Air Laut Membalut Surgaku
(in memoriam levina)
saat tuhan mengulum
air laut
siapa bisa menuduh
tuhan itu kejam
(masih teringat saat gusti eka menjulurkan tangan)
aku takut melempar kamera
was melempar tubuh
keluar sebagai buruh
aku memilh menjadi bangkai
memeluk frame lensa
sambil mengaca
: wow pintu syurga
siapa bertanggung jawab
atas laut yang sembab
atas dosa para juara:
yang menghisap keringat
aku memilih memeluk
tubuh kamera
tanpa kata kata
usai gagal
meraih rasa asin air laut
tubuhku terbalut
kain putih
tuhan menantingku
:tinggalah bersama para sahid
di dalam syurga
kaset mini dv itu kuputar berulang
dalam lcd istri dan anakku tersenyum
melambaikan tangan
pergilah m guntur dengan tenang
purwokerto 260207
Ditengah Demo Cerminku Rusak
(argumentasi anakku)
kubawa lari cermin putih
ditengah hiruk suara orator
buruh berdemo tak bisa dilelahkan
buruh berdemo tak bisa dilepuhkan
di tkp demo buruh pabrik sepatu
buruh menuntut thr jangan dibawah buku
di tkp demo buruh sandal
buruh menuntut thr jangan disumpal
di tkp demo pemulung
aku berlarian menenteng cermin putih
kuambil gambar orator menjerit
"pemulung tak punya majikan
di tkp demo pemulung
kameraku menggambar wajah sendiri
disela sela sampah pecahan besi
aku mandi keringat sendiri
basah membanjir
darah mengalir
perjuangkan buruh
agar menggapai thr
anakku bangga membusungkan dada
(bapakku seorang wartawan,gumamnya)
anakku tersenyum argumentatip:
( sambil mengacungkan jempol ke arahku)
:
bapak, darahmu suci memperjuangkan
kaum margin
bapak, keringatmu harum memperjuangan
buruh miskin
bapak, namamu pahlawan memeprjuangkan
buruh terpuruk
bapak, kameramu sejarah bagi para buruh
anakku tersenyum
(tubuhnya menggelayut, berbisik lirih ditelingaku)
lalu siapa yang memprjuangkan bapak?
anakku tersenyum,bibirnya dilipat
(mendadak tanggnya disodorkan)
bapak pejuang buruh,
bapak thr nya mana?
:aku terbangun,
ditanganku sendiri
cerminku rusak
purwokerto,18 Okt 2006
Membaca Batu
kalian yakin bisa membaca batu
auramu saja terjepit psitol
suaramu melingkar dikolong
lihat setiap pahatan
selalu ada yang terluka
kalian cuma bicara
dan mewarnai atmosfir
sekadar guliri kerikil
kalian yakin membaca batu
seperti udin yang terpahat
dan menjerit
dilengan prajurit
purwokerto 060206
Telah Lama Kemarau Hatiku
Apalagi yang musti kuminta
Kelopak mata telah kering
Kepedihan membawa hutan belantara
Menjadi tarian miris
:anak anakku menari dengan tulangnya sendiri
istriku merajut ceritera
tentang jemarinya
yang tak lagi bisa menuangkan beras
gula dan minyak
anakku sulung menggoreng mukannya sendiri
dengan keringat kosong ayahnya
tangannya dibolak balik diatas wajan
menjilati sela sela jari
: ayah kenapa kita tak bisa lagi
menyanyi, meski dengan garam dan sebiji nasi
anak bungsuku menggali lubangnya sendiri
: ayah, aku ingin memakamkan diriku sendiri
sakit, tulang rusukku terjepit pahit
rumah ini kerontang
aku berdiam disisi pintu
tubuhku bergetar setiap ketukan
sebuah bayangan sesekali menyergap
tangan hitam
: nang, lihat hutangmu terkubur
dalam rembulan berkolam kolam
purwokerto 110204
Anakku, Makanlah Batu 3
(Di ruang ATM, aku berpolygami)
kerapkali:
di ruang ATM aku berpolygami
dengan angin
dengan udara
dengan istri tanpa nama
hari ini di ruang ATM
kembali aku meminangmu
sekiankali:
suara anaku melolong
mengunyah batu
semantara
kau lempar batu
sembunyi bokong
kaliini:
lagi
selalu tanpa pasti
setiap tigapuluhhari
kita menyanyikan
berenang
dalam hutang hutang
pasti:
diruang ATM
aku tak lagi beronani
istriku,anakku
tak mau lagi kinjungi
datangi anjungan mandiri
yah:
berhari hari aku berpolygami
dengan kamar kaca
allohuakbar: saldoku sudah tak terbaca
purwokerto 051206
Tuhan Memainkan Api dan Tanah
saat kalian terlelap dalam gumpalan awan
aku berdzikir di garis pelangi
tuhan memberikan api
tepat di uluhati
saat kalian memainkan kubah larva
aku tengah berpikir untuk kembali
menjadi matahari
saat kalian berebut angkasa
saling memainkan argumentasi tentang dalil
aku memarkirkan kendaraanku
tepat dibawah tanah makamku sendiri
saat kalian terlelap itulah
aku terbangun
dan meluluhlantakan rumah manusia
;tuhan muntah
melihat kalian tak mengenalnya
040506
Puisi Jurnalistik Nanang Anna Noor
- 9667 dibaca
Komentar
Trimakasih Pusi puisinya
Duh membaca puisi Mas Nanang saya jadi terharu. Betapa dalamnya pengalaman batin anda sehingga bisa mengungkapkan peristiwa yang dialami anda dan orang lain. Kita tunggu di Malaysia tahun 2012...yo mas...
Kita kumpul dan berangkat
Kita kumpul dan berangkat bareng dari Soekarnohata bareng
Tulis komentar baru