Skip to Content

Puisi Sosial

Aku adalah Tunas

Berawal darimana manusia

Jika bukan atas kehendak-Nya

Dan hasil rayuan cinta manusia

 

Berawal darimana nafas

Jika bukan atas ijin-Nya

ada kisah di sini

Si Tun memaki takdirnya

Dengan sebatang rokok

Menggerogoti Desah nafasnya

Jemarinya menari perlahan...

Merasa tersisih....

Sementara di bawah sana

Buta Laku Yang Bangsa Berharap

Buta Laku yang Bangsa Berharap

Tenggut

 

Kenang tindas akan selaksa tragedi

Kecil berkembang menggunung, tak wajar di logika

Api

Api dalam bara

 bara dalam api

Bahagia Itu Yang Sederhana

Bumi yang berlapik tilam asap

Merendai hari-hari dengan kabut jelaga

Hingga lupa memandang  ruas wajahnya

hanya bayangan sendiri yang  dapat disapa

Jakarta,, Angkuhmu Terlalu

Engkau terlalu menawan, di atas awan banyak lawan

Gedung dan gubukmu, mencium langit masih saja meratap tangis

Di jalan- jalan, seliweran meriuh iblis saling menggentayangi

Pengamen Jalanan

Perih debu jalanan

Menyapa matanya setiap hari

Panas tak tertahan

Membakar semangat dalam diri

 

Kaki kurus dan lusuh

Setelah Reda

Setelah reda

mereka menengadah melantunkan nostalgia

menghidupkan yang telah tiada

 

mereka gemetar;

tentang masa

tentang waktu

Idealisme Muka Dua

Idealisme Muka Dua

(kumuflase dimensi pikir dalam khotbah dan syair-syair petani berkursi)

 

ingin juga kurasakan laju angin

PENGAWASAN

ini pagi sibuk sekali

pengawas itu akan segera tiba

 

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler