Skip to Content

Nastar Nanas Spesial

Foto Natasia Deva

NASTAR NANAS SPESIAL
(By Deva)

Rencana tinggal rencana. Agendanya minggu lalu, mama mau bikin kue Nastar Nanas. Tapi mana? Kagak jadi terus! Ahhh…! Mana toples-toples pada kosong semua lagi. Gak ada yang dimakan. Cemilan juga habis terus gara-gara Dodo kerjanya makan terus. Padahal kemarin pagi kan baru beli, tapi besok paginya sudah ludes dilalap si jago motor. Jadi katanya,
“Maaf, kak! Kemarin aku bawa ke kamarku. Tadinya gak mau dihabisin. Tapi toplesnya ternyata bocor!”
“Ahhh… Maksudmu bocor ke perut kan?! Candaan lu garing, cungkring!” semprotku tepat di depan wajahnya.
“Kok cungkring sih! Ihh… Kakak gak ngaca!” balasnya ikut nyemprot kayak baygon.
“Emang parah?! Kakaknya sendiri cuma dapat jatah 10 persennya doang. Tega lu! Lu tega!” ucap Maria langsung lari ke kamar dan….. Lanjutin sendiri ya khayalannya!

Skip! Skip aja yang tadi!

Baru saja Maria mengumpat dalam hati, tiba-tiba aroma nanas tercium ke seluruh penjuru ruangan. Maria memantabkan kaki mencari-cari asal wangi nanas semerbak itu. Ia melangkah ke dapur. Menjumpai Bosh, anjingnya dan membelainya beberapa detik lalu mendapati mama dan Dodo yang sedang mengaduk isi wajan bersamaan. Wajan besar yang berisi parutan nanas berwarna kecokelatan. Terlihat sudah matang sepenuhnya. Sedikit demi sedikit air parutan nanas menguap memenuhi ruang sempit itu. Menggugah perut bunyi dan air liur menetes. Melihat mamanya ditinggal Dodo mandi. Maria berpikir, apa sebaiknya dia membantu? Kembali dia perhatikan mamanya itu, sepertinya memang terlihat begitu pegal sedari tadi berdiri mengaduk isi wajan itu. Mungkin daripada hanya duduk diam menulis di depan komputer dengan otak kosong tanpa jeda. Lebih baik ia membantu mamanya itu.

Dodo masuk ke kamar mandi dengan membawa sehelai handuk dan celana dalam berwarna biru cerah. Meninggalkan dua perempuan yang sedang sibuk mencoba membuat kue. Maria hanya bisa geleng-geleng kepala. Itu anak memang deh selalu bikin kepala geleng-geleng.

Mendengar tawaran Maria yang ingin membantunya, ibu muda itu segera memberitahu tempat dimana tas berisi bahan-bahan kue yang sudah disiapkan. Cepat dan tanggap Maria masuk ke kamar mama dan mengambil tas putih besar yang dimaksud. Berjalan ke depan pintu samping dan mengeluarkan semua isi tas dan mengecek apa semua bahan sudah sesuai dengan daftar bahan yang ada di buku panduan cara membuat Nastar Nanas. Kemudian Maria meminta tolong mamanya menyiapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Seperti beberapa sendok dan baskom berbagai ukuran dan juga plastik untuk sampah kulit telur dan sampah lainnya nanti. Tidak lupa sebuah gunting untuk membuka kemasan.
“Semua sudah siap. Ayo berperang!” teriak Maria kekanak-kanakan. Dengan berbekal buku panduan itu, Maria mengikuti step-step yang dianjurkan. Menakar terlebih dahulu sesuai ukuran, memisahkan putih telur dengan kuningnya, dan menuang beberapa bahan ke dalam baskom seperti gula bubuk, vanili, tepung maizena, kuning telur, dan margarin. Mamanya juga ikut membantu setelah parutan nanas matang ia letakkan di piring. Mama membantu mengaduk dan memixer gabungan bahan yang sudah ditakar Maria.

Selagi mamanya mengaduk campuran bahan lainnya, Maria membantu menuang satu perempat kg tepung terigu dan memperhatikan mixer itu berputar.

Karena menunggu adonan lembut yang memakan waktu, Maria duduk di depan televisi sambil nonton Uttaran di channel ANTV. Film kesukaan keluarganya itu sejak beberapa hari belakangan ini. Tapi karena saking serunya Uttaran, Maria jadi lupa untuk membantu mamanya. Gadis 18 tahun itu menghampiri mamanya dan sudah mendapati beberapa adonan yang telah berbentuk bulat. Maria kembali duduk di samping mamanya dan ikut membantu mengulum adonan menjadi bulat kue yang kemudian diisi parutan nanas yang sudah matang tadi.

“Ma, aku coba panggang di microwave ya!” pinta Maria sambil menggenggam satu bulatan kue nastar nanas yang akan jadi kelinci percobaan.
“Iya, dicoba dulu aja!” ujar mama setuju. Maria duduk di depan microwave dan memasukkan kue itu di tengah-tengah piring microwave. Menekan tombol start. Kemudian menunggu reaksi pereaksi yang terjadi di depan pembatas transparan itu. Dia jadi saksi kunci peristiwa ini, batinnya. Piring microwave berputar seiring detik waktu. Adonan yang ada di dalamnya tiba-tiba lumer dan meleleh seakan dibakar langsung di atas api. Maria tetap menunggu. Ia ingin tahu setelah ini akan jadi apa kelinci itu. Beberapa detik setelahnya, kue itu mengering dengan hasil gosong di bagian dalamnya. Maria menggerutu kecewa pada mamanya begitu juga ibu berumur 42 tahun itu.
“Memang gak bisa. Bener kata papa, microwave itu manasin bagian dalamnya dulu. Bukan manggang bagian luarnya kayak oven. Microwavenya gak cocok buat oven,” simpul Maria memberitahu mamanya.
“Ya sudah, pakai yang wajan hitam aja. Katanya wajan itu bisa buat manggang kayak oven,” ucap mama tetap optimis. Maria mencerna ucapan mamanya. Memangnya bisa ya? Tapi memang kue yang dulu sih bisa, gumam Maria sambil mengangguk-angguk paham setelah ingat bolu hitam buatan mamanya dulu.

Di atas kompor yang menyala, mama meletakkan wajan istimewa miliknya. Sedangkan Maria menaruh satu per satu adonan kue berbentuk bulat-bulat itu ke dalam wajan dan menatanya agar tidak bersentuhan. Berjaga jarak agar tidak saling bersenggolan. Setelah sekiranya tidak ada tempat kosong lagi, mama menutup wajan itu dengan tutup kaca jodohnya. Dan kembali menunggu. Dilihatnya bantuannya tidak dibutuhkan lagi, Maria berjalan ke depan tv dan duduk lagi di depannya. Toh setelah ini tinggal diletakkan di piring lalu didinginkan dan dipindahkan ke toples, tugasnya sudah selesai.

Lima belas menit kemudian, mama sudah datang membawa sepiring nastar nanas matang. Wanginya langsung menusuk hidung Maria.
“Wanginya harum,” ujar Maria sambil mengendus-ngendus uap kue yang menyeruak itu. Klurukk! Kluuruuk! Perutnya makin keroncongan. Ia juga penasaran hasil buatan mamanya dan dirinya itu. Lalu Maria mengambil satu buah dan perlahan menggigit sedikit kue bulat itu ke dalam mulutnya dan mengulum dengan menggunakan lidahnya.
“Enak, ma,” ucap Maria tersenyum lebar.
“Makasih,” balas mama bangga.
“Perasaan, ini kue terenak yang pernah kita buat deh. Daripada dulu Negro Cake buatan kita bantat terus,” ucap Maria lagi sambil menata nastar nanas panggangan pertama ke dalam toples. Mama Maria tersenyum geli mendengar ucapan anaknya.

“Oiya pas mau buka puasa nanti, kamu antar ini ke Bu Emi ya!” suruh mama sembari mengambil beberapa buah kue itu dan memasukkannya ke dalam toples kotak kaca kecil.

Melihat kotak kecil bekas tempat coklat itu, Maria teringat ia punya pita emas masih bagus. Cepat-cepat Maria mengambil pita kuning keemasan miliknya dan menempelkan pita itu ke tutup toples itu dan menatanya semenarik mungkin. Maria langsung tersenyum simpul melihat tampilan baik toples itu.
“Nah, jadi bagus deh,” ucapnya di depan mamanya. Ibu cantik itu tersenyum lagi.

Menjelang berbuka. Setelah kiranya hujan deras berhenti, Maria berlari ke rumah sebelah tempat Bu Emi tinggal. Dan mengetuk pagar hitamnya dan menunggu. Dari sana terlihat pintu ruang tamu rumah itu terbuka dan ada Bu Emi juga ibunya yang sedang duduk menatap televisi.

Tok! Tok! Tok! Bu Emi menengok keluar dan mendapati Maria sedang mengetuk pintu pagar rumahnya dan tersenyum.
“Eh Maria! Mau ngasih kue ya?” ucapnya ramah. Kok dia bisa tahu ya? Ahhh mungkin insting kali ya! Tebak batinnya sedikit geli.
“Iya,” jawab Maria membalas senyumnya.
“Maria yang buat ya?” tanyanya masih dalam posisi duduk tidak bergeser.
“Iya sama mama juga,” jawab Maria semangat.

Beberapa detik setelahnya Mbak Ita menghampiri Maria dan menerima sekotak kue dari anak kecil itu.
“Makasih ya!” ucapnya dan Bu Emi bersamaan. Maria mengangguk gembira dan meninggalkan rumah itu kembali ke rumahnya.

Tidak tahu kenapa setelah kejadian tadi Maria merasa lega. Mungkin kelegaan bahagia karena sudah memberi sesuatu kepada orang lain. Apalagi memberi kue sederhana buatan keluarganya itu yang telah dibuat dengan cinta mamanya dan dia. Maria harap Bu Emi akan menyukainya dan mengatakan satu kata yang ingin di dengarnya.
“Enak!”

THE END

Komentar

Foto SIHALOHOLISTICK

sekedar masukan..... saya

sekedar masukan.....
saya pribadi melihat, ide dalam tulisan saudari bagus, namun dalam penyampaian ide ini tidak membuat pembaca merasa ingin menyelesaikan untuk membacanya, (sababnya?) ya karena dari judul saja sudah ketebak apa yang akan terjadi. Judul yang dibuat juga kurang "eye-cathing" (istilah kitanya: kurang menarik mata). Judul sekurang-kurangnya menyimpan misteri yang memaksa pembaca untuk mengetahui "ada apa? ada apa? dan ada apa?"
"NESTAR NANAS SPESIAL" yang ada dipikiran pembaca, ya kue, makan-makan dan tidak ada uniknya, kalau tidak dibeli ya di masak, atau ya, masakan mama. Cerpen berbeda dengan puisi yang bahasanya simetris, dalam cerpen kita memang akan bicara panjang lebar (mimik, tingkah laku, intonasi) bisa digambarkan dengan kata-kata narasi.
Ide yang begini, rasanya akan tetap kurang menjadi perhatian pembaca (yang mungkin kita mengharapkan pembaca dari seluruh penjuru dunia), pembaca mengharapkan setelah membaca mereka mengetahui sesuatu yang belum mereka ketahui sebelumnya, dan ini tidak ada di cerpen saudara, semua sudah terjawab setelah membaca judulnya saja. Bagi pembaca yang tidak suka nestar nanas (gimana? hayooo?). Nah, kita tidak boleh menyajikan tulisan untuk sekelompok orang saja, harus yang universal (jika tulisan kita berupa prosa, misal: cerpen, novel, dan lain sebagainya) terkecuali jika tulisan kita merupakan kajian bidang ilmu, yang mungkin hanya untuk orang-orang tertentu (misal: "metode mengajar"-kita peruntukkan untuk orang yang dunianya di mengajar; atau "menyikapi dunia bisnis di era kerja nyata"- kita peruntukkan untuk kalangan pebisnis, dan lain sebagainya.
Sebagai kesimpulan: tulislah sesuatu yang kira-kira belum banyak diketahui orang lain untuk diketahuinya.

Salam kenal dari Tanah Batak Sumatera Utara

=@Sihaloholistick=

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler