Skip to Content

Taman Pohon Jati

Foto hajar

Sadira selalu suka tantangan. Saat melihat temannya- Vina mendapat tahta satu tingkat diatasnya maka tubuhnya memanas. Dia memang tipe gadis yang gampang tersulut. Ambisinya untuk menjadi lebih baik selalu tak pernah sirna. Dan bagi teman temannya dia adalah Suhu. Master dalam setiap pelajaran berbau timur tengah. Pernah kudengar betapa fasihnya dia berbicara bahasa samawi itu. Andai semua gadis berkerudung seperti dia pasti Alexandra akan ketar ketir. Dialah cerminan paling layak untuk melihat bagaimana seorang muslimah seharusnya. Meski otaknya encer aku tau dia ramah. Bahkan pada adik kelasnya pun dia tau bagaimana caranya lewat didepan mereka dengan sopan.

Ada hal menarik darinya. Di tempat kami berada, tersebutlah namanya Taman Jati. Area tanah yang diteduhi banyak pohon Jati yang daunnya meranggas tiap hari. Bila angin khas bibir laut menerpa, kanopinya yang tinggi dan agak bengkok bergoyang goyang. Daunnya yang hijau melambai dan yang tua menjatuhkan diri. Beberapa gazebo dibawahnya duduk tenang diantara kesiur angin dan luruhannya. Disana, disalah satu pepondokan itu Sadira akan duduk sambil menarikan pen-nya. Buku harian bersampul tebal berwarna coklat gelap akan dia penuhi dengan berbagai coretan. Cita citanya sederhana. Menjadi wanita bahagia yang berbakti pada suami yang baik hati. Mendidik anak anaknya menjadi generasi yang baik. Lalu seorang pemulung tua lewat didepannya. Wanita berambut uban dan bungkuk. Tangannya gemetar dan tulang berbalut kulit coklat gelap. tiba tiba hatinya remuk. Seakan diremas oleh tangan tak kasat mata.

Bila itu adalah dirinya... atau orang tuanya?!. Tidak tidak! dia menggeleng kuat. kemanakah anak anaknya? tidakkah dia memiliki keluarga?. Lalu saat pemulung itu menemukan sisa roti digazebo nomor 3. Tersenyum lebar dan mulai memakannya TIDAK!

Sadira tersentak. Sekeji  itukah dunia? sayang untuk melangkah mendekat dia tak bisa. gengsikah? malukah? setega itukah? Tak ada yang tau. Dia berangsur mengalihkan pandang dan mulai berembun. awan menggantung dan menitikkan air. Cih, naif benar hati manusia. Kutanyakan pada langit mengapa kita sebejat itu? Burung burung walet hanya tertawa mengejek. "mau maju bagaimana? wong begitu saja kalian hanya sok peduli?" kata mereka.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler