Skip to Content

Cerpen Kompas 2008

CERPEN KOMPAS 2008: “SENJA DI PELUPUK MATA” KARYA NI KOMANG ARIANI

Rumah kayu berhalaman luas ini demikian riuh. Dedaunan kering tersapu angin bergulung di tanah, menghadirkan bau legit setelah gerimis sempat menerpa. Inilah saat putri bungsuku, Wardhani, akan berpamitan untuk pergi ke rumah suaminya. Para tetangga juga semua kerabat berkumpul memberikan ucapan selamat dan salam perpisahan.

CERPEN KOMPAS 2008: “KIRIMAN LAUT YANG TERLAMBAT” KARYA BENI SETIA

Bila malam menjejak, memanjang sampai mau beranjak di penghujung lain, seiring dengan pasang naik, dari zona pesisir sebelum jalan membelok ke pedalaman, dari salah satu rumah yang dialingi pohon-pohon bakau dari tangan lautan itu akan bangkit tembang pilu mirip lolong.

CERPEN KOMPAS 2008: “ROPPONGGI” KARYA AIN SIYNORA

Stasiun Nagoya terlihat sangat sibuk, bahkan di siang hari. Aku melangkah gontai menuju bangunan depannya yang berwarna pualam dengan relief lengkung sebagai pintu masuk utamanya. Aku seperti mengenal tempat ini dengan lebih baik daripada tempatku bekerja. Dan sebulan terakhir ini tampaknya menjadi kenangan yang indah antara aku dan Stasiun Nagoya, yang akan berakhir hari ini.

CERPEN KOMPAS 2008: “DUBUQUE” KARYA SORI SIREGAR

Di Bandara Cedar Rapids ia tenggelam dalam kebingungan. Ke mana? Jadi bekerja sebagai asisten manajer makanan siap saji restoran Roy Rogers di Des Moines atau membantu radio pendidikan di Dubuque? Mengapa tidak pulang saja ke Tanah Air dan mencoba mengadu nasib di sana?

CERPEN KOMPAS 2008: “KEMBANG DEWARETNA” KARYA YANUSA NUGROHO

”Mas, ayo, sudah setengah delapan, lho…,” suara itu terdengar lembut meskipun ada nada khawatir ketika mengucapkan ajakan itu.

Laki-laki yang masih mencangkung dengan sebatang kereteknya itu menoleh sesaat. Sepasang matanya menatap perempuan yang menyapanya.

CERPEN KOMPAS 2008: “RUMAH UNTUK KEMENAKAN” KARYA IYUT FITRA

Di bingkai jendela rumah gadang, Kalan menatap jauh ke halaman. Gelap yang terpampang. Sebuah panorama kelam dari malam yang menerjang. Segelap hatinya yang berselimut gundah. Getir. Ngilu. Dan serasa ada sayat yang tak putus-putus membuat dadanya tak henti dari kecamuk. Pikirannya kusut.

CERPEN KOMPAS 2008: “IBLIS PARIS” KARYA TRIYANTO TRIWIKROMO

Ya, jika pada malam yang liar dan panas, kekasihmu tiba-tiba menusukkan moncong pistol ke lambungmu, sebaiknya dengarlah kisah brengsekku ini

CERPEN KOMPAS 2008: “BERTUNGKUS LUMUS” KARYA MARTIN ALEIDA

Dia menguakkan daun jendela keluar dan mempersilakan angin pagi menyongsong masuk dengan leluasa. Hati-hati disingkapkannya kain putih yang menutupi laptop di atas meja kecil, yang berdiri begitu rapat seperti hendak mencium bibir jendela. Beberapa saat dia berdiam diri dengan wajah cemas, seakan-akan benda yang tertutup di bawah kain putih itu cuma pembawa bencana.

CERPEN KOMPAS 2008: “TANAH MERAH” KARYA DWICIPTA

Ketika ia bersandar pada pagar kapal yang akan membawanya pergi dari Tanah Merah, seluruh peristiwa yang telah dialaminya hampir setahun sebelumnya bagai berputar kembali di pelupuk matanya. Hidupnya sendiri adalah rangkaian petualangan demi petualangan yang tak berkesudahan.

CERPEN KOMPAS 2008: “UANG JEMPUTAN” KARYA FARIZAL SIKUMBANG

Aku seperti seonggok batu yang bisu di malam hari. Diam dan kaku. Tubuhku disepuh cahaya bulan. Aku duduk di gubuk sawah milik abak yang tak berdinding dan beratap daun rumbia. Udara dingin menyergap dari berbagai arah. Entah sampai berapa lama aku akan mampu bertahan dari udara malam ini. Udara malam yang mengilu kulit sampai ke semua rusuk tulang.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler