Purnama Empat Puluh Empat: Tentang Maaf yang Berulang Sayang
:Angin
Rindu bertamu di depan rumahku,
tiga hari mengemis ingin bertemu...
1/
Aku telah mengubur beberapa petaka yang telah nyalang dalam sukma. Wajah ayu di sebalik kain tipis yang menantang gerimis telah bersimpuh di hulu. Menangisi kebiadaban, menangisi kehidupan. lantaran kalimat yang tak pernah bisa kubagi dua, dan nafsu memburu di balik kelambu. Dia mengejar, tertangkap, lalu menghajar.
2/
Sumpah telah beranak pinak. Padahal petaka masih mengikutinya. dia hinggap di tembok, lemari, tv, dan kening yang pening akibat tamparan benda tumpul mendarat di hening siang.
3/
Mengitari kota:
Di ramai sesak gedung pencakar langit, kita menyenandungkan gaung yang telah selesai ditenun tanpa tenung. Serta cinta telah dibaiat oleh kata-kata yang teramat agung.
Malam hinggap di dadaku. kau masih saja diam dalam bahasa tanya yang tak mampu kutahan. Jika kata tidak termaafkan, akan kuartikan apa itu makna kematian.
(Aku sadar bahwa kesalahan tetaplah sebuah kesalahan dan mungkin tak termaafkan)
Surabaya, 06 April 2017
Komentar
Tulis komentar baru