Bila penyair kritis protes atas demokrasi yang diperjual-belikan.
DEMOKRASI CELANA DALAM
kau mulai jenuh mengunyah hujan dari air mata demokrasi
pagi-pagi sekali kau kibarkan celana dalam di lokalisasi
tak hanya satu tapi beratus ratus celana dalam, dengan warna yang bervariasi
padahal hari itu katanya pesta demokrasi tapi kau malah menelan ektasi
lalu; berkibarlah ratusan celana dalam buruk milik para wanita tuna susila,
berkibarkibar di sapu ijuk di atap wisma lokalisasi
seakan ingin mengalahkan semaraknya bendera Parpol
Imbauan 5 menit pilihan anda dalam bilik suara sangat menentukan masa depan bangsa
keok dengan tuntutan perut; yang penting ada duitnya
tak puas mengibarkan ratusan celana dalam buruk, kau juga mulai mengumpulkan kutang
kutang usang yang bukan utang
di dalam bilik kecil, kau juga sempat mengedor pintupintu wisma
saat pintu dibuka kau mengambil celana dalam dan kutang
di tepi ranjang
padahal di dalam bilik 2 orang lagi asik bergoyang di dipan
mana yang lebih penting; 5 menit di dalam bilik suara Pemilu
atau 5 menit saat pencoblosan di dalam bilik bersama pelanggan?
di bilik suara mencoblos dengan dengan bayaran murah plus janji palsu
di ranjang lokalisasi dicoblos dengan bayaran yang lebih mahal plus bonus
(ketika ranjang asik bergoyanggoyang, seorang politisi asik berpidato di layar televisi)
detikdetik menjelang pencoblosan, ratusan wanita tuna susila terburu-buru
antri di depan bilik suara, tak pakai celana dalam dan kutang
5 menit lagi pencoblosan suara ditutup, birahi perlu segera dituntaskan
dicoblos dulu baru mencoblos
sekalipun harga mencoblos lebih murah dari harga dicoblos
suara rakyat diperlukan pada saatsaat tertentu
kebutuhan perut dan di bawah perut diperlukan setiap saat
apakah 5 menit di dalam bilik suara lebih menentukan
daripada 1 menit ejakulasi di dalam kamar lokalisasi?
Kau masih saja mengunyah air mata demokrasi
menulisi sejarahsejarah yang kelam dari periode ke periode
menghitung suram selama 5 menit dalam bilik suara
tanpa memakai celana dalam dan kutang
karena demokrasi telah mati
*Protes para Penyair Se Indonesia melalui buku Antologi puisi -prosa Liris 50 Penyair Indonesia(penerbit Kendi Aksara- Bali)
Komentar
Tulis komentar baru