Skip to Content

ranggila

Raga Tak Berkiwa

terkapar hingga caci mengalir

tergolek dera ragapun tak bedaya

tersisa selembar sungging

jiwa gila bagai binatang

egois tak sanggup raih jiwanya

Saat Tiba

Perpejam

Nganga

Tinggal satu nafas

Melesat…

Pintu ubun terbuka

Memmucat pasi

Seputih kapas

Dingin…

Dingin

Kudekap ketiak malam

Gigil menahan eja asmamu

Kaku terbaring anganku

Mengukir galau dalam benak

 

Gelap semakin mengendap

Bisu agas meronta geliat

Menyulam sayap menyeringai

dingin menekat diantara

panjang jalan terhitung

tinggal separoh gelap meredup

Tanpamu Ku Maut

Tak satu mengerti makna pusaran benak

Simpang jalan membawa pesan tepian rindu

Tersembunyi carianku dibalik hatimu

Tangan terkulum sang bayu menggapai suara

Seribu derap langkah hampa tersapa

~

Suluh siang lintasi kelapa telanjang

Sisa sengatan anyir peluh menghujan

Kukejar menuju arah pucuk suaramu

Mati menyatu dalam alunan yang sama

Biar, dunia maya bumi kakiku kan menjagal nafasku

Terkapar, terseok beku mendulang rangkai kata

Kuterjang Riak Ombak

Belukar hati kembaraan ilalang kering

Penuh goda dan rayu menawarkan rindu

Dari jengkal malam batas pagi menjelang

Kata roman aral berbagi menghadang

Kan ku hempaskan badai menghantam

~

Sedetik pun tak kan dera kulepas

Menyambut senyum riang rangkat

Setinggi puncak karang bahkan bara membakar

Dari keras gelombang dan putihnya buih pantai

Kan juterjang walau sekeras karang hitam

Mendera batang pokok-pokok kemarau

Gaung Tua Malang

Sangkakala...
Menggema dibalik desau angin
Kutetap teriak sepi dari hingar tawamu
Rasa mencabuk belum perih berasa
Akan pahat dan cium senja lalumu
Tak lampaui gaung usangku yang malamg
~

Nantikan Sebuah Nisan

Kisut kulit membentang bumi

Nyaris enggan mengeja nafas

Sekian terlalui langit yang panjang

terhuyung sesekali angin menerpa

hati  batu gontai tetap melenggang

~

Kedip mata akrab dengan sebuah pusara

Kepala bertebar kapas duduk termenung

Menunggu saat jeda antara jiwa dan raga

Hanyalah asa menakar cita dan rasa

Untuk menancapkan tonggak dada

Teriak lantang sbagai torehan jejak

Rinduku Bersuar

Beliak surya terbitkan asa

Terbetik sukma barsitkan kata

Biar benak terapit beku

Takkan aral lepaskan hasrat

Tuk tingkap penat kalbu

~

Tiap hembus nafas dan kedip mata

Bak nadi terus berdetak

Dari ufuk masa pancar mentari

Hingga akhir kutub redupkan sinar

Rona rindu kian mengusik

Walau lidah liat terucap

lelehan

pasrahlah bumi

lentang dan

tembusnya nikmati

belah terapit

sungai dalam

desahan angin

teriakan bara mentari

dekap mengerat

bersama gigil

malam

tanpa sucuil bulan

serabut ini

tuk bumi

buah akar ini

tuk selamu

muntah

tsunami

gempa

bersama

Usai

terpasak

memasak

seringai

jeda

baku

usapi

keringi

peluh

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler