Skip to Content

puisi pendek

GERUNG

detik
berdetak
jantung belum meretak
sederet jejakku, masih, di tanah kering
rebah melati di pucuknya menggeletak pasrah

HUJAN

airnya menderas di atas tanah

seakan mengingatkan luka hati dipanah

engkau yang selalu bicara tentangnya

tak usah lagi takut kehabisan

PECAH

awan berarak kematian. cerobong terpatri tegak kaku, kepekatan asap tidak melebihi kemurungan tanah-tanah yang memang sudah tidak bernyawa.

Aku dan Untuk

Aku menelurusi pagi yang buta berusaha mendapatkan permata.

Aku menembus deras yang menusuk, untukmu yang kupercaya sebagai tulang rusuk. 

Pada hatimu, bukan Fisikmu

Kan sudah kubilang berapa kali, aku tidak peduli,

mau dagumu sekarang dua atau tujuh sekalipun, 

mau pinggangmu lurus atau berkelok-kelok,

MALAM

 

 

aku ada pada tubuhmu

suhumu yang tak pernah sama

selalu menipu

sebentar hangat lalu sebentar beku.

Bingkai

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler