Skip to Content

sosial

MENCANGKUL

MENCANGKUL

Oleh: Emil E. Elip

 

Sudah aku cangkul tanah ini sejak aku remaja

Peluhku tidak terhitung lagi

Mimpi sesekali bersemi

Kalangan Jelata

Tuhan aku tidak lelah Engkau takdirkan menjadi rakyak bawah

Biarkan mereka Menjadi tinggi dengan kerendahanku

Biarkan mereka menjadi mulia karena kemiskinanku

Matikan Selisih Di Dewasa Merdeka

Matikan Selisih di Dewasa Merdeka

Tenggut

 

Mana awal mula beradu senjata

Berbagi darah-darah di jalan, hingga mematikan hati

Menanak Buih-Buih Gelombang

Pada sepenggal hari yang tersisa

remuk serasa melantak butiran pasir

yang menghampar ketika jejak ku singgahi

membuat tapak getar ingin ku rendai

 

Masih Ada Tuhan diSaku

Detak jantung berdegup

Lutut bertelut niskala waktu berteduh

Berpuja di atas lusuh menenun

Ku rundung sujud

 

Pada serambi bumi ini

Perginya Al Husni

Al Husni, sosok pria yang sangat dihormati sebagai panutan di kampung ini mulai jarang menampakkan batang hidungnya. Sudah beberapa hari ini dia tidak pergi ke masjid seperti biasanya. Tak ada yang tahu mengapa dia bersikap demikian. Tak pernah kami mendengar kabar miring mengenainya. Beliau memang masih muda, belum menikah dan selama ini aktif dalam kegiatan berbau religi.

Jalanku Puisi

Memandang pupus di ujung waktu

Tak jemu mata ditelan masa

Meluapkan sanubari dalam diri

Tungkakku pilu diwaktu rindu

Bulir basah terus mengalir

Hidup

Duka tercampak. Terkoyak.

Berjalan lirih tanpa henti.

Menerjang malam menuju angan.

Merangkak di jalanan yang congkak.

 

LOKASARI

LOKASARI

langit kian gigil pada batas-batas sekarat
dan sang burung hantu melemparku dari kumpulan para manusia-manusia nokturnal
'ciumi gerutuku', katanya.

Sebuah Cerita Ketika Piring itu Pecah

Praaang…. Brak… praang….

Piring berterbangan dan pecah beradu menimpa dinding.

Terdengar suara isak yang tersedan.

Tangisan dari perempuan yang malang.

 

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler