Skip to Content

Nasi Goreng

Foto shintapuji

 

Siapa yang berkuasa di dunia ini? Pastinya bukan perempuan yang diperlakukan tidak semestinya.

Perempuan bernama Rintik itu sedang mengurung dirinya di kamar. Beberapa luka sedang bersuka ria berada di tubuhnya. Wajahnya yang bersih itu pun mendadak penuh dengan luka lebam. Luka di sudut bibirnya bahkan belum kering sempurna hingga menyulitkannya untuk membuka mulut dan menelan sesuatu.

Dia hanya berbaring dua harian ini. Sukar sekali bergerak dan bahkan melangkah. Ada sesuatu di bawah sana yang masih terasa perih. Sesuatu yang harusnya tidak dilukai justru dilukai dengan cara tidak semestinya.

“Rintik, biar Ibu masuk, Nak. Biar Ibu lihat sudah pulih atau belum lukamu.”

Suara ibunya yang begitu cemas disertai dengan suara ketukan pintu selalu membuat Rintik menitikkan air matanya. Dia terlampau bingung harus bagaimana menjelaskannya pada perempuan yang sebelumnya terlampau memercayainya. Kali ini kepercayaan tersebut akan hilang, terlebih lagi ketika paham bagaimana kondisi anaknya yang sebenarnya. Rintik tetap akan mengatakannya pada sang Ibu, akan tetapi ketika dirinya sudah siap.

“Bilang sama Ibu siapa yang melukaimu? Ayo, ke kantor polisi biar orangnya dihukum. Kalau kamu seperti ini terus, akan jadi apa ke depannya? Buka, Nak....”

Tiada menyerah rupanya. Hebat sekali kasih sayang seorang ibu. Perempuan setengah abad itu masih berdiri di depan pintu mengucap segala bujuk rayu supaya anaknya mau menampakkan diri. Tidak bercerita tidak apa, yang terpenting adalah dia tahu kondisi anaknya sekarang. Begitulah pikirnya yang tidak didukung semesta.

“Minggir sebentar, Bu. Biar Bapak ini membuat kunci untuk membuka pintunya,” seru suami dari perempuan itu yang datang bersama ahli kunci.

Rupanya tidak hanya ibunya yang mencemaskan Rintik, melainkan juga ayahnya. Siapa yang tidak cemas jika pulang-pulang anaknya penuh dengan luka dan kondisi yang memilukan. Tapi, anak tersebut justru tetap santai dan hanya mengambil kotak obat, lalu mengurung diri selama dua hari di dalam kamar.

Beberapa saat kemudian akhirnya pintu kamar Rintik terbuka. Dua orang yang teramat khawatir itu akhirnya mendapati anaknya yang semakin mengkhawatirkan. Tubuh mungil itu tergolek lemah di atas ranjang. Dari jauh bahkan pucat pasi wajahnya terlihat jelas. Anak itu pun menggigil.

“Panggil dokter dan polisi, Pak!”

Teriakan Bu Mira memenuhi ruang yang tidak cukup luas tersebut. Dia segera mengambil termometer untuk memastikan suhu tubuh Rintik. Selimut tebal yang menutupi tubuh Rintik disingkap, nampaklah baju yang dua hari lalu dikenakannya. Rintik tidak mengurus tubuhnya.

“Dokter saja, Bu....”

Rintik merintih dengan matanya yang masih terpejam. Ada lebam di mata sebelah kirinya hingga dia kesulitan membuka. Terlampau panik dia ketika ibunya meminta dipanggilkan polisi meski dia tahu apa tujuan sebenarnya.

“Biar polisi bantu menangkap orang yang sudah menganiaya kamu, Rintik. Ayah akan memberikan hukuman pada orang itu! Tidak akan Ayah ampuni!” Lelaki itu sadar jika anaknya pasti dianiaya. Dia akan mengusahakan pelaku mendapat hukuman.

Orang itu sudah pergi, Yah.... Percuma.... Nanti justru Rintik yang dihukum jika polisi tahu semuanya....

Perkataan itu ingin sekali disampaikan. Namun, apalah daya, dirinya tidak sanggup lagi. Dia kini membiarkan ibunya membersihkan dirinya sekaligus mau mengganti pakaiannya. Semakin terkejutlah ibunya ketika mendapati sekujur tubuhnya penuh tanda merah dan lebam yang semakin membiru. Jauh lebih terkejut ketika mendapati bercak darah di celana dalamnya dan juga luka di bagian intinya. Rintik tidak tahu bagaimana setelahnya.

Bu Mira berteriak, dia lantas menangis tersedu-sedu sembari memeluk Rintik yang lemas. Pak Dirman yang tadinya keluar kamar dan berusaha menghubungi polisi pun kembali menghampiri. Melihat istrinya menangis membuatnya tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

“Maaf, Bu. Maaf, Ayah....”

Permintaan maaf berusaha diucapkan. Lirih hampir tidak terdengar. Rintik tidak tahu lagi bagaimana menghentikan tangis ibunya yang menyesakkan dirinya. Dia kini sedang berusaha membuka mata serta bersiap untuk bercerita.

“Pelaku kejahatan akan mendapat hukuman, Rintik. Harusnya kamu langsung bicara dulu biar segera diproses!” gertak Pak Dirman. Dia terlampau sedih ketika akhirnya paham apa yang terjadi pada anaknya. Dia merasa bersalah karena sempat menganggap angin lalu ketika mendapati luka anaknya dulu. Dia dan istrinya hanya berpikir bahwa anaknya terluka karena latihan karate seperti waktu lalu.

“Rintik juga pelaku kejahatan. Rintik takut....”

Rintik semakin membuat orang tuanya bertanya-tanya. Dia akhirnya menumpahkan segala takutnya dengan tangis. Dengan perlahan, Rintik pun bercerita.

Sehabis latihan karate, Rintik akan segera memesan ojek online. Namun, aktivitasnya dihadang oleh kakak tingkat bernama Danu dengan dalih ingin meminjam buku untuk penunjang skripsinya. Dia ingin meminjam sebab bukunya dulu hilang dan dia tahu jika Rintik sudah pasti punya karena sedang mempelajarinya di semester genap ini.

“Kalau dipinjam, nanti aku belajarnya gimana, Kak?” Rintik menanggapi Danu dengan tenang. Dia dan Danu sebelumnya memang dekat, maka dari itu Rintik tidak terlalu canggung berbicara dengan kakak tingkatnya.

“Ah, kalau nanti aku scan aja gimana?” tawar Rintik setelah berpikir sejenak. Dia tetap akan bisa belajar nanti, dan Danu pun demikian.

“Boleh, deh. Eh, aku anter pulang, ya? Udah malem, takut kenapa-kenapa di jalan.”

Danu menawarkan tumpangan dengan raut wajah yang penuh harap. Tapi, Rintik dengan cepat menolak sebab dia merasa jauh lebih nyaman ketika memesan ojek online. Terpenting baginya adalah tidak merepotkan orang lain. Lagi pula, ini masih jam tujuh, jalanan masih ramai dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Ayo, lah, mumpung kamu juga belum pesan, kan?”

Lagi dan lagi Danu membujuk. Rintik jadi memikirkannya. Dia tidak memiliki firasat buruk tentang Danu. Justru Rintik berpikir bahwa Danu sedang gencar mendekatinya seperti yang dikatakan beberapa temannya. Kata temannya, Danu itu menyukai Rintik.

Pada akhirnya mereka berdua meninggalkan gedung olahraga keluar pula dari wilayah kampus. Motor Danu dilajukan dengan hati-hati supaya penumpangnya nyaman dan menikmati perjalanan.

“Kita makan dulu, Yuk. Nasi goreng mau? Deket kos aku ada nasi goreng enak banget,” seru Danu dengan suara agak tinggi supaya tidak kalah dengan suara angin.

“Nggak bisa, Kak. Aku mau makan di rumah saja, Ibuku selalu masak. Kalau Kak Danu mau gabung aja sama keluargaku nanti.”

“Nasi goreng saja, Rin!”

Perkataan tegas Danu membuat Rintik merasa tidak nyaman. Terlebih lagi ketika Danu benar-benar mengemudikan motornya ke arah yang berlainan dari arah menuju rumah Rintik. Tidak senang sekali ketika Danu memaksa kehendaknya.

“Kak, aku nggak bisa ikut makan. Turun di sini aja, aku mau pesen ojek online!” ucap Rintik dengan nada kesal.

“Rin, turuti keinginan orang yang menyukaimu ini. Bukannya kamu juga suka aku, ya? Kok nolak diajak makan doang?”

“Siapa yang suka, Kak? Aku nggak suka. Aku bahkan lebih nggak suka karena Kak Danu ternyata pemaksa!”

Agaknya Danu tidak terima dengan perkataan Rintik. Terbukti dari motor yang mendadak dilajukan dengan kecepatan tinggi. Bahkan melewati penjual nasi goreng yang dimaksud Danu, sepertinya. Rintik kurang paham kawasan itu. Tapi, dia berusaha tenang.

Sampailah mereka berdua di kos-kosan yang cukup ramai. Di depannya tertera jelas bahwa itu adalah kos laki-laki, akan tetapi Rintik mendapati perempuan yang baru keluar dari sana. Dia tidak peduli, Rintik segera turun dan bergegas memesan ojek online. Usahanya tersebut kembali digagalkan oleh Danu yang kini tidak lagi berwajah ramah. Ponsel Rintik dirampas.

“Apa? Sepertinya Kak Danu ini memang bukan orang baik.”

Dengan sengit, Rintik melototi Danu. Kekesalannya semakin menjadi-jadi. Tangannya yang tadi digenggam Danu pun segera dilepaskan dengan kasar. Dirasa tidak aman berada di sana, Rintik pun segera melangkah menjauhi tempat tersebut.

“Mau ke mana, sih? Nanti aku anterin!”

Danu berhasil menghentikan Rintik. Dia bahkan terus saja memaksa Rintik untuk mengikuti langkahnya. Tidak dipedulikan lagi jika genggamannya pada tangan Rintik melukai perempuan itu. Tidak peduli pula meski Rintik berteriak meminta tolong dan berusaha membebaskan diri dengan menendang perut Danu. Namun, usahanya tersebut gagal dan hanya membuat Danu semakin kesal.

Perempuan itu diseret dan diajak masuk ke salah satu kamar. Didorong tubuh Rintik hingga menggelepar di kasur. Pintu kamar kos dikunci. Rintik semakin berteriak berusaha ada yang mendengar, lalu membantunya.

“Anjing! Apa, sih, mau Kakak?”

Perkataan itu keluar sembari Rintik menendang perut Danu untuk kedua kalinya. Dia memasang tubuh siap melawan meskipun Rintik sendiri tahu bahwa Danu adalah orang yang paling jago karate di kampusnya.

“Udah, lah. Kamu, tuh, nggak akan menang lawan aku. Sini aku ajarin biar bisa ngalahin aku!” Dengan senyum jahat, Danu mulai mendekati Rintik yang masih berada pada posisi bersiap melawan. Dia membuka kausnya sebelum celananya juga.

“Kamu bebas berteriak di sini. Mendesahlah dengan cantik dan sepuasnya. Nggak perlu takut didenger tetangga. Ruangan ini kedap suara, kok.”

Rintik panik sekali dibuatnya sebab dia paham niat busuk Danu. Rintik melirik sekelilingnya yang sangat menjijikkan karena terdapat beberapa botol kosong bekas minuman keras dan puntung rokok. Satu botol bekas minuman keras berwarna hijau itu berhasil digenggamnya. Dengan cepat pula dibenturkan ke lantai hingga pecah ujungnya.

“Menjauh atau aku benar-benar akan melukaimu, Kak?" teriak Rintik sembari mengarahkan botol minuman keras yang siap mencipta luka.

Agaknya Danu sudah terlalu biasa dengan situasi semacam ini. Dia berhasil mencekal tangan kanan Rintik hingga melepas botol yang akan dijadikan senjata untuk melawan. Dengan cepat pula Danu melakukan keinginannya. Rintik sungguh terkungkung dalam niat busuk Danu. Rintik kalah.

“Siapa suruh tadi bilang kalau nggak suka aku, Rintik! Secantik apa kamu sampai mau menolak laki-laki yang jadi incaran banyak perempuan ini! Sialan!”

Rintik mendapat tamparan ketika Danu selesai menyampaikan kekesalannya. Perempuan itu sudah tidak berdaya. Pemberontakannya justru diberi balasan berupa pukulan ataupun tamparan. Intinya, Rintik diperlakukan dengan kasar.

“Setelah ini kita pacaran! Suka nggak suka, kamu nggak bisa nolak!”

Air matanya kini bahkan tidak lagi menetes. Sudah tidak ada lagi bahasa tubuh yang bisa digunakan untuk menyampaikan kekesalannya pada Danu. Sudah terjadi semuanya. Rintik sendiri masih tidak paham kenapa semesta membiarkan orang seperti Danu ada di kehidupannya. Entah apa maksudnya, tapi yang jelas Danu melakukan semuanya bukan karena suka ataupun cinta pada Rintik.

Terkait sebab yang sebenarnya, Rintik tidak akan pernah menemukan jawabannya. Orang yang tahu sebab itu telah tiada. Danu tewas mengenaskan di tangan Rintik dengan leher yang masih tertancap botol minuman keras yang sebelumnya telah dipersiapkan sebagai senjata.

Rintik yang bermata sembab dan memiliki luka di beberapa titik wajahnya itu perlahan bangun. Dia menyingkirkan jasad Danu yang masih berada di dekat tubuhnya dengan santai. Dia hanya menggesernya menjauhi tubuhnya, dibiarkan begitu saja setelahnya. Kemudian dia berdiri dan kembali mengenakan bajunya. Rambutnya yang berantakan segera ditata seperti semula. Dia bersiap pergi meninggalkan ruang itu. Dia juga bersiap meninggalkan lingkungan yang sungguh tidak nyaman.

“Kamu beneran bukan orang baik rupanya, Kak,” ucap Rintik dengan senyum simpul menatap orang yang membuatnya menjadi pembunuh.

Kamar Danu dikunci dari luar oleh Rintik. Kuncinya dibawa menghilang dengan santai oleh perempuan yang bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Sikap santai Rintik tersebut rupanya memang tidak mencipta tanya orang sekitar yang tidak sengaja berpapasan dengannya.

Rintik menyadari bahwa tempat itu tidak hanya jahat untuknya, tapi juga untuk perempuan lain. Tadinya Rintik ingin segera pergi. Tapi, ketika menatap perempuan yang sedang ditarik paksa oleh lelaki yang tidak dikenalnya membuatnya mengurungkan niat.

Rintik yang masih dipenuhi kekesalan pun melampiaskan pada lelaki yang tentu akan berniat sama seperti Danu. Dia berkelahi dengan membayangkan bahwa itu Danu. Kali ini Rintik menang. Dia akhirnya menyelematkan perempuan yang hampir bernasib seperti dirinya. Dia cukup senang, meskipun dia juga kesal karena kurang bisa menjaga dirinya sendiri.

Kini, Rintik sudah lega ketika ayah dan ibunya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Keduanya pun cukup puas ketika tahu yang terjadi pada pelaku meski rasa tidak terima tetap saja ada dan agaknya akan diluapkan pada orang terdekat pelaku. Rencana balas dendam teralihkan sejenak sebab kini Rintik ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan atas nama Danu oleh polisi.

Apa Rintik tetap akan menyandang status pembunuh? Bukankah sepenuhnya dia akan menyandang status korban? Jelasnya, ini tidak menyenangkan.

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler