Skip to Content

Cerpen Kompas 2004

CERPEN KOMPAS 2004 "PELAYANAN KUDUS" KARYA BRE REDANA

Aku mendarat, dan seperti biasa-aku sudah diberi tahu sebelumnya-Joni-lah yang akan menjemputku di airport. Kota tempat tinggal Ros, kakak perempuanku, masih sekitar satu setengah jam dari kota di mana airport ini berada.

“Om…”

CERPEN KOMPAS 2004 "JURU RIAS DAN SEORANG PESOLEK" KARYA KURNIA EFFENDI

Malam beranjak larut, tapi Maharayi masih ingin menyelesaikan pekerjaannya. Ia selalu berhasrat mendapatkan hasil yang sempurna. Setelah menggunting rapi alis lelaki gagah yang terbaring dalam tidur abadi itu, ia akan merias wajah dinginnya agar terlihat segar. Sumringah dalam setelan jas hitam yang masih tegas garis lipatan setrikanya dari jasa laundry.

CERPEN KOMPAS 2004 "DALAM HENING WAKTU" KARYA WILSON NADEAK

Dalam hening waktu aku tidak mau diganggu. Lepas subuh aku mengambil saat teduh dan mencoba merenungkan sesuatu dan membiarkan pikiran, hati, dan kalbuku mengembara. Kurasakan suatu suasana gairah bertemu dengan Sang Tuhan dan berdialog dengan-Nya setelah menjelajah angkasa mahaluas yang biru. Sebuah suasana syahdu menggelegak dalam kalbu.

CERPEN KOMPAS 2004 "SUARA" KARYA MARTIN ALEIDA

Agaknya tak ada lagi yang tersisa. Semua sudah dia lakukan untuk membuat suaranya berpetunang, suara yang bagaikan ditumpangi roh yang bisa menambat dan mempesona hati pendengarnya. Tak dia pedulikan apa kata orang. Dia kelihatannya hanya mendengar dan mengikuti suara-suara yang selalu bergalau di dalam dirinya.

CERPEN KOMPAS 2004 "ROTI TAWAR" KARYA KURNIA EFFENDI

Setangkup roti tawar yang tersaji di meja makan menampakkan lelehan pasta selai kacang. Itu kombinasi yang paling kugemari. Meskipun ada pilihan lain, seperti selai nenas, stroberi, atau keju lembut.

CERPEN KOMPAS 2004 "PERSAHABATAN SUNYI" KARYA HARRIS EFFENDI THAHAR

Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari menantang garang di langit Jakarta yang berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah peluh diliputi lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih duduk di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan.

CERPEN KOMPAS 2004 "EMAS SEBESAR KUDA" KARYA ODE BARTA ANANDA

“Lai1), Mis?!” Sabe meneriakkan tanya sehabis menyelam ke arah Simis yang juga baru muncul. Terus mengibas-kibaskan rambut seleher seperti itik baru keluar dari air.

CERPEN KOMPAS 2004 "PEMINTAL KEGELAPAN" KARYA INTAN PARAMADITHA

Semasa kecilku Ibu selalu berkisah tentang hantu perempuan yang menghuni loteng rumah kami. Dulu aku ketakutan setengah mati sehingga kusembunyikan kepalaku di balik bantal bila malam tiba. Meski begitu, tidak ada yang lebih menggelitik fantasiku selain cerita misteri.

CERPEN KOMPAS 2004 "BARBIE & MONIK" KARYA TEGUH WINARSHO AS

Berkedip-kedik kelopak mata Lasmi, menahan silau matahari pagi. Sekarang cabe merah di panggung kian terasa berat setelah berjalan hampir tiga kilo meter. Butir-butir keringat terus menetes di seputar wajah, membuat bedaknya luntur dan terlihatlah wajah aslinya yang justru tampak lebih ayu dan matang. Nun di kejauhan, di antara lalu lalang kendaraan, Lasmi melihat suasana pasar cukup ramai.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler