Skip to Content

PURNAMA

Foto Pena Hasan Bsaidi

:Anu

 

Dulu, sewaktu  debar-debar  itu mewarnai hari-hari kita nu,  aku  merasa  akulah pungguk  paling beruntung. Kau ingat nu, dulu  saat malam-malam berangin begini, debar-debar itu  akan  jadi purnama, kemudian  di antaranya akan selalu kumunajadkan beberapa bait sederhana. Sebuah puisi tentang  kita nu,  dan  tentang beberapa kuntum  cahaya sajak yang mungkin akan dititipkan tuhan pada kita   

 

Dulu, di kaki bukit sana nu,  aku sering membayangkan sebuah pondok kecil. Halamannya akan kupagari dengan bebunga. Dan malam-malam dalam temaram begini,  di atas rerumputan di sela-sela bebunga itu,  kukhayalkan engkau dan aku nu,  berbaring  memandang bulan.

 

Dan kini bulan itu di atas situ nu dan aku sedang  memandangnya, tapi tidak bersama siapa-siapa.  Malam ini hanya aku nu,  dan bulan itu  di atas sana, menatap aku merajut sesal. Ya, setelah kepergianmu itu  nu, kemungkinan itu pun lalu. Kini tinggal aku nu, memujuk rinduku  yang sesenggukan

 

Walau begitu, padamu aku  selalu  berterimakasih nu. Setidaknya engkau dan dulu  pernah memberiku kemungkinan dan mimpi-mimpi. Jadi, tak ada yang salah dengan kepergianmu  itu nu, hanya kebodohanku sajalah yang jadi penyebabnya. Kini, di langit malam purnama ranum nu,  semilir bayu  berbisik-bisik,  bintang-bintang bagai matamu, di mataku berebut nari

 

Batam, 10.03.2015

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler