Skip to Content

ranggila

Pupus

Airmata mana lagi yang harus tercurahkan

Darah mana lagi yang harus tertumpahkan

Apa bintang di pundak sebagai taruhan? 

Hati sembunyikan niat mewarisi dendam

Mengangkangi kekayaan ibu pertiwi?

BUNUH DIRI

(1)

sepasang jejak searah menuju

di sana,

mata terbelalak

kata terjulur

kayu berdiri,

tanpa alas bumi

hening,

tangis memeluk raga dingin

kerongkongan kelu membatu

 

(2)

tanpa siapa,

bukan siapa,

sendiri tanpa siapa

mata redup

bibir mengunci kata

diam menghapar

 

(3)

sembilu nadi

mengucur merah

raga lunglai

tak berkedip

tak meronta

tanpa bahasa

tidur lama

enggan kembali

nafas dada

kala

senyum, tawa hanya lena semata

kala suatu tempat menunggu

doa kan hambar, pinta apalagi

kala janji dari rahim telah tertulis

curiga hanyalah akan terpedaya

kala kapan saat harus segera dilalui

__

 

air mata hanya iba curahan hati

karna tak mampu menarik kembali

ikrar, janji yang telah disepakati

susuri lorong gelap bagi yang ditinggal

jalan nur cahaya bagi yang melalui

kala hitam putih, putih satu pilihan

__

 

jejak kaki suci, tujuan yang hakiki

halus langkah hingga tempat berdiam

menyatu bumi, melenyap langit

di diam harum mewangi

menanti yang belum terbagi

garis pasak putaran pada titik henti

asa

mampukah aku mengubah wujud

untuk kau nikmati, setiap hadirmu

kaldu hati menjadikan gairah rasa

yang membuat dada makin kekar

seirama menguntai perigi bahasa

mengasah dua sisi tajam pedangi

Benci

angin berbisik menerpa cuping telinga

tentang wajah tak seranum daun pucuk

hati penuh debu lembah iri dan dengki

~

hati tak pernah mengerti arti sahabat

keliaran sepanjang lankah gelap malam

musnah kecantikan si gadis temaram

~

larut masamu terbuang percuma

sepi menghiasi beban keseharian

malu melipat batang jenjang leher

sipu tak ‘kan mengubah ujung angin

Sepenggal Pesan

siluet menjelang bulan ajal

kelebat terasa smakin mencekam

kantuk surya menung tertahan

teriak pagi menegur malam

~

mentari mengurai syair lama

mencari titik suatu peristiwa

kian panjang menusuk jalan

sampai ketetapan denyut nadi

~

bayang hapuslah sebutan jalang

jelaga segala perih menoreh

agar langit menerima berkas putih

satu sisa angin lembah kenangan

Sekilas Perjalanan

batang urat di comberan kota

kedip mata hijau lalu jalang

segala kecap lirih buaian manis

 

lengan panjang penuh coretan bibir

leher tercekik memar serutan jerat

bulan bersepuh hitam meregang

 

tak halal sbagai kenikmatan

neraka adalah sorgawi dosa

pejalan malam  sesaat malam

Di balik topeng

musti jengkali tahta

dendang melenggang

mengecap nadi

telanjangi muka suci

topeng

~

menjerat kucing,

tikus pemangsa,

kaku keyakinan

mengerat

beralas juta lembaran,

edisi pagi

Petani Usang

Siang tegak lurus penuh peluh

Enggah nafas lalu lalang

Demi sesuap dan seteguk

Impas tulang belulang kering

Kulit kerut mengalur

Sungai keringat kehulu

Tuk sisa esok

Menanti senja tiba

K u r s i

Itu kemarin, kursi masih diam

 

Sekarang setelah ada kau

Selalu bergoyang-goyang

Menengadah lalu menunduk

 

Tahukah kau…

Kursi itu penuh bangsat

Tempat tikus buncit

Taring atssnya ompong

Taring bawahnya tajam

 

Tahukah kau…

Walau aku katakana singgasana

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler