Titik telah berpulang kehulu tanya,
saat
: darah sembunyi dalam tangis
waktu mengintip suara di bawah arti setajam makna,
menunggu koma yang telah duduk menjemput rahasia dalam raga
Sekarang; ikhlaslah tubuh tak lagi tumbuh
Datanglah!
engkau wahai permata di kaki subuh
tuntun haluan angin di tangan purnama akhir:
bingkis segala pesan ungkap sejuta titah
Penjarakan segala Tangis yang mengikat simpul-sendi urat-nadi
pecahkan tekatekinya; sungai
: tentang mata, telinga dan rasa.
Wahai langit; ijinkan
: atas awal yang terakhir
Aku akan datang meramu rasa di lamunmu; jangan tutup awan
Aku hanya tamu di balik tanya;
Duhai Baginda Ratu, ber-sabda-lah dalam kalbuku;
jangan diam sepucat makna
goreskan pena-pena lakumu dalam sifatku;
Aku ingin pahami bahasa angin yang menyinggahi jantung tubuh-alam ini
Aku belum mengerti
: Apa itu arti? Apalagi makna yang tersembunyi.
kenapa ada ikhlas secepat rasa?
Bukan kumengeluh, apalagi mengutuk kehadiran taqdir
sebab taqdir aku mensyukuri perjumpaan nasib
Aku hanya bertamu ke-dalam tanya; tentang rasa.
Wahai gumpalan Tawa;
Lihatlah tangis;
Sekarang kaki-kaki akal telanjang di rumahnya
: duka
Rintihan kosong, dengan mata hampa tidur-terjatuh
Mimpi jadi putik subur.
Sadar-lenyap di atas penjamuan bintang
Mati rasa; Buta-bahasa tak terbilang
Sedetik lepas
Menetes masa ke dalam darah
: putih
Langit-Bersih
Hilang
Wajah terbayang tenggelam-padam;
Tidurlah kutub
Berbaringlah api
Mentari!
Jatuhlah malam ini; Jangan biarkan aku bermimpi agar mengerti
; Duhai pagi.
Mata! sadarkan aku; rasa
Aorta! Berhentilah-jantung;
Mendengung
Lurus.
Ingatkan aku
: Semua akan pulang menjemput masa
Karena kita
: adalah tamu sebagai taqdir yang mensyukuri perjumpaan nasib
Komentar
Tulis komentar baru