Skip to Content

mawar dan kupu-kupu

Foto dwi s

_Seperti ombak yang seberapa kalipun berusaha kuhempas kearah laut, akan selalu berbalik kearahku, menghempas ku bertubi-tubi. Seperti itulah adanya rinduku padamu..

Matahari mulai menggantung diketinggian langit sebelah barat. Sinarnya masih terasa begitu menyilaukan meski ia mulai mengurangi paparan panas yang dipancarkannya. Mungkin ia telah merasa lelah dan sengaja mengendurkan kekuatannya setelah seharian tadi bekerja keras memanasi bumi. Hmm.. Udara sepanjang hari ini memang sungguh terasa panas sekali. Sepertinya sang surya sudah tak sabar lagi untuk segera mengelindingkan tubuh bulatnya menuju hitam peraduannya. Iapun mulai menggurat larik tipis warna tembaga diketinggian langit sebelah barat.

Tak ada yang menyuruhku. Entah hal apa pula yang membimbing langkahku, sore itu timbul keinginanku untuk merapikan taman depan rumahku. Karena tak seberapa luas, hanya beberapa jenis tanaman saja yang beruntung kupilih menjadi penghuni taman. Awalnya, aku mencabuti rumput dan tanaman-tanaman liar disekitar rumpun bunga sepatu, lalu beralih disekitar pohon bunga mawar yang kutanam disamping rumpun pohon bunga sepatu. Berdekatan namun tidak terlalu rapat.

Bunga mawar pemberian seorang gadis yang kutanam 3 minggu yang lalu itu tenyata sedang beranjak mekar. Sungguh indah dan mempesonakan bagi sesiapapun yang memandangnya. Sepertinya, ia memang sedang berusaha mempersembahkan kuntum terbaiknya untukku, kuntum yang pertama.

Dengan sebilah golok tajam berukuran sedang tak lupa pula kupangkas beberapa ranting pohon bunga sepatu yang mulai terlihat tidak rapi, menjulur keluar dari batas-batas yang kumaui.

Kisah ini kumulai dari sini...

Tanpa sepengetahuanku, ternyata ada seekor ulat bulu penghuni rumpun bunga sepatu yang sangat mengagumi keindahan sibunga mawar. Pada awalnya ia tak begitu peduli terhadap sibunga, namun pelan namun pasti kehadiran sang bunga mampu mengusik rasa keingintahuannya untuk tahu lebih banyak lagi segala sesuatu tentang sibunga. Siulat bulupun mulai terlihat memanjat ranting terjauh pohon bunga sepatu yang berada paling dekat dengan pohon bunga mawar dan mulai terlihat terpekur dalam diam, berlama-lama menatap keindahan sang bunga.

Dalam tatap pandangnya, sibunga mawar itu memang terlihat sungguh cantik jelita. Apalagi dikala pagi menjelang. Saat itu rona merah cerah sang bunga terlihat sangat indah dipandang mata, tentu saja karena pada saat itulah rekah senyum sang bunga telah mengembang penuh kala kelopak indahnya dimandikan oleh usapan lembut sang dewi pagi yang sengaja membaluri seluruh kelopak indahnya dengan taburan embun yang mengerling serentak secara bergantian laksana taburan mutiara yang menyelimuti sekujur tubuhnya.

Belum lagi aroma khas yang hanya milik sang bunga, harum yang sengaja ia tebarkan, berkolaborasi dengan wangi embun pagi yang sengaja mengikhlaskan diriya untuk mengkreasi sebuah aroma wangi yang unik dan istimewa. Lewat wangi itu, sepertinya sang bunga sengaja membagikan sebagian kecil keindahan dan pesona yang dimilikinya. Hmm.. Hanya sebagian kecil saja karena sebagian besar pesona lainnya masih ia rahasiakan.

Keelokan wujud sang bunga telah merasuk kedalam ruang kenangnya yang terdalam. Harum wangi bunga yang setiap waktu mendera indera penciumannya, berlahan namun pasti mampu melipatgandakan kekaguman didalam diri siulat bulu. Sesuatu hal yang kemudian menumbuhkan kerinduan mendalam, sesuatu hal yang tanpa ia sadari telah menumbuhkan keinginan yang kuat untuk mencoba berkomunikasi dengan sang bunga. Iapun mulai bersiul-siul kecil demi mendapatkan perhatian sang bunga yang diam-diam telah menjadi pujaan hatinya.

Namun sang bunga hanya diam saja. 'Ahh.. Mungkin sang bunga memang tak bisa mendengarnya..' gumannya dalam hati demi menghibur dirinya sendiri. Ia memanjat lagi ranting bunga sepatu yang kebetulan menjulur kearah sang bunga sembari mencoba memberanikan diri memanggil dan meneriakkan nama sang bunga.

'Bunga.. Bunga..'

Namun lagi-lagi sang bunga hanya diam saja. Boro-boro membalas sapaannya, menolehpun tidak ia lakukan. Meski begitu siulat bulu tak mau menyerah begitu saja. Ia pun mencoba berteriak lebih keras lagi.

'Mawar.. Mawar..'

Hmm sibunga mawar tetap tak bergeming, ia masih saja berdiam diri tanpa suara. Sebenarnya dalam diri siulat bulu telah hadir sebuah pemikiran bahwa sang bunga telah mengabaikannya. Namun ia mengesampingkan pemikiran itu. Sepertinya, besarnya rasa sayang dan kerinduan yang telah terlanjur menguasai pikirannya telah mampu membuatnya menjadi seekor ulat bulu yang tangguh dan tak mudah menyerah.

'Ahh.. Paling tidak ia telah mencoba mendekatinya. Toh, sang bunga belum mengutarakan penolakannya..' gumannya dalam hati. Benar saja, siulat bulu tidak mau menyerah begitu saja. Setiap pagi, ia berteriak, menyebut dan memangil nama sang bunga.

'Bunga.. Bunga.. Mawar..'

Teriakan yang keras dan kuat pada awalnya, berlahan-lahan mulai melunak, lalu berubah menjadi parau sebelum akhirnya hilang, lenyap dengan sendirinya. Sebuah pertanda bahwa siulat bulu telah benar-benar kehabisan tenaganya. Perasaannya semakin galau dan gundah saat sang bunga yang sedang beranjak mekar tertawa dan bercanda riang dengan para kupu-kupu yang elok dan gagah.

Sang bunga sebenarnya mendengar dengan jelas teriakan siulat bulu. Ia memilih diam karena baginya siulat bulu adalah sosok yang buruk rupa dan menjijikkan. Ia lebih memilih diam karena ia tak ingin menyakiti perasaan siulat bulu.

Pagi itu susana sedikit berbeda. Siulat bulu tidak lagi meneriakkan nama sang bunga dan ia sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Sibungapun merasakan perbedaan itu.

'Hmm.. Kemana siulat bulu? Kok belum kelihatan juga..?'

Sibunga berusaha mendongakkan kepalanya untuk menemukan keberadaan siulat bulu. 'Ahh.. Untuk apa juga aku mencari keberadaan siulat bulu? Toh suasana tenang yang seperti ini jauh lebih menyenangkan daripada harus terus-terusan mendengar suara siulat bulu..' guman sibunga seolah tersadar.

Hohohoho.. Tanpa sepengetahuan sang bunga, ternyata siulat bulu malah merencanakan sebuah rencana lain, rencana yang sedikit extrim dan terkesan setengah dipaksakan. Pagi itu siulat bulu bangun lebih pagi dan makan lebih banyak dibanding hari-hari yang biasanya. Olala.. Ternyata siulat bulu tengah mempersiapkan sebuah perjalanan, dari rumpun bunga sepatu menuju pohon bunga mawar demi untuk bertemu dengan sibunga pujaan hatinya.

Matahari masih malu-malu diufuk timur, hanya tampakkan semburat temaramnya saja saat siulat bulu memulai perjalanannya. Perjalanan yang jauh dan cukup berat untuk ukuran seekor ulat bulu seperti dirinya.

Matahari mulai menghangat saat ia tiba dibawah naungan daun pohon bunga mawar. Ia berhenti sejenak untuk mengatur desah nafasnya yang tersenggal. Tubuhnya telah dipenuhi peluh yang keluar dari setiap pori-pori, yang meyelimuti sekujur tubuhnya. Ditengadahkannya wajahnya untuk menatap wajah sang bunga.

Tatap pandangnya seketika berbinar penuh takjub. Hmm.. Ia memang belum pernah memandang sang bunga dalam jarak sedekat ini. Kekaguman yang serta merta menumbuhkan kembali kobar semangat didalam diri siulat bulu.

'Mawar.. Mawar..'

Siulat bulu tak lagi kuasa membendung keinginannya untuk memanggil sibunga cantik, namun sibunga mawar masih saja diam. Tanpa pikir panjang, siulat bulupun berusaha memanjat pohon bunga mawar sambil terus meneriakkan nama sang bunga. Meski ia telah mencoba utk berhati-hati, beberapa luka bekas sayatan duri-duri tajam yang menyelimuti sekujur tubuh sang bunga terpaksa harus diterimanya dan ternyata semua perih itu tak mampu menyurutkan keinginannya untuk bersua dengan sibunga.

Lebih dari separuh perjalanan telah berhasil ia capai. Teriakannya mulai melemah dan parau pertanda bahwa ia mulai kelelahan. Semangat didalam dadanya masih berkobar dan terus membesar. Namun kemauan keras yang tidak didukung kondisi fisik yang memadai membuat konsentrasinya menjadi buyar, sesuatu hal yang cukup fatal kala akhirnya ia tergelincir dan jatuh berdebam dengan keras keatas tanah.

Sibunga cantik sempat menjerit kecil demi mengetahui hal itu. Namun ia segera membuang muka kearah lain setelah melihat siulat bulu yang mulai mengeliat, dan mencoba bangkit berdiri. Kesadaran yang sempat hilang beberapa saat yang lalu telah kembali hadir, seiring rasa sakit yang mulai menjalari sekujur tubuhnya.

'Mawar.. Mawar..'

Pekik suaranya mulai parau dan pelan, hampir tak terdengar. Tapi ia tetap saja bangkit dan berusaha memanjat lagi pohon sang bunga. Namun belum juga ia mencapai seperempat tubuh sang bunga, ia terjatuh lagi Meski begitu ia masih saja memaksakan diri untuk segera bangkit dan berusaha memanjat lagi. Iapun kembali terjatuh lagi, lagi dan lagi.

Demi melihat kekerasan hati dan tekad kuat siulat bulu, sibunga mawarpun luluh juga kekerasan hatinya. Dengan lembut dan penuh sopan santun, namun tetap terkesan tegas sang bungapun mulai berkata-kata.

'Aku tak mau daunku, tunas mudaku, dan kelopak merah kebanggaanku rusak karenamu. Lihatlah, hanya kupu-kupu yang eloklah yang boleh bergaul dan berbicara padaku. Pulanglah rubahlah wujudmu menjadi kupu-kupu yang elok. Bawakan aku lukisan terbaik dikedua bentang sayapmu, bisa jadi kelak kamu yang akan terpilih menjadi pendampingku..'

Kali ini, siulat bulu hanya bisa mengangguk pelan mengiyakan. Dengan langkah berat dan terseok, iapun berjalan pulang menuju kediamannya, dirumpun pohon bunga sepatu. Matahari yang mulai terik membuat langkah kakinya bergetar. Beberapa kali ia harus terjerambab kala ia tak berhasil menjaga keseimbangan tubuhnya. Meski terseok, sampai juga ia dirumpun pohon bunga sepatu. Beberapa teman sesama ulat bulu segera berlari, berhambur keluar menyambut kedatangannya untuk membantu dan membimbingnya menuju kedalaman rimbun rumpun bunga sepatu yang sejuk.

Siulat bulupun segera beristirahat dan berusaha untuk tidur Tentu saja untuk mengembalikan kebugaran tubuhnya. Segala ketegangan pada otot-otot disekujur tubuhnya berusaha ia kendorkan. Pun demikian halnya dengan ribuan syaraf otaknya yang saling belit satu sama lain berusaha ia urai satu demi satu. Namun, sebagian kecil syaraf yang telah berhasil ia urai itu malah melambai liar untuk kemudian hadirkan sepotong mimpi tentang indahnya sebuah kebersamaan dengan sibunga cantik pujaan hatinya.

Masih tersisa lelah dan perih saat ia bangun dikeesokan harinya. Tapi ia cukup bersyukur karena kebugaran tubuhnya telah jauh lebih baik dibanding hari yang kemarin. Siulat bulupun segera bangun dan bergegas menghadap pemimpin tertinggi penghuni rumpun pohon bunga sepatu.

Woww.. Alangkah takjubnya ia saat mendapati bahwa ternyata sang raja pemimpin rombongan para ulat bulu adalah seekor kupu-kupu yang gagah, dengan lukisan yang indah pada kedua bentang sayapnya. Tatap pandangnya tak pernah lepas mengamati gerak-gerik kedua sayap itu. 'Andai saja aku punya sayap seperti itu, tentu sang bunga akan menerima kehadiranku dengan senang hati..' bisik guman penuh harap didalam hati siulat bulu.

Dengan suaranya yang berat penuh wibawa, sang baginda rajapun bertanya kepada siulat bulu.. 'Wahai rakyatku siulat bulu, perihal apakah yang membawa langkahmu untuk bersua dan menghadap kepadaku..? Siulat bulu sedikit tergeragap, mengatur nafasnya sebentar, dan bersegera menjawab tanya sang raja.

'Hamba berkunjung untuk memohon bimbingan dan petunjuk paduka raja. Hamba ingin merubah wujud diri menjadi seekor kupu-kupu dengan riasan terbaik pada kedua bentang sayapnya..' jawab siulat bulu dengan cepat penuh semangat.

'Kamu harus bertapa tujuh hari tujuh malam, tidak boleh makan, tidak boleh minum. Kamu harus membungkus keseluruhan tubuhmu dalam sebuah kepompong. Meski kamu harus diam, tapi khayalmu tidak boleh diam untuk menggerakkan kuas anganmu, untuk melukis motif yang kamu inginkan pada kedua bentang sayapmu..' kata baginda raja mencoba menjelaskan.

'Terimakasih paduka, titah baginda akan hamba laksanakan dengan sebaik-baiknya..' jawab siulat bulu cepat sebelum akhirnya berlalu meninggalkan istana raja. Sesampainya dirumah, ia segera bekerja keras membuat kepompong yang kelak akan ia gunakan untuk bertapa. Segala kemampuan, tenaga dan kreatifitas ia curahkan agar ia bisa menyelesaikan kepompomgnya secepat mungkin.

Rasa rindu yang kian dalam terhadap sibunga cantik ternyata juga turut melipat-gandakan motivasi didalam dirinya. Kerja kerasnya membuahkan hasil saat ia menyelesaikan kepompongnya, tepat pada saat senja telah hampir menemui ujung batas terakhirnya. Sedikit pertentangan hadir didalam diri siulat bulu.

'Hmm.. Tujuh hari lagi aku akan benar-benar menjadi kupu-kupu tepat sebelum senja. Berarti kelak aku tak akan punya banyak waktu untuk menikmati saat-saat kebersamaan bersama sang bunga..' namun ia segera menepis segala pertentangan itu dengan sebuah guman.. 'Tak apalah, daripada aku harus menunggu hingga esok hari. Siulat bulupun segera memasuki kepompongnya untuk memulai pertapaannya.

Hari demi hari ia kerahkan segala kemampuan dan konsentrasinya utk mengkreasi lukisan yang indah pada kedua bentang sayapnya. Tak hanya indah, karena ternyata ia menginginkan lukisan itu kelak lebih dari sekedar indah. Tentu saja karena ia berharap lukisan itu akan menjadi lukisan terindah dalam tatap pandang sibunga cantik.

Tanpa terasa, hari ini adalah masa terakhir pertapaannya. Lukisan pada kedua bentang sayapnya telah selesai. Hasilnya sungguh luar biasa. Sehingga ia sendiripun sempat tercengang dan sedikit tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Motif yang tergambar dikedua bentang sayapnya memang sungguh indah adanya.

'Satu jam lagi..' Ya.. Satu jam lagi ia akan menyelesaikan masa pertapaannya. Andai-andaipun bergegas menyeruak keluar dari dasar lubuk hatinya yang terdalam. Terus berhambur keluar untuk mendesak dan meminggirkan sisa-sisa logika yang masih ingin bertahan didalam ruang sadarnya. Paras ayu sang bungapun serta merta memenuhi segenap penjuru tatap pandangnya.

Khayalan yang kini meraja, menguasai segenap sadarnya. Lalu, bagaimana dengan sang bunga? Adakah ia rasakan hal yang sama? Hohohoho.. Meski selama ini sang bunga terkesan acuh dan mengabaikan perhatian siulat bulu, namun ternyata dikedalaman hatinya telah berkembang dengan pesat kerinduan yang kini setara dengan kerinduan siulat bulu. Diam-diam, sibunga mawar memang telah merindui kehadiran siulat bulu dalam wujud yang baru, seekor kupu-kupu.

このようなバック海に向かって投げ振ってみました何回も私に何度も来る

'Andai saja kamu tahu ulat bulu, rinduku padamu seperti ombak yang seberapa kalipun kuhempaskan kearah laut akan selalu kembali menghempasku bertubi-tubi...'

Sore itu, matahari telah menenggelamkan sepertiga bagian tubuhnya. Cahayanyapun telah meredup. Senyum tanda perpisahan ia sampaikan kepada seluruh penghuni semesta lewat guratan warna tembaga yang semakin pekat, rona yang sedang menjingga. Burung-burungpun terbang kearah barat, seakan rumahnya terletak disebelah barat, seakan kampung halamannya adalah senja.

Sore menjelang petang..

Aku masih sibuk mengayunkan parang tajamku untuk merapikan ranting pohon bunga sepatu yang mulai terlihat tak rapi.

Praakkk..

Sebatang ranting bunga sepatu yang menjulur kearah pohon bunga mawar kupangkas dengan sekali tebas. Tanpa sengaja sebuah kepompong berisi kupu-kupu yang siap terbang terpelanting, terlepas dari ranting pohon bunga sepatu dimana ia menempel.

Kepompong itu jatuh ketanah, dekat dengan pohon bunga mawar, kupungut, lalu kucoba membantu mengeluarkan kupu-kupu itu dengan mengupas kulit kepompongnya dengan pelan dan hati-hati. Mungkin karena aku ingin membantunya keluar dari kepompongnya tanpa harus melukai dan menyakitinya.

Belum juga aku selesai mengupas kulit kepompongnya, tiba-tiba kupu-kupu itu memaksa untuk meloncat keluar lebih dulu, lalu segera terbang menuju kuntum bunga mawar, hinggap dan bergelantungan sebentar dikelopaknya sebelum akhirnya berjalan kearah putik sang bunga.

Entah apa yang dibicarakannya..? Entah hal apa juga yang telah menjadi topik pembicaraannya..? Aku tak tahu. Yang jelas, suasana riang penuh kesenangan telah menelingkupi keduanya lewat ringkik tawa kecil yang sesekali pecah ditengah rekah sungging senyum sempurna dibibir keduanya. Duhh.. Sungguh senang rasa hati ini melihatnya. Sempet ngiri juga sih sebenernya.. Hehehehe..

Keakraban yang tercipta begitu saja saat keduanya merasa telah saling mengenal begitu lama, jauh lebih lama dari usia perkenalan mereka. Perasaan bahwa mereka memang telah saling mengenal sejak beratus tahun lalu, jauh sebelum roh kehidupan ditiupkan ditubuh mereka. Sebuah perasaan purba, dimana seolah keduanya merasa bahwa mereka berasal dari sebuah rangkaian belulang yang sama, dimana salah satu tulang rusuknya telah sengaja dipisahkan untuk dipertemukan kembali dengan cara unik, cara yang tak pernah mereka duga sebelumnya.

Keakraban yang penuh dengan cinta yang akan selalu indah adanya, hingga kematianpun tiada mampu lagi untuk memisahkan, karena ia hanya menjadi jeda sejenak sebelum keduanya kembali dipersatukan dalam puluhan, ratusan dan ribuan tahun yang akan datang. Tetap bersatu dalam sebuah jalinan cinta yang abadi, tak lekang oleh waktu.

Dan kini, suasana mendadak hening saat keduanya lebih memilih diam, untuk saling memaku pandang, seakan tak ada hal lain yang lebih mampu menarik perhatian untuk sekedar mengalihkan tatap pandang. Tatapan yang tak biasa, karena meski diam tanpa suara kedua tatap itu ternyata saling bicara, mencoba untuk saling memahami, saling menguatkan, yang secara bersamaan juga saling pasrah. Tatap yang mampu menggelorakan debar yang sama didalam dada keduanya untuk kemudian bertukar harap. Tatap yang didalamnya juga tersemat bait-bait doa, tentang harapan-harapan yang baik dimasa yang akan datang. Suasana penuh romantisme yang seketika itu juga mampu mengkreasi senyum tertahan dibibirku.

Namun..

Tiba-tiba kupu-kupu itu jatuh terjerambab diatas tanah. Aku terdiam, tatap matakupun membelalak dengan tatapan kosong serasa tak percaya. Saat kutersadar, segera kurengkuh tubuh mungil kupu-kupu itu, lalu kuletakkan ditelapak tangan kiriku.

Hmm.. Gambaran motif dikedua bentang sayap itu memang sungguh indah adanya. Mungkin yang terindah diantara kupu-kupu lain sejenisnya. Kupu-kupu itu mencoba mengangkat kepalanya, memandang dengan tatapan tajam namun sayu tepat kearahku, tatap yang langsung menghujam sanubariku. Kedua bibir mungilnya bergetar, seakan hendak menyampaikan sebuah pesan untukku, pesan terakhir yang tak mampu kuartikan maksud dan maknanya.

Kupu-kupu itu melenguh sebentar, lalu mati.

Setelah kuperhatikan dengan lebih seksama, ternyata sisi tajam parangku telah membelah hampir separuh bagian tubuh mungilnya.

Dan... Senjapun segera menemui batas terakhirnya. Tangannya mulai terlihat sibuk menggerayangi ketinggian langit sebelah barat untuk menghapus rona jingga yang tersisa, dan bersegera menggantinya dengan warna hitam kesukaannya.

Demikian juga dengan kelopak merah cerah milik sang bunga yang juga turut menghitam, mungkin karena sedih hatinya, tapi yang jelas karena malam yang datang telah menghitamkan kelopak merah kebanggannya, seperti juga alam disekitarnya.

Terucap lirih satu kata 'maaf', dalam sebuah kedukaan mendalam kepada sang bunga cantik, seiring sebaris doa agar ia mekar lagi esok hari, untuk terus menginspirasi lingkungan disekitarnya dalam kisah yang tak henti-hentinya ia kabarkan lewat harum aroma wangi bunganya.

Semoga kemudahan dan kebahagiaan selalu menyertaimu, meski tiada lagi kupu yang selama ini selalu mendampingi.

Amin..

Sang bungapun terisak dalam diam, mencoba menahan dan menyembunyikan getar yang mulai berkembang didalam dirinya. Sesuatu hal yang malah membuat badannya seketika berguncang. Sepertinya ia telah gagal menyembunyikan segala kesedihannya saat tangisnya pecah begitu saja tanpa mampu ia cegah. Selembar kelopak merah sengaja ia gugurkan tepat diatas punggung kakiku, sebuah pesan yang lagi-lagi tak mampu kuartikan maksud dan maknanya.

_to my little lily.. Keep your inspiring words...

Sayonara
Genki de ne

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler