Skip to Content

Pengemis Tua

Foto Rasull abidin

Ia bersandar pada tiang bendera

Diusapnya lembut peluh wajah keriput

Tatapan matanya kadang kebawah,

belum ada suara gemerincing koin

Jatuh dalam mangkuk usangnya

 

Aduh…dimana lagi keresahan harus disembunyikan,

Biar senyumnya mengembang seindah lagu

Aduh…bagaimana menghibur lapar

Biar rasa perih masih bisa di redam…

 

Tapi sampai kapan ?

Apakah sampai roh terbang melayang ?

 

Ia memandang…,

Wajah menghiba tampak dari sorot matanya,

Tapi,

Tak ada rasa iba  yang menjawab rona wajahnya,

Semua mata berpaling…!

Seakan pandangannya membentuk garis panjang,

 

Rasa kemanusian menjadi sirna

Di hempas panas terik ibu kota,

Mencekam seperti rimba raya.

 

Ibu ibu, bapak bapak, remaja remaja…

Kepedulian menjadi buta,

Kemanusiaan tak nampak lagi,

Apalagi pemerintah ?

Apalagi tuan tuan dan nyonya nyonya ?

Konon mereka menjadi buaya…

 

Apakah memang ini “jakarta”…?

Bagai gurun yang dahaga,

Atau seperti hutan rimba ?

 

Aku tak percaya…”ini Indonesia”…!

Masihkah aku berdiri di tanah tercinta

Yang orang berkata ” indonesia berbudaya “…

 

Aku sungguh tak percaya…

Keganasan ibu kota,

Menghamburkan jalinan persaudaraan

Ketika semua berlomba,Mencari makan…

Memalingkan wajah kepada pengemis tua

 

Apakah jakarta kan tetap seperti ini ?

Didalamnya bagai mesin pabrik

Memproduksi banyak gelandangan

Memperbanyak kaum miskin

Dan memproduksi banyak kaum kapitalis,

 

Pengemis tua…

Yang bersandar di tiang bendera

Menahan perih kelaparan,

Di bawah megahnya restoran bintang lima

Dan “anjing anjing”nya mengonggong

Menghela !,

Karena para tamunya kehilangan selera.

 

 

Rasull abidin, 30 mei 2013

Jakarta.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler