Skip to Content

puisi sunyi

Asbak Candu Kopi

Aku seruput secangkir kopi di lidah gigil sunyi
Aku hisap candu mengepul sedalam malam sepi

Aku tulis syair tinggi menjulang
Tiba di jatuh lara sebelum tinta mengering

Kejatuhan Rindu

Malam ini aku terusik
Gemericik air dicipak sepasang ikan berenang di kolam bintang-rembulan
Sungguh syahdu sepi ini

Sesekali merdu cinta mengalun
Puisi merindu berenang dari air matamu

Kalau Aku Menentang Sastra

Aku tak lain tak bukan
Tetes air jatuh di ibu kota
Bapak menggendong ibu ke kota-kota
Aku telah sampai sembada

Untuk soal seni
Jatuhnya aku jauh sudah ada
Itu adalah soal langit

Sunyi Sempurna

Adakah aku? yang kesiurnya angin menampar rimbun daun jati
Adakah aku? setetes air yang kadang keruh
Adakah aku? geladak kapal pecah sebelum tenggelam penuh

Karangan Sunyi

Ini malam bunga kenanga ruah tumpah
Taklah aku menanam sepi tumbuh bunga mendera layu
Nyiur sunyi tiada arti ditiup angin tak kelambai
Sekarang atau karang hanyut yang terhempas

Puisi Kembang Petani

Saat yang lalu tlah bergulir
Pada detak jam 12 matahari
Desahan nafas sudah terlalu
Panggullah pacul yg berlumuran tanah

Orang-orang dari panji matahari
Aku tlah berkata, kita kuat

Bulan Aku Ampun

Sunyi lebur di teduh
Direngkuh bulan wulan
Merindu sungguh
Keribaan mengalir penuh ampunan

Beriak kata tersesat terangkai
Ini teriak tubuh di kolam keruh
Aku rindu ramadhan penuh

Sepah Sekeringat

Debu-debu kota melekat di dahimu, mengikuti lelah yang tiada kalah dari puisi cinta merayu
Kita adalah muda-mudi
Keringat sengat mengalir dari wajah kota dipertuan tuan-nyonya

Syair Putih

Segera setelah syairku jadi daun
Ditiup angin jatuh di pangkuanmu
Sunyi menyanyi mengalun tak akan
Engkau di depanku

Pena ini meruncing aduhai
Terjaga di gelap malammu

Syair Merah

Aku dan pena ini
Menggores dalam luka
Tubuh buku-buku
Berdarah-darah

Tubuhnya ranum
Rela bercucur darah
Demi para pujangga

Kelopaknya sudah kaku
Sekedar kedip mata
Kau laksana buta

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler