Skip to Content

Puisi Jurnalistik Nanang Anna Noor

Foto Nanang Anna Noor

Air Laut Membalut Surgaku
(in memoriam levina)

saat tuhan mengulum
air laut
siapa bisa menuduh
tuhan itu kejam

(masih teringat saat gusti eka menjulurkan tangan)
aku takut melempar kamera
was melempar tubuh
keluar sebagai buruh
aku memilh menjadi bangkai
memeluk frame lensa
sambil mengaca
: wow pintu syurga

siapa bertanggung jawab
atas laut yang sembab
atas dosa para juara:
yang menghisap keringat

aku memilih memeluk
tubuh kamera
tanpa kata kata
usai gagal
meraih rasa asin air laut
tubuhku terbalut
kain putih
tuhan menantingku
:tinggalah bersama para sahid

di dalam syurga
kaset mini dv itu kuputar berulang
dalam lcd istri dan anakku tersenyum
melambaikan tangan
pergilah m guntur dengan tenang

purwokerto 260207





Ditengah Demo Cerminku Rusak
(argumentasi anakku)

kubawa lari cermin putih
ditengah hiruk suara orator
buruh berdemo tak bisa dilelahkan
buruh berdemo tak bisa dilepuhkan

di tkp demo buruh pabrik sepatu
buruh menuntut thr jangan dibawah buku

di tkp demo buruh sandal
buruh menuntut thr jangan disumpal

di tkp demo pemulung
aku berlarian menenteng cermin putih
kuambil gambar orator menjerit
"pemulung tak punya majikan

di tkp demo pemulung
kameraku menggambar wajah sendiri
disela sela sampah pecahan besi
aku mandi keringat sendiri
basah membanjir
darah mengalir
perjuangkan buruh
agar menggapai thr

anakku bangga membusungkan dada
(bapakku seorang wartawan,gumamnya)

anakku tersenyum argumentatip:
( sambil mengacungkan jempol ke arahku)
:
bapak, darahmu suci memperjuangkan
kaum margin
bapak, keringatmu harum memperjuangan
buruh miskin
bapak, namamu pahlawan memeprjuangkan
buruh terpuruk
bapak, kameramu sejarah bagi para buruh

anakku tersenyum
(tubuhnya menggelayut, berbisik lirih ditelingaku)
lalu siapa yang memprjuangkan bapak?

anakku tersenyum,bibirnya dilipat
(mendadak tanggnya disodorkan)
bapak pejuang buruh,
bapak thr nya mana?

:aku terbangun,
ditanganku sendiri
cerminku rusak

purwokerto,18 Okt 2006


Membaca Batu

kalian yakin bisa membaca batu
auramu saja terjepit psitol
suaramu melingkar dikolong

lihat setiap pahatan
selalu ada yang terluka

kalian cuma bicara
dan mewarnai atmosfir
sekadar guliri kerikil

kalian yakin membaca batu
seperti udin yang terpahat
dan menjerit
dilengan prajurit

purwokerto 060206


Telah Lama Kemarau Hatiku

Apalagi yang musti kuminta
Kelopak mata telah kering
Kepedihan membawa hutan belantara
Menjadi tarian miris

:anak anakku menari dengan tulangnya sendiri
istriku merajut ceritera
tentang jemarinya
yang tak lagi bisa menuangkan beras
gula dan minyak

anakku sulung menggoreng mukannya sendiri
dengan keringat kosong ayahnya
tangannya dibolak balik diatas wajan
menjilati sela sela jari
: ayah kenapa kita tak bisa lagi
menyanyi, meski dengan garam dan sebiji nasi

anak bungsuku menggali lubangnya sendiri
: ayah, aku ingin memakamkan diriku sendiri
sakit, tulang rusukku terjepit pahit

rumah ini kerontang
aku berdiam disisi pintu
tubuhku bergetar setiap ketukan
sebuah bayangan sesekali menyergap
tangan hitam
: nang, lihat hutangmu terkubur
dalam rembulan berkolam kolam
purwokerto 110204


Anakku, Makanlah Batu 3
(Di ruang ATM, aku berpolygami)

kerapkali:
di ruang ATM aku berpolygami
dengan angin
dengan udara
dengan istri tanpa nama
hari ini di ruang ATM
kembali aku meminangmu
sekiankali:
suara anaku melolong
mengunyah batu
semantara
kau lempar batu
sembunyi bokong

kaliini:
lagi
selalu tanpa pasti
setiap tigapuluhhari
kita menyanyikan
berenang
dalam hutang hutang

pasti:
diruang ATM
aku tak lagi beronani
istriku,anakku
tak mau lagi kinjungi
datangi anjungan mandiri

yah:
berhari hari aku berpolygami
dengan kamar kaca
allohuakbar: saldoku sudah tak terbaca

purwokerto 051206


Tuhan Memainkan Api dan Tanah

saat kalian terlelap dalam gumpalan awan
aku berdzikir di garis pelangi
tuhan memberikan api
tepat di uluhati

saat kalian memainkan kubah larva
aku tengah berpikir untuk kembali
menjadi matahari

saat kalian berebut angkasa
saling memainkan argumentasi tentang dalil
aku memarkirkan kendaraanku
tepat dibawah tanah makamku sendiri

saat kalian terlelap itulah
aku terbangun
dan meluluhlantakan rumah manusia

;tuhan muntah
melihat kalian tak mengenalnya

040506


Nanang Anna Noor
Tinggal di Kota Ajibarang Banyumas, Jawa Tengah, antologi puisinya Sebuah Kepagian, Serayu, Kumpulan Puisi Taman Budaya Surakarta, Antologi Harian Bernas, Serayu, Mimbar Penyair Abad 21,Antalogi Rumpun Saempena (Malaysia) dll. Puisi dan tulisannya termuat disejumlah media seperti Suara Merdeka, Suara Karya,Suara Pembaharuan, Kompas, Bernas,Yogya Post,Kedaulatan Rakyat,Minggu Pagi,Mutiara, Cempaka, Mop, Hai,Cybersastra. Pentas Musikalisasi Puisi keliling kota dan juara satu lomba musik humor Lembaga Humor Indonesia 1990.Terlibat sejumlah sinetron, dan kini bekerja sebagai reporter televisi Indosiar. (CP:081391159666,02817933181)

Komentar

Foto Abdur Razak

Trimakasih Pusi puisinya

Duh membaca puisi Mas Nanang saya jadi terharu. Betapa dalamnya pengalaman batin anda sehingga bisa mengungkapkan peristiwa yang dialami anda dan orang lain. Kita tunggu di Malaysia tahun 2012...yo mas...

Foto Abdur Razak

Kita kumpul dan berangkat

Kita kumpul dan berangkat bareng dari Soekarnohata bareng

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler