Tangan-tangan kotor itu membuat
kita menggigil
Saat kerja berhenti
Saat mesin kerja mati
Ketika tubuh bergerak apa adanya
Langit redup
Angin diam
Pohon diam
Burung bersahutan,
mengeluhkan hidupnya...
Di satu siang yang bau aspal
ilalang layu mencium bumi
lambainya pelan seperti merajuk
terlalu terik rupanya
Bunyi sepatu bot berderak
Jelaga malam sedikit tersisa
di sudut sini...
Rona emas tiba tanpa banyak kata
Benda bulat menggelindingkan lancar
Menuruni jalan licin
Hati terasa penuh
Sarat duka lara nestapa
Otakku membual lagi
mau keluar jalan-jalan katanya
buat apa... lelah jawabnya
aku ingin lari menggapai kilometer
berapapun...
Otakku seperti ingin meleleh
ngampar di aspal... tersengal
setelah seharian menekuni sahara
yang tak kukenali wujudnya
Otakku ingin kubungkam
Aku tak lain tak bukan Tetes air jatuh di ibu kota Bapak menggendong ibu ke kota-kota Aku telah sampai sembada
Untuk soal seni Jatuhnya aku jauh sudah ada Itu adalah soal langit
Di tepi laut selatan ini
Kulihat burung camar terbang bebas
Menembus awan dan menguasai langit
Tak terpengaruh
Akan apa yg ada dibawahnya
Hanya saja
Langit tampak legam
Bintang-bintang menangis
di persimpangan malam
Sementara rembulan retak
di antara titik rinai hujan
yang tak kunjung padam
Siap(a)kah Kamu? Dilematis Penerimaan Khalayak
Mencoba menemukan diri sendiri,
Mereka bilang, jawablah pertanyaan berikut
Senang rasanya melihat seseorang bahagia.
Mereka tertawa, seakan melupakan semua beban berat yang menumpuk di pundaknya.
Senyum yang melingkar di wajahnya, disadari maupun tidak, berdampak dengan orang di sekililingnya.
Karena itu, aku senang membahagiaakan orang lain.
Komentar Terbaru