Dari ingatanku yang murung kau tak ubahnya penggoda. Pusat tatap
dari sejuta kagum ingin dilumatnya setiap inci milikmu. Getas aku
pada aroma tak seronok kau pikat lelaki masuk perangkap. Cahaya samar
menguar dari setiap pori-porimu. Serupa bunga nektarmu mengundang kumbang
mendekat untuk cumbuan. Dan, dari ingatanku yang murung dalam tidurku
engkau mewujud dasamuka. Rahwana dari Alengka negeri angkara murka. Runcing
ujung kukumu nyaris serupa pedang. Merobek dada dan jantungku kau lalap tak bersisa.
Betapa sia-sia aku menjadi lelaki yang murung. Selalu menatapmu dengan rasa
tergadai tanpa mampu kutebus. Rentemu mencekik dan aku tersedak. Tak kuasa
menjauh dari kemaruk alangkah beban menindih. Masih tercium siasat
untuk itu kau tak pernah berhenti menabur maksiat pada hati labil. Betapa malang
menjadi penjaja pada setiap pintu kau tawarkan kelakar. Sementara itu
dalam ingatanku yang murung kutemukan tubuhmu tanpa selembar benang.
Serupa perenang pada kolam perlombaan tanganmu bergerak-gerak. Ingin
menggapai sesuatu untuk berpegang. Leherku.
Komentar
Tulis komentar baru