setelah puas berjalan-jalan di ibukota, ia pun pulang ke samudera
matahari kembali ke istananya tapi istananya itu telah jadi kolam pancing
dan ia tak bisa apa-apa, hanya bisa melongo saja
di dapur-dapur kelam yang kemarin terendam
semut-semut urban sibuk merendam airmatanya
lalu bergegas keluar sarang, membersihkan sisa lumpur di halaman
katak-katak loncat asyik bermain orchestra di rawa-rawa
beradu merdu di TV_TV, memperdengarkan kembali
seribu nyanyian basi
matahari masih lembab, bulan pasangannya apalagi
di antara timbunan sampah dan tumpukan masalah
tikus-tikus kembali berkeliaran, ular-ular liar berseliweran
semakin merajalela
February menyeka matanya yang sembab, anginnya masih lara
di sepanjang bantaran sungai dan di pinggir-pinggiran sekali
rumput-rumput yang kemarin kuyup direndam hujan
terbaring lemas tak bermaya
“banjir kemarin bukanlah banjir yang pertama
bukan pula banjir yang terakhir”, bisiknya pada diri sendiri
“selama kita masih rajin membuang sampah sembarangan
selama raksasa-raksasa itu masih suka menggunduli bukit-bukit serampangan
selama matahari dan bulan masih suka bermain citra di balik hujan
maka aku yakin, bila hujan tiba banjir itu juga pasti kembali
kita adalah pelanggan masalah yang paling setia sedunia
pelanggan airmata nomor satu”, gumamnya
angin mendehem, dingin seolah mengejek
rumput itu pun bergegas mematikan lampunya
di luar angin mendehem lagi, tapi ia sudah menutup kupingnya
ia terlelap, bermimpi mandi dengan bidadari
Batam, 11.02.2015
Komentar
Tulis komentar baru