dan makanan kecil ala kadarnya, sambil geleng-geleng kepala, `ada-ada saja hari ini`, pikirnya,

sejurus kemudian, dul bejo menyajikan minuman kopi panas dan nyamikan ke ruang tamu, atau lebih tepatnya ruang tidur merangkap ruang tamu.

`silakan diminum, dan ini makanan kecil buatan sendiri pak`, Arif atau lebih dikenal Dul Bejo mempersilakan.

`wuah, tidak usah repot-repot mas Arif, tapi boleh juga nih sore-sore minum kopi hangat, dan...ini kueh buatan sendiri? apa namanya?`

`kalau di kampung saya, kue ini dinamakan Gejos, terbuat dari ubi kayu yang diparut dan diberi pemanis gula dan garam sedikit, sebagai penyedap, sebelum digoreng adonan dibuat bulat dan diberi isian gula merah`, bagaimana rasanya pak?`

`hemm, dimakan hangat-hangat begini, dan ditemani segelas kopi, nikmat rasanya`, puji pak Jamal tulus.

`yah..., hanya ini yang bisa saya suguhkan ke bapak...`, Arif menghela nafas panjang, sambil menerawang sejarah bagaimana dia memperoleh minuman dan makanan kecil ini.

Seperti kebiasaan di desa, Arif selalu menanam umbi-umbian di sekitar rumah, hasilnya bisa dia petik sekitar 2-3 bulan ke depan, sisa hasil panen yang tidak terjual dia awetkan, sementara kue yang dihidangkan saat ini adalah berasal dari umbi yang baru dipetik dua atau tiga hari yang lalu.

`Mas Arif, buat saya, bisa berkenalan dengan Mas Arif saja saya sudah senang, apalagi saya diperlakukan seperti tamu istimewa, ....ngomong-ngomong, dari depan saya tidak menemukan tanaman singkong?`

`Iya pak Jamal, memang tanaman singkong sudah tidak ada, tiga hari yang lalu sudah dipanen..`

`saya melihat banyak sekali ilalang, apa tidak sayang tuh, banyak gulma yang tumbuh, apa tidak ditanami saja dengan tanaman-tanaman produktif?`, saran pak Jamal.

`Terimakasih pak atas sarannya, kalau boleh berpendapat lain, akan saya jelaskan....`

`silakan mas, tidak usah sungkan-sungkan`

`Begini pak Jamal, kami menganggap ilalang dan pohon-pohon perdu lain bukanlah gulma, apalagi musuh buat kami...., mohon maaf, orang menganggap suatu tanaman itu gulma, karena belum melihat atau menemukan manfaat yang terkandung di dalamnya, coba bapak bayangkan....jika orang-orang tahu manfaat suatu tanaman yang tadinya dianggap tidak berguna, apa yang akan terjadi terhadap nasib tanaman itu, tanpa menunggu esok hari, tanaman itu dicari dan dirawat di tempat terhormat....`

`Betul juga ya?!....jadi mas Arif sudah menemukan manfaat tanaman-tanaman liar di luar?`, pak Jamal berusaha menangkis, karena nasehatnya terkikis....

`Berhubung saya tidak makan bangku sekolah, saya berusaha memanfaatkan ilalang seperti yang bapak lihat di atas rumah ini....`, Arif menjelaskan sambil telunjuknya mengarah ke atap rumah.

Adapun tanaman tidak banyak yang saya tahu, mungkin hewan-hewan semak lebih mengetahui daripada saya....`, jawab Arif merendah.

`Hemm, pantas bosku, jatuh cinta padanya, tidak salah pilihannya, sudah cerdas, rendah hati pula....`, bisik hati pak Jamal

`Sekarang aku setua ini baru paham, bahwa tanaman tak berguna telah memberikan pelajaran kehidupan, mungkin Mas Arif dan teman-teman, dianggap gulma masyarakat, tak ada seorangpun mau menyisihkan waktu untuk mengenal, karena memiliki tidak memiliki nilai manfaat bagi dirinya, sekarang saya mohon pamit, terimakasih banyak atas pelajaran yang sangat berharga ini`.

 

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler