Skip to Content

Puisi Kehidupan

Imah 1

jelang tengah malam dua lima juni dua dua

diantara kepenatan jalan pikiranku

kucoba membuka jendela kehidupan dunia maya

untuk sekedar menghirup kesegaran angin

kekasihmu sedang bermain di sini

sepertinya engkau mencari kekasihmu kawan 

engkau mondar-mandir di sekitar taman kehidupanku 

hanya mondar-mandir sambil melirikkan mata 

belajarlah untuk ikhlas

dialog kecil hari ini semula aku anggap biasa

ketika kubaca WhatsApp pertamamu 

bahwa sepasang sepatu itu hilang 

saat engkau keluar dari makam Imam Syafi'i

tegarlah berdiri

memang tidak mudah jika engkau tetap berdiri di sini

meski tekadmu telah bulat engkau berdiri di sini

karena sepintas engkau tidak mendapati sesuatu di sini

Baur

BAUR

 

Perkenankan aku menyapa...

Pada titik embun...

Yang membias cahaya...

Dipagi penuh makna.....

 

engkau akan menangis selamanya

telah kutulis pesan keabadian untukmu 

telah kusampaikan isyarat untukmu 

dan kaidahpun telah sepakat 

demikian pula hatinuranimupun seirama

menanti musim

tumbuhnya benih di tanah ini tidak bisa dipaksakan

meskipun musim hujan telah tiba

yang kita anggap segala biji akan tumbuh

untuk menampilkan kesejukan

serentak

Seperti Batu

Seperti batu, dia diam namun Ketika dilempar dia mematikan

Seperti batu, terlihat tidak berharga namun pasti dibutuhkan

rinai hujan pagi ini

rinai hujan pagi ini begitu meneduhkan

bunga dan taman tak butuh sentuhan tanganku

yang hampir tiap pagi kubelai dengan percikan air

namun di sisi lain

maka dengarlah suara alam itu

biarkan gemercik air dari pancuran itu terus berlagu

biarkan gesek daun bambu menemaninya

sambil menikmati cipratan air yang mematuk batu 

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler