Skip to Content

Untaian Kesepian

Foto Muhamad Ridwan N

Ketika aku berjalan dalam kesepian, melewati dinginnya hutan kebencian, menuju rumahku yang tlah lama ku tinggalkan demi mencari apa yang tak ada, hingga ku tinggalkan indahnya Pulau Kenyataan.

Sesampainya di rumah, aku melihat sepotong sayap tua yang tertumpuk bersama debu dan reruntuhan jiwa, iba rasanya aku melihatnya sendirian dengan keadaan seperti itu, 

Sayap itu berkata padaku: “Pertemukanlah aku dengan dirinya, dia ada di pulau sebrang”.  

Aku pun membawa sepotong sayap itu dengan penuh rasa iba dan ku mulai berjalan lagi meninggalkan rumahku, demi mencari apa yang sayap ini inginkan, yang kabarnya berada di Pulau Kepalsuan.  

Ku relakan nafasku yang sesak tuk melewati samudra kehampaan demi menuju pulau itu, semua ku korbankan.  

Sesampainya aku di pulau itu, menyambutku dua bidadari setengah iblis, mereka menyambutku dengan senyum palsu, lalu menuntunku menuju istana kepedihan.  

Mereka menyuguhiku dengan hidangan kebencian, dan secangkir anggur keputus asaan, perih ku rasa, sungguh semua ini sangat menyiksaku, aku sabar menunggunya, namun potongan sayap itu tiada juga ku dapati.

Seketika aku terperanjat, datang menyapaku aroma yang tak pernah ku cium sebelumnya, mataku ini dipaksa untuk mencari tahu aroma apa itu, aku pun mengikuti arah datangnya aroma itu, namun sungguh sulit ku cari karena aroma itu langsung memenuhi setiap sudut istana dan berbaur bersama angin kebimbangan, aku pun mencari... mencari... dan mencari... lalu ku temukan sebuah lentera tua yang menyala sangat terang padahal banyak abu yang menutupinya, “aneh...” pikirku, lalu aku mengambilnya, kemudian sekilas aku melihat satu bangunan di ujung jembatan malam, semakin ku jalani semakin jelas bangunan itu terlihat, lalu ku dapati sebuah bangunan tua yang dindingnya mulai keriput, dan tiang-tiangnya mulai lumpuh. “Bangunan apa ini ?”, ucapku.

Aku pun masuk dengan membawa sepotong sayap tua dan lentera tua tadi. Dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang tak pernah aku memimpikannya dan juga tak sempat aku berkhayal tentangnya, aku merasakan betapa manisnya sebuah derita dan begitu mewanginya semerbak kesedihan yang dicampur baurkan pada nampan kebahagiaan yang tampak indah bertatahkan keindahan, ketika aku sedang menikmati seluruh aroma dan rasa itu entah mengapa aku ingin melihat ke arah puncak altar tersebut, samar terlihat sesosok sayap putih yang amat bercahaya yang turun mengahampiriku, dengan rasa heran aku pun memegang sayap itu dan ku lihat satu kata yang terukirkan padanya kata “Cinta”, lalu aku mengambil potongan sayap milikku yang seketika bercahaya dan kulihat satu kata yang terlukis padanya kata “Sayang”.

Kini... apa yang ku cari akhirnya tlah ku temukan, ya... kedua sayap ini !!! Perasaan senang dan bahagia tentu sangat bergelora dalam diriku ini. Aku pun pulang ke Pulau Kenyataan bersama kedua sayap itu, tapi bukan lagi aku yang membawa sayap itu, tetapi kedua sayap itu yang membawaku pulang.

Wahai Sang Sepi, aku pulang... dan aku berjanji tak kan lagi tinggalkanmu... Karena sekarang kita adalah satu...

 

My Creation, Ridwan (daeryu)

Bandung, Jum’at, 9, Januari, 2009

 

Lampiran

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler