Skip to Content

Masih Seperti Kemarin

Benar. Tidak ada yang berubah. Matahari terbit dari Timur. Terbenam di Barat. Awan berjalan dan berlari. Ikut saja hembusan angin. Saat terik matahari. Air bisa saja runtuh tiba-tiba. Ketika awan hitam mengkristal. Langit gelap. Panaslah yang dirasa. Bukankah begitu kemarin?

 

Ya. Seperti kemarin. Seperti kemarinnya lagi. Kekacauan telah menjadi  irama. Tengah asyik bergosip di rumah tetangga. Hujan menderas di tengah sengat matahari yang menghujam. Berlari. Selamatkan jemuran setengah kering. Tak sampai hitungan menit. Air telah lenyap tanpa bekas. Sedang rasa dongkol mengiringi nafas tersengal. Ya, seperti kemarin. Maklum pula kiranya. Ketidakteraturan yang teratur menjadi keteraturan sendiri. Menjadi biasa. Tidak lagi bingung. Tidak lagi resah. Tidak lagi jadi bahan cerita.

 

Ya. Seperti kemarin. Kemarin dulu. Kita juga pernah berdebar-debar. Pernah membelalakkan mata. Pernah terisak. Pernah marah. Pernah Jengkel. Pernah... segenap perasaan dihadirkan. Seringkali beragam rasa jadi satu. Ketika ruang-ruang pribadi dihadirkan. Disebar ke ruang-ruang publik. Dinikmati dalam ruang-ruang pribadi. Ya, kita pernah termehek-mehek. Menyaksikan berbagai kisah di layar televisi.

 

Kemarin dulu. Semangat lagi kita saling berkisah. Sesama tetangga. Sesama teman sekerja. Tentang percekcokan pasangan selebritis. Sedang tetangga kita. Rekan sekerja kita. Sama-sama menonton pada ruang yang lain. Menghadirkan kisa sama. Aduh, seru nian pada saat itu. Mengalahkan suara bom dari dapur. Gas dalam tabung 3 kg.

 

Kemarin dulu. Dulu sekali. Stasiun tv saja cuma satu. Punya pemerintah lagi. Akrab mata dan ingatan. Tentang para petani. Tentang indahnya desa. Tentang gedung-gedung menjulang. Tentang peresmian jalan-jalan tol. Tentang dibukanya pabrik-pabrik. Wah.. hati kita bersinar. Mata kita berbinar. Tatkala bicara tentang negeri. Makmur. Maju. Rakyatnya senang semua.

 

Jadi seperti kemarin. Kemarinnya kemarin. Kemarin dulu. Dulu sekali. Sebenarnya tidak ada yang berubah. Semua tetap sama. Seperti matahari terbit di pagi hari. Malam ada bulan ditemani bintang-bintang. Tetap sama. Tidak ada yang berubah. Kepala kita. Tetap dijejali oleh televisi. Dulu cuma satu. Sekarang banyak Dulu waktu terbatas. Sekarang bisa 24 jam. Dulu acara monoton. Sekarang beragam. Dulu hanya saksikan para pejabat. Sekarang bisa saksikan penjahat. Jadi, tidak ada yang berubah bukan. Sama seperti kemarin hidup kita. Kesadaran dipengaruhi layar kaca. Oh, ya ada tambahan memang. Ada komputer. Ada akses internet. Ada banyak situs. Tapi prinsipnya sama. Kita mendapat kabar. Dulu sedikit. Sekarang banyak. Itu saja bedanya. Kesadaran kita tetap sama. Dipengaruhi oleh mereka.

 

Masih seperti kemarin. Walau sekarang lebih dinamis. Lebih banyak yang bisa dikisahkan. Kita hafal ratusan pemain sinetron dan penyanyi. Walau luput nama-nama tetangga sekitar. Kita hafal artis-artis yang berulang tahun dengan beragam (rencana) pestanya. Tapi luput di jalan banyak yang belum makan. Kita canggih bicara tentang nama dan pemikiran para politisi. Tapi luput mendengar suara dari para petani dan buruh. Kita tahu janji-janji  akan selalu diingkari. Tapi tetap saja mau terus dikibuli. Sedang para tetangga dan orang-orang sekitar kita. Mulai muntah-muntah kebanyakan makan janji.

 

Seperti kemarin. Kemarinnya lagi. Kemarin dulu. Dulu sekali. Masih mengoceh saja aku ini. Mengoceh tidak jelas. Mengoceh sambil jalan. Mengoceh menimpali kumpulan ibu-ibu yang tengah bergosip di warung sayur. Ah. Tapi konsisten. Sama. Sama. Seperti kemarin.

 

Seperti kemarin pula. Ada teriakan-teriakan ”Gila..! Gila..! Awas, Orang gila..!” anak-anak yang saling mendorong kawannya. Kalau lagi iseng aku berlari. Seolah ingin menangkap satu-satu. Menjaga. Mencegat. Sampai ada anak menangis. Nah, kalau sudah begini. Seperti kemarin-kemarin pula. Pasti kaum ibu, ada yang keluar ikut-ikutan. ”Dasar Gila..!!! Ayo pergi sana..!”

 

Seperti kemarin. Tidak ada yang berubah bukan?

 

Yogya.02.01.11.

Komentar

Foto edi sst

zaman tetap

Zaman (waktu) tetap sama dg yg dulu
hanya manusialah yg berubah selalu

Nice posting, Mas Odi ... :)

Makasih Pak Edi

makasih pak Edi...
Ya, kita berada pada putaran yang terus bergerak
beranjak, dan kembali lagi...
tinggal bagaimana mensikapinya..
Terima kasih Pak edi..
Salam dalam karya...

Foto ARZapata

semua benar adanya yang lalu

semua benar adanya
yang lalu berulang menjadi yang lalu
lalu berlalu...
hingga akhirnya, tepatnya di hari ini
sekumpulan kecoa, babi, bajing, beraksi

segepok tamsil kebodohan, kembali diulang
lihat dan perhatikan
umat luth,
umat nuh,
kaum tsamud,
kaum sodom dan gomorah,
fir`aun fir`aun,
bermunculan di hari ini....
ya di hari ini

di sisa hariku
aku harus bagaimana?

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler