Kami berdiri dalam satu barisan yang sama: Aku, pikiran dan kata Kau tahu, siapa yang akan lebih dulu bersuara?
Di, hujan datang lagi. Nopember tahun ini hujan begitu rajin datang dan pergi. Ia selalu tahu saat-saat aku sendiri dan merasa sepi. Ia datang seperti ingin menemani.
UNTUK SEBUAH NAMA
Kau dekap tubuhku dan menjaga malam
Ketika desiran angin menghembuskan dingin
Kau jaga erat sukmaku
Gundul pacul kupetik dalam string gitar,
Kuulang hingga lancar dan terbiasa,
Untungnya bukan fitnah yang kupantik,
Kala jingga menyapa sepasang sayap yang patah
Kasih... Aku tak cemas bila tak ada kertas untuk kutulis kata cinta. Atau pena agar cintaku ini kau baca. Karna kau tahu... Akupun tahu...
Seperti gelandangan termenung dalam emperan kosan dengan muka lusuh dan sebatang lisong Dihempaskan asap amarah dari cocotnya
Ah topeng itu tidaklah kalian melihat itu? Menari meronta
Sepasang mata yang paling nelangsa itu tahu, bahwa puisi memang selalu tentang rasa. Tak pernah ada yang direkayasa.
Mestikah pada baris ucapanmu ada kekhawaritan kebimbangan
Bukankah aku yang mengajarkan keteguhan dan keyakinan
jangan cintai aku apa adanya
Komentar Terbaru