Skip to Content

bangts

secarik angan di kolong jembatan

bara bumi menebal alas tumit kaki

teriak lirih kehampaan memoles relief bibir kota

secarik angan terlipat di bawah kerlip jalanan aspal

satu asa kecilnya tak hendak kuasa peminta tahta

dan cucu dari ibu bidadari lacur

~

matahari mati memeluk tumbuhan beton diketika

deru asap senyum sinis di atas jembatan

wajah zaman merebah badan pada lembar tak terbaca

berdinding gigil menahan jiwa dan raga leluasa lepas

tak rela nafas hilang terhambur demi nesta.

 

 

 

demi

hanya dengan sebatang pensil ini.

birahi otak bersenandung,

ingin menulis sesuatu yang mungkin berarti.

pada lembar maya yang tak nyata tertatap, namun nyata.

setetes ide... paling tidak.

percuma

sepasang mata

tak melihat

~

sepasang telinga

membiarkan desir angin

~

sepasang tangan

tak mampu menjamah

~

sepasang kaki

seribu derap tak beranjak

 

teriak

lantang tetap membujur

airmata meredam jasad

~

lantang

lapar menggerogoti peluh

kerongkongan semakin

tandus

~

hanya bisa teriak

kosong tak bersuara

melipat kisah

 

Pupus

Airmata mana lagi yang harus tercurahkan

Darah mana lagi yang harus tertumpahkan

Apa bintang di pundak sebagai taruhan? 

Hati sembunyikan niat mewarisi dendam

Mengangkangi kekayaan ibu pertiwi?

BUNUH DIRI

(1)

sepasang jejak searah menuju

di sana,

mata terbelalak

kata terjulur

kayu berdiri,

tanpa alas bumi

hening,

tangis memeluk raga dingin

kerongkongan kelu membatu

 

(2)

tanpa siapa,

bukan siapa,

sendiri tanpa siapa

mata redup

bibir mengunci kata

diam menghapar

 

(3)

sembilu nadi

mengucur merah

raga lunglai

tak berkedip

tak meronta

tanpa bahasa

tidur lama

enggan kembali

nafas dada

kala

senyum, tawa hanya lena semata

kala suatu tempat menunggu

doa kan hambar, pinta apalagi

kala janji dari rahim telah tertulis

curiga hanyalah akan terpedaya

kala kapan saat harus segera dilalui

__

 

air mata hanya iba curahan hati

karna tak mampu menarik kembali

ikrar, janji yang telah disepakati

susuri lorong gelap bagi yang ditinggal

jalan nur cahaya bagi yang melalui

kala hitam putih, putih satu pilihan

__

 

jejak kaki suci, tujuan yang hakiki

halus langkah hingga tempat berdiam

menyatu bumi, melenyap langit

di diam harum mewangi

menanti yang belum terbagi

garis pasak putaran pada titik henti

asa

mampukah aku mengubah wujud

untuk kau nikmati, setiap hadirmu

kaldu hati menjadikan gairah rasa

yang membuat dada makin kekar

seirama menguntai perigi bahasa

mengasah dua sisi tajam pedangi

Benci

angin berbisik menerpa cuping telinga

tentang wajah tak seranum daun pucuk

hati penuh debu lembah iri dan dengki

~

hati tak pernah mengerti arti sahabat

keliaran sepanjang lankah gelap malam

musnah kecantikan si gadis temaram

~

larut masamu terbuang percuma

sepi menghiasi beban keseharian

malu melipat batang jenjang leher

sipu tak ‘kan mengubah ujung angin

Sepenggal Pesan

siluet menjelang bulan ajal

kelebat terasa smakin mencekam

kantuk surya menung tertahan

teriak pagi menegur malam

~

mentari mengurai syair lama

mencari titik suatu peristiwa

kian panjang menusuk jalan

sampai ketetapan denyut nadi

~

bayang hapuslah sebutan jalang

jelaga segala perih menoreh

agar langit menerima berkas putih

satu sisa angin lembah kenangan

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler