Skip to Content

Perempuan Jalang

PEREMPUAN JALANG, 1

 

Di perempatan kota, sepasang mata jalang menyala

senyum-senyum mungilnya hangus terbakar tanduk-tanduk kerisauan

IRAMA NAN BERSENANDUNG

IRAMA NAN BERSENANDUNG

Kemirau @ Sang Murba

 

“HAIRAN sungguh aku dengan orang sekarang!” Rasa kesal jelas terpancar di wajah Long Nah. Segala yang terbuku di hatinya selama ini bagaikan tidak tertahan-tahan lagi.

Molotov Terakhir

peluru melesat. menerobos kulit yang asing. menembus dada berdetak tegas

pemilik langkah yang enggan mundur

walau udara memanas di dalam kepala

Belum Usai

Isi kepala yang terkelupas barisan perhitungan logika angka satu plus sepuluh titik enam akar dua, yang kau yakini tak ;pernah ku temui di saat aku bekerja

Joan UduPerempuan JalangKemirauIRAMA NAN BERSENANDUNG
Salman ImaduddinMolotov TerakhirLalik KongkarBelum Usai

Karya Sastra

Selamat tidur sayangku

Di kesunyian ini..
Kembali ku lihat kau berkutat dengan selimut tebal warna jingga..
Merapikan bantal dengan 1000 aroma bunga..
Kau persembahkan malam terindah untuk kita berdua..

Sanjungan malam

Sendirian di keheningan ini..
Menulis bait-bait sisa hati..
Di keruhnya bulan di beningnya bintang..
Lafaskan anugrah terindah untukmu sayang..

Pemahat angka

Di kussen tua kayu jati..
Terlihat lekuk indah aksara purba..
Saksi hidup sejarah yang tak pernah berkata..
Betapa pahit keabadian benda..
Meski nilainya tak terhingga..

Akhir

Dikemelut belenggu sang waktu..
Terdiam sendiri terpaku..
Menyibak arti dari keramaian sendu..
Tanpa kata ini dan itu..
Siapa yang tahu..
Misteri mati dihimpit siku..

Nocturnal...

beriring rembulan mencari pundi pundi

hitam dan kelam menjadi rimba diantara diri

kadang langkah tertahan sepi

namun mimpi teronggok diantara kisi kisi

 

Manis Hilang Sepah Dibuang

Semua terbang

Semua hilang

Semua kenyang

Semua pulang

 

Dulu kosong

Dulu menyongsong

Dulu kurang

Dulu mendulang

Pengharapan Akan Damai

Tak terhitung kisah yang terbilang

Yang mendongeng indah perdamaian

Di depan jiwa-jiwa yang bertepekur

 

Membayang tangan-tangan surga mengubur pedang

Zikir Hujan

Oh, dengarlah zikir hujan semakin deras berderai

menggetarkan lubuk sungai

dan ngarai-ngarai

 

dan sehelai sajadah terkulai

Pucuk Kehidupan

semilir angin berhebus menyibak celah dedaunan

daun cemara menari,lenti pucuk menanti,

lemah gemulai tumbuh menyemarakkan bukit,

tertata rapi disetiap sudut lekukan,

CATATAN DI CADIK BIRU

"resah" ucapku pada segumpal waktu yang menjelang dalam sekelumit jedah malam menjelang subuh.
tengadahku kemudian pada semesta yang masih memperlihatkan warna kelamnya, warna yang tercampur aduk pada kelam dan hitamnya nilai-nilai norma yang tergelayut pada jedah di batas-batas aksara dan kata.
tanyaku ringkih kemudian menjejak pada seonggok kata yang disebut duri, “mengapa kau sebut duri?, ketika kisah asmaradana termaktub dalam kitab-kitab cinta di selasar waktu”
diam dan diam kembali semesta yang merajuk pada kaki langit, memeluk kaki-kaki semesta dan merinaikan air mata darah pada setiap tetes-tetesnya di kelamnya lembah yang membujur dan melintang di batas cakrawala.

Sindikasi materi

Bookmark



Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler