Skip to Content

Ritus Perjalanan

Foto edi sst

Ritus Perjalanan

oleh edi sst

 

/1/

Pada mulanya adalah sunyi.

Lalu kutuliskan jejak demi jejak yang papa.

 

/2/

Sering sebuah jejak menjadi butir makna yang melupa atau terlupa.

Jejak itu menjadi torehan tak berkesudahan dari perjalanan menuju senja.

Di ujung barat warna jingga setia menanti titik demi titik menyatu merakit sua.

Juga kelu yang membuat sudut kalbu ini membeku dalam kepompong rindu.

Menunggu terlahir menjadi seekor kupu-kupu lucu mendedah angin biru.

 

Seekor kupu-kupu yang terlahir bersama sunyi pun bernyanyi sendiri.

Melagukan sepi menuju negeri yang mendendangkan irama tra lala tri lili.

Kemudian lagu itu menjelma instrumentalia penuh warna mengaduk sepi.

Kepak sayap sang kupu-kupu pun menjadi lanskap-lanskap alam yang jauh.

Bersama wajah bermata sayu dalam derap konserto yang begitu rapuh.

 

/3/

Nah, kupu-kupu mungil, biarlah instrumentalia itu menjadi sebuah interlude.

Yang membatu  menjadi batas irama rancak yang mengiringi langkah rentak.

Sehingga darah hidup pun bergolak dan terus bergerak makin memuncak.

Dalam sebuah ekstase membakar sepi demi sepi dengan api berderak-derak.

Itulah api hidup yang lidahnya mewarnai sudut-sudut yang terliput kabut.

 

Lalu hidup pun membara. Kepak sayap muda begitu bertenaga melenting.

Hinggap di kembang demi kembang yang merekah dengan putik bening.

Tak sabar mencucup kuncup demi kuncup seolah-olah tak akan pernah cukup.

Bagai gerak penari shasha bersitatap dengan liukan tubuh ballerina yang hening.

Sepi pun terbanting berkeping-keping menjelma jadi rasa hidup yang asing.

 

/4/

Sudah terasa, bukan? Energi sunyi ini begitu dahyat, biar kau sayat-sayat.

Dengan beragam interlude yang membara membakar. Itu hanyalah jeda.

Guratannya pun akan kembali dikaburkan oleh angin senja dari arah barat.

Abunya menjelma kisah-kisah nisbi yang tersisa di dinding kepompong tua.

Tempat kupu-kupu terus menjejakkan tapak demi tapak menuju tapal batas.

 

Kupu-kupu yang lelah. Dia kembali merindukan denyar kehangatan.

Dalam kepompong dan mengubah semua interlude menjadi kesunyian.

Mengubah semua tarian dan nada instrumentalia jadi dawai-dawai sepi.

Yang menggigit dan kokoh tegak seperti sebuah tonggak berwarna putih.

Ujungnya menyentuh langit lapis ketujuh menjelma rindu yang begitu purba.

 

/5/

Pada mulanya adalah sunyi.

Lalu kutuliskan jejak demi jejak yang papa.

 

Semarang, 2011

 


picture from : 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler