Membaca jejak: tahun-tahun
Malam ini tak ada yang lebih buncah
Kau yang datang mengaku pawang mimpi
Kau yang mengusung dendam berjubah perduli
Untuk apa terus sesalkan hari esok kami?
Mengutuk hakim-hakim tua itu dengan api
Apalah pelukku dibanding rebahmu di dadaku
Apalah usapku dibanding rambutmu menyisir jariku
Apalah niat kecupku dibanding bibirmu menyambutku
Kupu-kupu itu kamu
dalam terkelupasnya dinding kertas.
Dalam lamat nada minor yang getas,
dalam api yang berulang dalam
seperempat gelas.
MENGAPA KITA BEGITU KERAS KEPALA
Aku belajar darimu
untuk melepas layu
dari mati
untuk melepas waktu
dari sunyi
Mendung dan seketika
rumah ini mendingin sebelum waktunya
Kita rebahkan senja di atas sofa
di depan tungku, diam menunggu lampu
menyalakan cemburu
Satu senja aku akan membawamu ke sana
Berjalan diikuti ketam yang mencatat jejak kita di pasir hitam
Memetik setiap mimpi yang dibawa matahari tenggelam
(1)
Hujan adalah lagu
Pada celah-celah batu
(2)
Kehidupan dimulai setelah titik air pertama
Yang jatuh membuka pejam kelopak mata
Komentar Terbaru