Skip to Content

Yang melayang di tepian

Foto Angga Permana

Terkadang hidup menuntut sebuah keberanian untuk anda mempertaruhkan pemikiran demi sebuah tindakan.
Kekhawatiran tak semestinya menduduki puncak logika yang sering kali kita salah gunakan,
dalam beberapa kasus yang mengharuskan kita untuk benar benar menjadi seorang manusia yang rasional.
Namun, pada titik dimana kita telah cukup memberikan kontribusi kepada sistem yang secara rutin kita jalankan,
adalah bijak jika kita memilih dan tidak melakukan apa apa.
Tak ada salahnya, bagi mereka yang berpikir bahwa hidup adalah sebuah kompetisi panjang,
bahwa hidup menuntut konsentrasi penuh sepanjang bentangan keberadaan.
Akan tetapi, pada kelanjutannya,
seorang manusia tangguh sekalipun tidak akan menjadi yang paling “bugar” pada setiap detik detik kehidupannya itu.
Bahkan ketika seorang telah berupaya untuk menuju kesempurnan,
ia harus kembali ke keadaan dimana ia bukanlah apa-apa.
Sebab, pada hakikatnya, kita adalah “makhluk berbatas”.
Seekor kucing tidak memakan ikan di pagi hari dan malamnya secara kontinyu.
Dan seekor monyet tidak selamanya bergelantungan.
Kerbau pun butuh kubangan untuk sekadar merebahkan diri.
Maka, disaat setiap kata menjadi sia-sia, dan setiap mata menjadi tak bermakna,
izinkan raga untuk sedikit mengolah rasa. Bukankah kita manusia bergerak adalah manusia diam juga?
Setiap benda yang bergerak memiliki relativitas yang berbeda,
yang memungkinkan mereka untuk menghadapi kecepatan waktu yang berbeda pula.
Sehingga jika anda tidak ingin merubah waktu,
DIAMLAH!
Biarkan waktu tak mampu menggerakkan keseluruhan diri anda meski tak secara utuh.
Biarkan pikiran anda bergerak dalam kediaman. Dan terus diam dalam setiap gerakkan.
Biarkan pikiran anda melayang di tepian. Dan siap untuk kembali ke daratan!

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler