Skip to Content

Perempuan Jalang

PEREMPUAN JALANG, 1

 

Di perempatan kota, sepasang mata jalang menyala

senyum-senyum mungilnya hangus terbakar tanduk-tanduk kerisauan

IRAMA NAN BERSENANDUNG

IRAMA NAN BERSENANDUNG

Kemirau @ Sang Murba

 

“HAIRAN sungguh aku dengan orang sekarang!” Rasa kesal jelas terpancar di wajah Long Nah. Segala yang terbuku di hatinya selama ini bagaikan tidak tertahan-tahan lagi.

Molotov Terakhir

peluru melesat. menerobos kulit yang asing. menembus dada berdetak tegas

pemilik langkah yang enggan mundur

walau udara memanas di dalam kepala

Belum Usai

Isi kepala yang terkelupas barisan perhitungan logika angka satu plus sepuluh titik enam akar dua, yang kau yakini tak ;pernah ku temui di saat aku bekerja

Joan UduPerempuan JalangKemirauIRAMA NAN BERSENANDUNG
Salman ImaduddinMolotov TerakhirLalik KongkarBelum Usai

Puisi

Ayah

Di balik senyum hangat dan tangan yang kuat,

Ada sosok yang tegar, Ayah yang luar biasa.

Dalam pelukannya, ada kehangatan dan perlindungan,

Agung I

Gung, kemarin saya pulang ke rumah

amat berantakan sekali dalamnya

kerikil berserakan

gambar di mana-mana

sempat terinjak serpihan kaca

Gugatan Setan

Bila tiba persaksian

Tanpa daya terbungkam lisan

Tiada lagi suara dusta

Benalu Kalbu

Lagi-lagi. Terulang kembali

Bahkan terburuk hari ini

Akal dan hati hilang kendali

Tersihir hasrat yang makin berani


Pungguk Rindukan Bulan

Akulah pungguk yang merindu

Pada rembulan untuk bertemu

Di atas dahan bernyanyi merdu

aku lupakan engkau

sengaja aku lupakan engkau

seperti aku lupakan juga aneka pernik kehidupan

meski terkadang kelibat bayangmu menggoda

aku lupakan engkau

bukan untuk melepaskanmu

kapan kita kembali

entah berapa lama aku duduk di sini

menungguimu sambil asyik bermain sendiri

sampai tak terasa aku sedang menungguimu

jangan-jangan engkau juga lupa

Pesan Untuk Teteh

Kemarin hujan tak pernah berhenti , Teteh.

Ia seperti mengungkapkan tiap titik yang jatuh dengan syahdu, lalu merangkak tumbuh yang menidurkan rindu

Di saat Kita Tua

di pagi yang rabun

kita duduk di kursi.

udara masih dingin

telapak tangan kau

dan telapak tangan aku

saling berpelukan

 

RINDU YANG UTUH Puisi ke 123 dalam Menghihtung Rindu (1)

 

 

RINDU YANG UTUH

 

Rindu yang utuh singgah di ujung bunga turi putih

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler