Skip to Content

Tanahku Tanah Air Mata

Foto Defri ar-Rahman

Yang terluka tetap saja ada, dari rahim hingga sakit mencekik tak bersuara
radang tumbuh dalam mata, lebih terdengar-karena ia saudara
Tak heran-benar dalam mangkok ada comberan. Lalu, aku-kita-mereka kenyang bersama.
Apa salah mata bercerita?
Lihatlah!
Tikus-tikus berenang dalam santapan; ratapan siang mencuri sisa-sisa selokan
Yang terluka tetap saja ada,
awal fajar hingga gerhana purnama tenggelam
pengemis meminta, penjambret bertanya? "Yang kucuri; apa yang kau-minta?"
Apa susah jadi manusia?
yang meminta ada dipenjara
pencuri kabur dari tanah-legam hitam-kental kelahiran; ia dipersunting, saat berteriak mengejar kehidupan.
“Tuhan jika aku Engkau izinkan mati dengan timah itu, biarkan darah ini menjadi nasi  bagi anak biniku nanti; aku mencuri karna lapar dan harga diri”
O, malang negeriku sayang
Pencuri tetap saja mati; darah mustahil jadi nasi, sebab hidup bukanlah untuk negeri apalagi sesuap nasi
Lihatlah! Lihat!
Yang duduk merdeka;
Demi kehidupan dan harga diri
koruptor tetap haru dalam tawa, di bawah laci dan dasi ada suara yang dikunci.

O...
Aku heran! kita heran; semua menjadi beban dalam pikulan
kata tetangga. Aku kaya, kita kaya, mereka kaya; Kaya akan hinaan jalan raya
ini tanahku, tanah kita, tanah mereka, tanahnya air mata

Sekarang apa? mau jadi apa?
Dari timah menjadi darah; membusuk dalam tanah
daging-daging adalah santapan; bangkai mulia jadi hidangan
Mau jadi apa kami!? Tuan...
Apa susah jadi manusia?
rumah anjing dikawal srigala; Istana setan di diami iblis, yang mengangkang tetap saja tertawa
Aku manusia, kita manusia, mereka manusia; siapa yang sebenar-benarnya manusia?
Ini negeri siapa yang punya?
Tanah sorga; manusia paripurna; di sana,
kata mereka
Karena, yang lapar tetap saja ada. Di sini

O, Tuan
Apakah ini semboyan yang paling mulia untuk negeri!?;
Tanam tiang baja menjulang dalam mengakar, selipkan dua atau tiga kepala; biar tak goyah saat lidah menampar anak tangga kita.
Lintangkan sepuluh tangan di langit kubah menara, agar selalu ada do'a untuk tidak mengrogoti meja-meja kita.
Bentangkan kulit-kulit sebagai tikar, agar kita nyenyak sandarkan waktu tanpa bangku dalam kutu.
Lalu, Tebar senyumnan, agar hijaunya mata tak luput dari jeratan, saat warna tersipu muda dedaunan.

Salah siapa? Malangnya Negeriku sayang

Aku, kita, mereka tak lagi heran; semua akan tetap jadi beban dalam pikulan
Ini tanahku, tanah kita, tanah mereka, tanah duka; Tanah-nya airmata.


Padang, 30 Agustus 2014
Defri ar-Rahman

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler