Skip to Content

Banjarnegara

Foto Mukhlis

Banjarnegara 1

 

Kucuran air itu bukan hujan sayang, tapi itu air mataku

Ketika kau gunduli rambutku, kau potongi kaki-kakiku

Aku menangis, tapi kau tak dengar

Aku meratap, tapi kau tak tanggap

Aku menjerit, tapi kau tak peduli lagi siapa diri ini

Aku adalah sahabat sejatimu walaupun engkau tak mengakui

Aku adalah penjagamu, memberi dan memberi apa yang menjadi kebutuhanmu

Tapi mohon maaf, kali ini aku tak mampu lagi memberi

Bahkan aku menyusahkanmu, membebanimu, membuat saudara-saudaraku yang lain menderita

Aku sedih bukan kepalang

Mungkin engkau tak percaya, namun lihatlah gerimis ini

Gerimis yang lama-lama semakin lebat, adalah air mataku, wujud kesedihanku

Aku adalah sahabat sejatimu, walupun engkau tak mengaku

Aku tak ingin membebanimu

Namun aku tak lagi kuasa

Karena semua adalah akibat ulahmu

 

 

Banjarnegara 2

 

Huerrr, gludug-gludug....darr!

Allahu Akbar, Allahu Akbar, awas-awas, longsor-longsor!

Gemuruh itu terus berlangsung

Suara tangis, jeritan, dan histeria sekejap terucap

Setelah itu lenyap

Menit-menit kemudian tidak lagi ada histeria

Hanya rintihan dan permintaan tolong dari sebagian kecil korban yang masih bernafas

Tolong, tolong, tolong!

Suara minta tolong itu terucap lemah, memelas, nyaris tak terdengar

Suara memelas itu potret asli diri kita para manusia yang lemah

Tanpa bantuan alam, lingkungan, dan Tuhan, manusia tak punya kuasa

Manusia lemah tak kuasa apa-apa


Puisi ini sebagai bahan renungan untuk kita mampu bersahabat dengan alam lingkungan dan mengelola SDA dengan bijak.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler