Dear januari .....
Datangmu begitu tepat, tak kala aku yang masih berselimut harus cepat mengais bawaanku
Lalu terbangun dan mengemasi lemari-lemari kesibukanku
Waktu yang kau tuangkann belum teruntuk kata cukup
tuk menyirami ketegaran hati yang masih teramat pilu itu
lalu
Lembar daun hidup yang kau layangkan dalam jiwaku masih mengembara
Entahlah, sampai pada refolusi ke berapa kali ini
Atau sampai pada tahun
Atau bahkan berpuluh-puluh tahun kesekian yang kan ku dapati
Aku hanya debu yang pasti diterjang angin lalu sirna
Aku hanya arang sekali dibakar disisakan dan akan hilang dalam bara lalu kembali ke abu
Hidup ini penuh warna
Kau mengatas namakan abu pada awal dan akhir januari ini
Abu adalah asal muasal kehidupan hidup
Kelabu adalah akhir dari sebuah kematian
Kita tak lagi menunggangi keledai yang sama
Tuk menyusuri padang mimpi kita
Kita terpecah oleh ruang pembatas dan waktu
Di pertengahan abad kisah januari
Tlah tergariskan tangis serta kertak gigi para pemberontak perempuan
Darah belum mengalir
Namun rinai darah airmata membakar tajamnya ingatan mereka
Januariku yang malang ....
Kau adalah ketabuhan hidup bagi tangisan semu
wajah-wajah para perempuan merengek di atas pembaringan
Mereka dicekik diawal januari
Berlarut sampai awal pertengahanmu
Sudilah kau memutar kembali
Januari yang tak bernyawa ini
Gemilangnya kota-kota menyuarakan tahun baru penuh bulan darah airmata
Kau tak lagi sama januariku
Kita juga tak sama cerita
Umurmu makin tua
Kau kan merangkak dalam ketuaan dan kesengsaraan tujuhbelasmu sedang kami
Tertawa di atas kikisan para lelaki yang menghujat bumi perempaun
Januariku yang malang ....
Bila tlah lewat jalanmu ini ke hulu menyebrangi hilir
sampaikan aminku pada kedelapan belasmu bahwa
Hidup juga butuh kemudaan dan ketuaan
Agar kami yang tertawa juga mampu menyisahkan tenaga
tuk menyusuri jalan bersamamu sampai pada persimpangan berikutnya
Jogjakarta 11 januari
Entahlah, sampai pada refolusi ke berapa kali ini
Atau sampai pada tahun
Atau bahkan berpuluh-puluh tahun kesekian yang kan ku dapati
Aku hanya debu yang pasti diterjang angin lalu sirna
Aku hanya arang sekali dibakar disisakan dan akan hilang dalam bara lalu kembali ke abu
Hidup ini penuh warna
Kau mengatas namakan abu pada awal dan akhir januari ini
Abu adalah asal muasal kehidupan hidup
Kelabu adalah akhir dari sebuah kematian
Kita tak lagi menunggangi keledai yang sama
Tuk menyusuri padang mimpi kita
Kita terpecah oleh ruang pembatas dan waktu
Di pertengahan abad kisah januari
Tlah tergariskan tangis serta kertak gigi para pemberontak perempuan
Darah belum mengalir
Namun rinai darah airmata membakar tajamnya ingatan mereka
Januariku yang malang ....
Kau adalah ketabuhan hidup bagi tangisan semu
wajah-wajah para perempuan merengek di atas pembaringan
Mereka dicekik diawal januari
Berlarut sampai awal pertengahanmu
Sudilah kau memutar kembali
Januari yang tak bernyawa ini
Gemilangnya kota-kota menyuarakan tahun baru penuh bulan darah airmata
Kau tak lagi sama januariku
Kita juga tak sama cerita
Umurmu makin tua
Kau kan merangkak dalam ketuaan dan kesengsaraan tujuhbelasmu sedang kami
Tertawa di atas kikisan para lelaki yang menghujat bumi perempaun
Januariku yang malang ....
Bila tlah lewat jalanmu ini ke hulu menyebrangi hilir
sampaikan aminku pada kedelapan belasmu bahwa
Hidup juga butuh kemudaan dan ketuaan
Agar kami yang tertawa juga mampu menyisahkan tenaga
tuk menyusuri jalan bersamamu sampai pada persimpangan berikutnya
Jogjakarta 11 januari
Komentar
Tulis komentar baru