Skip to Content

puisi kita hari ini

SEMATA APAKAH

Semata apakah lelaki melaut bertarung badai?

Sesekali meluput angan jiwanya telah tergadai

Berkawan malam ia larung perahu dari tepian

NYANYIAN API

Lelidah api menjulur

Mengulum ranting-ranting kering

Siang sumuk dan matahari

Berdansa dalam pekat asap

Gonjang-ganjing hutan terbakar

 

SEPEKAN TERAKHIR

Di penghujung hari sepekan terakhir itu kita bersua. Binar rindu di matamu

meletup nyaliku hendak merangkul. Tapi urung. Selalu saja aku kehilangan

SONATA KENANGAN

Engkau berkenalan denganku ketika huruf jatuh dari lembaran

kitab kusam yang kau baca gemetar di tangan. Belum sempurna rasa

DALAM PERSEKUTUAN

Engkau mendengus sembari mengendus. Aromaku kental kencur sangat belia. Tetapi

jangan kau buang tatap dan menuding. Berbekal semangat dilahirkannya aku dari rahim

KUTUK ITU SAKTI DARI MULUT IBU

Tersesat begitu jauh dalam lorong waktu. Seseorang yang tak bernama

memainkan serunai tulang serigala. Nada-nada luka meremang dari setiap lantun

DI JANTUNG TAEGU

kita istirah sejenak di jantung Taegu musim dingin telah di ujung mata

seperti kesurupan aku berlari dalam rinai salju melayang seperti kapas

ENGKAU BUKAN MONALISA

yang ada padamu selarik senyum biasa

milik perempuan kebanyakan dan tak kutemui

rahasia tersimpan dalam sosokmu tak menggodok ingin

TERNYATA BEGITU SEDERHANA

ternyata begitu sederhana menu cinta sajian ibu

pada ayah ia suguh salarik senyum sambil menata 

selembar hati merah jambu dalam piring siap

SEJAK AKU JATUH CINTA

sejak aku jatuh padamu perempuan

kadang langit kutatap merah jingga dan lain waktu

berkabut perak memayungi pelataran ubunku

 

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler