Bukannya Aku Risi
Aku merasa kasihan saja pada hidupmu
Bertahun-tahun kau tunaikan salat lima waktu
Puasa sunah dan wajib pun tak pernah kau lewatkan
Zakat mal dan fitrah lengkaplah tak pernah kau abaikan
Namun apa daya, semua itu lantaran sekadar amalan di kulit semata
Kau terlalu sibuk menumpuk pahala
Sedang laku mencerca dan menista sesama
Ah, Syahadatain kau cukup di lisan saja
Apalagi gelegar sumpah serapah
Yang tak habisnya kau hembuskan tiap waktu
Hingga lahir-batinmu
tak benar-benar menyesap firman-firman-Nya
Hingga pada akhir lusuh kematianmu
Kedai Kopi Genk, Jogja, 2019.
Di Belantara Kerinduan Para Kekasih
Di malam yang kian gulita
para sufi mesra berpesta anggur rohani
di altar kedamaian lahir-batinnya
tersembullah bulir-bulir syair cinta
menari-nari asyik-masyuk
pada kemurnian ilmu suluknya
Aku dibuat tergebuk-gebuk oleh cintanya
menyesap secicip nasihatnya pun
syukurku menghempaskan segala;
selain terpusat pada hadirat-Nya
Aduh, tak kuasa dibuat kepalang kudibuatnya
lantaran haus rohani ini terlalu lama berlumur dosa
Entah bagaimana nasibku wahai para kekasih?
Tak apa kau hantam keangkuhanku
Tak apa kau guyuri pikiranku, hati, dan jiwaku
Dengan hikmah dan risalah serta laku
makârih para suluk perjalanan hidupnya
Biarkanlah kuteguk rindu-cintanya
tersulam rupa-rupa tafsir-tafsir suka-duka
antara kebenaran dan kesesatan
Bukankah pada ujung pangkalnya tetap
Kepada haridat-Mu jua.
Prenduan, 19/08/2019.
Fathor Razi, lahir di Sumenep. Puisinya masuk dalam Antologi bersama Dzikir Pengantin Taman Sare (2010). Kini tinggal di Yogyakarta.
Komentar
Tulis komentar baru