Skip to Content

SINANDONG MENGGUGAT

Foto syamsulrizal

SINANDONG MENGGUGAT

 

lantunan sinandong ela-ela

melesas  dari atas langit menikam perut bumi

tertancap menopang kursi budaya kita disini

wasiat itu bertebaran di ujung tanjung menelusuri arus samudera…

keegoisan kita jadi gemuruh ombak yang menggulung

sloka kepingtan tak bertepi

 

disebelah mana dari bumi ini

kau semayamkan sinandong kami

selain bumi semesta ini

tak ada kolong langit yang lain lagi

 

nasibmu sinandong…

orang – orang yang duduk dikursi itu

tidak sanggup memberimu kepastian

sebab mereka sendiri tidak pernah bersikap pasti

atas diri mereka sendiri

 

angin menyaput laut

didalam dadaku

hujan badai menyaput

menyempurnakan cemasku

 

aku berpegangan tangan sampai kecakrawala

kusatukan langkah hingga keufuk samudera

 

senandung ela…ela…

syairmu berjuta – juta

menyesali kota dan desa

matamu kosong mulutmu menganga

gedungku tertatih

bangsiku bersedih

rintihan gong sitawak – tawak menangis

sinandung terkapar dibalik gedung wallet dan pertokoan

jadi pajangan diempar-emparan

 

huh…pesona mambang laut tidak lagi berasap dupa

wasiat lautku koyak tak bermantra

 

hoi…panglima hitam ditali arus

hoi…pokok turunanku si siti unai

bangunlah… bangunlah dari tidur panjangmu

tolong koyakkan telinga mereka dan alam bawah sadarnya

 

kalau yang sunyi mereka anggap tiada

maka bersiaplah terbangun mendadak

dari tidurnya oleh ledakannya

dan kalau yang kerdil mereka sepelekan

bersiaplah menerima kekerdilannya

digenggaman kebesarannya

 

kalau kau menabuh

tabuhlah kepalaku

jangan tabuh sinandong

dengan hati kekuasaanmu

 

kalau mau memukul

pukullah badanku

jangan pukul gong sitawak-tawakku

dengan palu kecuranganmu

 

kalau hendak menghentakan suara hati

hentakkanlah suara gong kami

jangan hentakkan hati para pekerja seni

yang sampai sekian lama tak pernah disahuti

 

dan kalau engkau mengira

bahwa benarnya orang banyak di atas segalanya

dimana langit mimpi - mimpi bias engkau raih dengan itu

maka jangan sekali – kali menghalangiku

 

untuk mengendarai langit

dan kupetik kebenaran sejati

untuk aku taburkan kebumi

tanpa bias engkau halangi

 

masyarakat tak mengerti penyair

karena negara tak memberikan alamat baginya

ketika penyair  tak kuat menyangga jaman

bagaimana berjualan kebimbangan

protes sekeras – kerasnya agar diberi kekuasaan

namun pasti ada satu dua

yang berani kesepian

 

hoi…………..

ela…..ela…..ela……

hoi… sitombak marsanji yang menunggang naduit

hoi… putri kumala yang bertapa dilubuk emas

 

sekarang kuangkat kau…

sebagai pengacara mewakili sinandong

untuk menggugat kota

karena seribu kamera

seribu lembaga swadaya masyarakat

keliru mengarahkan telunjuknya

 

seribu partai politi

seribu macam kumpulan

seribu warga permasyarakatan

luput mengamat kebudayaan

 

Jum’at Kliwon, 9 Maret 2007

Jam 13.30 wib Di Ujung Gading Kota Kita

Aku  Menarikan Pena Memasuki  Ruh Puisi

Syamsul Rizal

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler