Skip to Content

HAIKU MENGGUNAKAN KIGO ALAM INDONESIA

Foto Beni Guntarman
files/user/2512/KIGO.jpg
KIGO.jpg

BAGIAN I. FILOSOFI HAIKU

Haiku adalah bentuk puisi yang berkembang di Jepang pada abad ke-16 yang berada dalam pengaruh filosofi Zen Buddhisme. Banyak penyair haiku pertama yang biarawan penganut Zen, termasuk yang paling terkenal dari mereka semua, Basho (1644-1694). Setiap haiku menggambarkan satu saat. Ini adalah ekspresi puitis dari filosofi Zen Buddhisme.

 

Zen telah memberikan kontribusi ke bentuk haiku dengan baik. Ungkapan yang jujur, sederhana, dan pengalaman sensorik langsung. Sebuah haiku yang berada dalam pengaruh pemikiran Zen adalah bersifat pencerahan. Berisi persesuaian paradoks antara ideal dan realitas. Pada saat haijin menangkap suatu momen yang sifatnya kekal dan fana, ditangkap oleh penyair tanpa komentar atau interpretasi subjektif.

 

Dalam Zen penting untuk mendapatkan informasi dengan mengusir semua delusi dan segala hal yang menipu diri sendiri, dan yang paling menipu adalah bahasa. Bahasa adalah ekspresi utama dari manusia dalam menipu diri sendiri. Oleh karena itu, dalam Zen penting untuk menggunakan kata-kata seirit mungkin, baik ketika berbicara maupun menulis.

 

Setiap saat hadir dengan pikiran yang jernih, terbuka, dan dalam semangat kejujuran. Renungan atas moment saat ini (di sini dan sekarang) adalah detak jantung puisi haiku. Haiku dalam pengaruh perspektif filosofi Zen Buddhisme adalah ekspresi ketidakabadian, kesederhanaan, kesenjangan, dan ketidaksempurnaan. Ekspresi keindahan yang berada di antara kehidupan dan kematian, kebahagian dan penderitaan yang merupakan takdir kita sebagai manusia.

 

1.1.         PENGERTIAN DAN KONSEP SERTA TUJUAN HAIKU
Haiku Jepang aslinya terdiri atas 17 suara (17 suku kata ketika diucapkan), yang terbagi dalam tiga frase: 5 suara, 7 suara, dan 5 suara. Suara biasa diartikan sebagai suku kata (fonem). Sejatinya Haiku mengandung Kigo, Struktur pendampingan dua bagian, dan Penggambaran Sensor Objektif; serta mengandung Kireji atau kata pemotong alur cerita atau penyimpul atau penekanan.

 

Haiku berasal dari kata “haikai no renga”, puisi kelompok kolaboratif yang biasanya seratus bait panjangnya. Hokku, alias bait pertama, adalah kolaborasi renga yang mengindikasikan musim sekaligus mengandung kata pemotong. Haiku sebagai bentuk puisi mandiri melanjutkan tradisi ini.

 

Konsep haiku: bertujuan menyaring sebuah gambar dengan beberapa suara. Tujuan haiku adalah menciptakan lompatan antara kedua bagian, dan untuk meningkatkan makna dan rasa puisi dengan menghadirkan “perbandingan internal”.

 

Haiku adalah puisi pendek yang menggunakan bahasa sensorik untuk menangkap perasaan atau gambar. Inspirasinya kerap berasal dari elemen alam, momen indah, atau pengalaman mengharukan, menangkap dan menyaring gambar-gambar di alam yang lekas berlalu, misalnya katak lompat ke dalam kolam, tetes hujan menimpa daun, atau setangkai bunga berayun dihembus angin.

 

Haiku mengekspresikan momen-momen pengalaman objektif, bukan interpretasi atau analisis subjektif atas peristiwa itu. Penyair harus menunjukkan pada pembaca suatu kebenaran tentang keberadaan momen itu, bukan menceritakan emosi yang dia rasakan akibat peristiwa itu.

 

Haiku mengandung dua objek yang berdampingan, transisikan perspektif akan topik pilihan anda agar haiku memiliki dua bagian. Misalnya, penulis bisa fokus ke detail seekor semut yang merayap di batang kayu, kemudian mendampingkan gambar itu dengan sudut pandang yang lebih luas akan seluruh hutan, atau musim ketika semut itu berada. Pendampingan itu memberi penyair makna dan rasa yang lebih mendalam daripada menggunakan alam tunggal yang sederhana.

 

Haiku aslinya terpusat ke detail-detail lingkungan sekitar yang berkaitan dengan kondisi manusia. Anggaplah haiku sebuah bentuk meditasi yang mengekspresikan gambar atau perasaan objektif tanpa mencantumkan penilaian dan analisis subjektif. Haiku adalah apa yang dilihat dirasakan didengar atau diraba atau dicium, lalu haijin menyadarinya sebagai suatu peristiwa yang membuatnya ingin berbagi kepada orang lain.

 

1.2.         BERFIKIR TENTANG WAKTU
Haiku adalah puisi pendek yang berbasis ruang dan waktu. Waktu adalah sesuatu yang abstrak. Kita tidak pernah dapat melihat seperti apa wujud sebuah waktu. Kita hidup dalam lingkupnya, bagaikan ikan-ikan hidup di dalam air, bagaikan udara yang terus menerus melingkupi bumi. Tidak ada yang tahu kapan waktu bermula dan kapan berakhir.

 

Manusia memenggal-menggal waktu sehingga hadirlah yang kita sebut sebagai nama-nama hari, tanggal, bulan, dan tahun. Kita berada dalam sekat-sekat waktu. Hari ini akan menjadi hari kemarin, setelah hari ini muncul hari esok, dan hari esok segera menjadi hari kemarin. Bumi berputar menciptakan adanya waktu siang dan malam, bumi mengitari matahari menciptakan bilangan bulan dan tahun. Angin muson berubah arah dan musim pun berganti seiring waktu. Menangkap perubahan yang sifatnya alamiah, kemunculannya bersifat periodik, atau bersiklus, dan sifatnya mempengaruhi perilaku hewan, tumbuhan, dan juga mempengaruhi manusia secara individual dan kelompok adalah bagian dari esensi haiku yang sering kita disebut sebagai KIGO.

 

Waktu tidak dapat dipisahkan dari tempat (ruang). Kita tinggal di bumi yang sama namun memiliki waktu yang berbeda. Jarak menyebabkan perbedaan waktu. Setiap derajat perbedaan tempat di atas muka bumi ini memiliki perbedaan waktu sekitar satu jam. Kita merasakan situasi siang di Indonesia dan pada saat yang sama di bumi Eropa sana sedang malam hari. Sekat ruang dan waktu adalah jarak, adalah musim , adalah iklim, adalah siang atau malam.

 

Kigo atau penanda waktu di dalam selarik haiku adalah sebuah disiplin. Penulis haiku bisa saja membengkokan atau meniadakannya dari haiku yang ditulisnya. Namun penanda waktu (kigo) dalam haiku adalah ciri khas sebuah haiku, di mana rasa, kesan, atau imajinasi, atau makna sebait haiku dibangun melaluinya. Penting bagi seorang haijin melihat adanya sebuah potrensi besar di balik ungkapan sebuah waktu guna mengungkapkan rasa dan menghadirkan kesan, pesan, dan makna bagi pembacanya. Sikap ini tentunya tidak akan memandang kigo sebagai suatu penghambat dalam menuliskan sebuah haiku. Haiku adalah potret peristiwa dalam setitik waktu (Kigo), melaluinya rasa si penulis tercurah atau diungkapkan dan kesan atas peristiwa itu menemukan bentuknya.

 

Bagi penulis haiku di luar Jepang, menemukan penanda waktu tidaklah terlalu sulit. Waktu adalah musim penghujan atau kemarau, waktu adalah siang atau malam, waktu adalah ketika kita berpuasa, ketika kita berlebaran atau natal atau merayakan imlek, dan seterusnya. Penanda waktu bisa diisyaratkan atau disimbolkan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita, Bila bunga-bunga bermunculan pada tumbuhan yang berbunga setahun sekali pertanda waktu musim penghujan. Bila terlihat pohon randu atau jati atau kedondong merangas pertanda bahwa waktu kemarau tengah berlangsung. Demikian juga sebaliknya, bila pohon-pohon yang merangas di musim kemarau terlihat bertunas, berbunga atau mulai berbuah berarti petanda musim penghujan.

 

Persepsi tiap orang terhadap ruang dan waktu jelas berbeda. Ada yang cenderung mengatakan malam sebagai ruang kesunyian atau saat hati lebih mendekat kepada Sang Khaliq dan ada juga yang mempersepsikan siang sebagai ruang kesibukan tangan bekerja, atau saat-saat terjadinya perubahan besar di dalam kehidupan. Ada yang mempersepsikan hujan sebagai symbol keresahan hatinya, atau ada juga mempersepsikannya ke dalam nilai-nilai religius yang dianutnya. Buatlah penggalan-penggalan waktumu ibarat seperti berladang, semaikan biji-bijian sebanyak-banyaknya agar lingkunganmu menjadi sejuk, segar dan rindang serta mendatangkan buah. Selarik haiku hanya memotret momen dalam sepenggal waktu. Sentuhan jiwa penyair yang membuatnya jadi berkesan indah dan bermakna.

 

1.3.         MENGEMBANGKAN HAIKU DALAM ALAM PIKIR INDONESIA
Suatu karya sastra baik itu berupa prosa atau puisi sejogyanya tidak terlepas dari alam pikir dan budaya yang berkembang di tempat di mana karya itu ditulis. Karya sastra dan budaya memiliki hubungan timbal balik, saling mempengaruhi satu sama lain. Karya sastra bagian dari budaya suatu daerah atau negri. Perkembangan dunia yang pesat menyebabkan semuanya saling bersentuhan, budaya antar negri, antar benua, dan karya sastra pun berkembang lalu menyerap hal-hal yang menonjol dalam perkembangan sastra dunia.

 

Haiku sebagai bentuk puisi tradisional Jepang ternyata tidak hanya digemari oleh orang Jepang. Banyak orang asing yang tergila-gila kepada bentuk puisi tersebut, sehingga bukan saja mereka menerjemahkan haiku Jepang ke dalam bahasanya, melainkan juga mencoba menulis bentuk haiku dalam bahasanya sendiri. Buku kumpulan haiku yang ditulis dalam bahasa Inggris dari tahun ke tahun bertambah jumlahnya. Dalam bahasa-bahasa lain pun ada orang yang berbuat seperti itu. Sedangkan di Amerika serikat beberapa sekolah menengah mengajarkan haiku dan mengajar siswanya untuk menciptakan haiku– dalam bahasa Inggris.

 

Di Indonesia hal demikian juga terjadi, haiku boleh dikata sebagai genre puisi yang sedang digiatkan, meski perkembangannya tidaklah sedahyat di Amerika Serikat dan daratan Eropa. Namun proses penyerapan itu terus berjalan, dan terlihat masih mencari bentuk yang standar “Haiku Ala Indonesia”.

 

Tantangan terberat dalam mengembangkan Haiku di Indonesia adalah pada kigo atau penanda musim ketika moment haiku itu terjadi. Kigo adalah prasyarat untuk diakui sebagai haiku. Kurangnya pengetahuan para penyair tentang perilaku hewan, tumbuhan, dan perilaku alam lainnya seperti ombak, angin, dan sungai yang mengisyaratkan musim hujan atau kemarau atau pancaroba menyebabkan penulisan haiku di indonesia seakan-akan berniat menghilangkan ruhnya haiku.

 

Namun yang penting adalah bagaimana cara kita memahami Haiku yang menggunakan Kigo dalam alam pikiran orang Indonesia. Menyusupkan Kigo kedalam rangkaian 17 suku kata yang diinginkan para penulis adalah tahapan yang kerap menyulitkan pemula dalam menulis Haiku.

 

Alam Indonesia hanya memiliki dua musim yakni, musim penghujan dan musim kemarau, di antara dua musim itu ada masa pancaroba yang singkat. Mencari penanda musim di negri kita sebetulnya tidak sulit. Rumput kering, jalan berdebu, hutan terbakar, dan seterusnya bisa dijadikan sebagai penanda musim kemarau. Demikian halnya dengan jalan becek, rumput menghijau, banjir, gerimis panjang, dan seterusnya bisa menjadi penanda musim penghujan. Hewan-hewan tertentu seperti Landak keluar dari hutan biasaanya terjadi pada musim kemarau.

 

Burung Hantu, Kelelawar, Babi, Rusa, Tikus, Cecak, dan lain-lain, yang biasa kita sebut sebagai hewan Nocturnal atau hewan yang aktifitasnya mencari makan secara normal pada saat malam hari adalah kigo (kecil). Menyebutkan Capung, Kupu-kupu, Lebah, Burung pada umumnya, Ayam, Sapi, Kerbau, Kambing, Kuda, dan seterusnya; hewan-hewan itu semua merujuk pada pertanda waktu siang atau biasa disebut sebagai hewan Diurnal. Menyebutkan Ayam atau Burung yang rabun atau menyebutkan Putri Malu mengatup atau Bunga Kecubung mekar merujuk pada pertanda waktu senja. Demikian juga Angin dapat dijadikan sebagai pertanda waktu (tentang angin sebagai penanda waktu ada dibahas di Bagian III dari tulisan ini). Dalam situasi tertentu sebagaian dari hewan diurnal atau nocturnal menunjukkan perilaku petanda musim penghujan atau kemarau, penyair harus cermat dalam melihat hal ini. Indonesia sangat kaya dengan Kigo atau penanda waktu, kita harus menggalinya sebanyak mungkin agar dapat menemukan Kigo khas Haiku Indonesia.

 

Kigo dalam haiku adalah prasyarat. Artinya bisa disebut Haiku kalau ada penanda musim atau waktu saat moment haiku itu terjadi (Ingat! Kigo bukan pertanda waktu kapan sebuah haiku itu di posting di media sosial) . Bila ditelusuri lebih jauh pada pertanyaan “seperti apa wujud suatu kigo itu di dalam haiku?” Kigo adalah pertanda yang diambil dari unsur: 1) Perilaku alam semisal banjir, hutan atau rumput terbakar di musim kemarau, dan seterusnya. 2) Perilaku Hewan 3) Perilaku Tumbuhan, 4) Gejala-gejala astronomi dan astrologi yang berhubungan dengan musim, atau pertanda waktu pagi, siang, senja, atau malam juga merupakan unsur kigo. 5) Situasi Kehidupan Sosial dan Suasana Keagamaan, misalkan: bulan puasa, situasi lebaran, situasi natal, atau imlek yang dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat juga bisa dikategorikan kigo.

 

Haiku adalah puisi pendek yang berbasis ruang dan waktu. Musim adalah bagian dari waktu. Musim di Indonesia berganti seiring waktu pergantian angin muson barat dan angin muson timur. Suasana malam atau siang juga pertanda waktu. Tiada tempat di bawah sorot matahari yang tidak terikat pada waktu. Dalam skala global, tempat yang berbeda menunjukkan waktu yang berbeda. Setiap 1 derajat perbedaan tempat di muka bumi ini memiliki perbedaan waktu sekitar 15 menit. Artinya waktu adalah sesuatu yang selalu terkait dengan tempat.

 

Penanda waktu di dalam Haiku selalu terkait tempat di mana Moment Haiku itu terjadi. Anda menemukan Moment Haiku di Arab Saudi tentu anda akan menuliskan kigo sesuai dengan musim yang ada di sana, karena di sana tidak ada musim salju tentu anda tidak dapat menggunakannya sebagai kigo bagi haiku anda. Demikian pula dengan Moment Haiku di Indonesia, harus disesuaikan dengan penanda waktu atau penanda musim yang ada di Indonesia. Sebagai dasar pengetahuan tentang Kigo Indonesia maka haijin harus mengenali alam Indonesia, harus mengetahui bagaimana budaya tentang kesadaran atas ruang dan waktu tertanam dalam budaya agraris sejak zaman nenek moyang kita dahulu. Budaya Ma yang mendasari filosofi Haiku Jepang juga ada di dalam budaya kita, meski bentuknya tidak sama persis dengan di Jepang.

 

Dalam konsep Kigo, waktu mempengaruhi suasana hati. Terang bulan, musim hujan, kemarau panjang, pagi hari, dan seterusnya adalah waktu yang dapat mempengaruhi suasana hati seseorang. Kutuliskan rasa lewat waktu, demikianlah filosofi dasar penulisan Haiku. Kigo dapat dibayangkan secara sederhana dengan ungkapan sebagai berikut: “Tuliskanlah perasaanmu lewat musim atau situasi atau waktu yang tengah berlangsung agar orang bisa memahami apa yang engkau maksudkan.” Salah satu fungsi kigo adalah sebagai penyama persepsi atau pikiran antara si penulis dan pembacanya.

 

Ketika sebuah kigo itu diserap dari unsur alam, tumbuhan, hewan, dan astronomi maka terjadilah sentuhan antara bidang sastra dan ilmu pengetahuan alam. Ketika sebuah kigo itu diserap dari unsur kehidupan maka ia bersentuhan disiplin ilmu yang lebih luas lagi. Contoh: melihat bintang pari umumnya dimaknai petani sebagai musim tanam padi, jatuh perayaan imlek umumnya persepsi yang terbentuk dalam benak sebagian besar orang Indonesia bahwa saat itu curah hujan sedang tinggi-tingginya. Melihat musim layangan merupakan suatu pertanda bahwa saat itu angin muson timur berhembus relatif kencang sehingga hujan jarang datang. Kigo tidak harus ditulis secara gamblang guna menyebutkan musim atau waktu yang sedang berlangsung, dapat pula dituliskan menggunakan simbol-simbol yang bisa dipahami secara umum.

 

BAGIAN II.  MEMAHAMI ALAM INDONESIA

 

2.1. IKLIM DAN CUACA DI INDONESIA

Alam Indonesia dikenal sangat indah dan kaya akan berbagai sumber daya alam: keaneka ragaman flora dan fauna, kaya bahan energy alam yang tak terbaharui seperti minyak dan gas bumi, berbagai macam logam dan mineral, juga alam berupa hutan, sungai, danau, gunung dan pegunungan yang tampak mempesona. Ingatlah, keindahan tersebut tidak semua negara memilikinya. Banyak negara yang sebagian wilayahnya hanya berupa padang pasir, hamparan es, padang rumput, dan lain-lain.

 

Keadaan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu keadaan fisik wilayah serta keadaan flora dan fauna. Keadaan fisik wilayah terdiri atas keadaan iklim dan keadaan bentuk permukaan bumi (kondisi fisografis) yang kemudian akan menentukan jenis tanahnya. Sementara keadaan flora dan fauna menyangkut jenis keragaman dan sebarannya.
Menurut pembagian letak Astronomis. Letak Negara Indonesia berada pada 6⁰ Lintang utara – 11⁰ Lintang selatan serta 95⁰ bujur timur – 141⁰ bujur timur. Jika anda melihat dari luar angkasa, maka letak Indonesia berada pada sisi timur yang menghadap matahari. Dengan posisi dunia (bumi) yang mirip orang ruku’ dalam sholat, posisi ini membuat wilayah Indonesia mendapat penyinaran selalu tiap tahun. Dan karena letak inilah yang menyebabkan Indonesia termasuk negara dengan iklim tropis.

 

Ciri iklim tropis adalah suhu udara yang tinggi sepanjang tahun, dengan rata-rata tidak kurang dari 18° C, yaitu sekitar 27° C. Di daerah tropis, tidak ada perbedaan yang jauh atau berarti antara suhu pada musim hujan dan suhu pada musim kemarau. Kondisi ini berbeda dengan daerah lintang sedang yang suhunya berbeda sangat jauh antara musim dingin dan musim panas. Suhu pada musim dingin dapat mencapai sekitar -20° C atau lebih, sedangkan pada saat musim panas dapat mencapai sekitar 40° C atau lebih. Ciri daerah tropis lainnya adalah lama siang dan lama malam hampir sama yaitu sekitar 12 jam siang dan 12 jam malam.

 

Sedangkan menurut letak Geografis, pembagian iklim di Indonesia cukup strategis. Posisinya di apit oleh dua samudra, yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Selain itu juga di lewati oleh dua pegunungan muda, seperti Pegunungan Mediterania dan Pegunungan Sirkum Pasifik. Inilah yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki aktivitas gunung berapi dalam status aktif cukup banyak. Inilah alasan mengapa Indonesia pula menjadi negara yang rawan terjadi gempa vulkanik. Tapi sisi positifnya adalah keadaan tanah menjadi subur dan gembur.

 

Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah tropis, diantara Benua Asia dan Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui garis katulistiwa, terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur, terdapat banyak selat dan teluk, menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap perubahan iklim

 

Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang relatif lama. Cuaca adalah keadaan suhu udara, tekanan udara, curah hujan, angin, sinar matahari pada waktu dan tempat tertentu. Iklim di Indonesia terdiri atas iklim musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut.

 

2.1.1. IKLIM MUSIM (IKLIM MUSON)
Iklim ini terjadi karena pengaruh angin musim yang bertiup berganti arah tiap-tiap setengah tahun sekali. Angin musim di Indonesia terdiri atas angin Musim Barat Daya dan Angin Musim Timur Laut. Iklim musim, dipengaruhi oleh angin musim yang berubah-ubah setiap periode waktu tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur).

 

Angin muson adalah angin yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara samudra dan benua. Pada saat samudra menerima penyinaran matahari, diperlukan waktu yang lebih lama untuk memanaskan samudra. Sementara itu, benua lebih cepat menerima panas. Akibatnya, samudra bertekanan lebih tinggi dibandingkan dengan benua, maka bergeraklah udara dari samudra ke benua.

 

2.1.1.1.  Angin Musim Barat Daya
Angun Musim Barat daya yang bertiup antara bulan Oktober sampai April, sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalamu musim penghujan. angin ini akan bergerak dari arah utara barat laut memiliki tekanan udara yang tinggi dari pada arah selatan. Angin tersebut juga membawa banyak uap air, sehingga saat berjalan melewati Indonesia berpotensi besar turun hujan. Itulah mengapa di sebut musim penghujan oleh penduduk Indonesia. Angin Musim Barat Daya: Arah Angin Oktober-Maret.

 

2.1.1.2.  Angin Musim Timur Laut
Angin Musim Timur Laut yang bertiup antara bulan April sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim kemarau. Angin ini akan bertiup dari arah Selatan tenggara yang memiliki sedikit uap air, sehingga di katakan kering. Saat melewati negara Indonesia akan membawa panas efek angin tersebut, sehingga di namakan musim kemarau oleh penduduk Indonesia. Biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan
Sepember.

 

2.1.2. IKLIM TROPIKA (IKLIM PANAS)
Indonesia terletak di sekitar garis katulistiwa. Akibatnya, Indonesia termasuk daerah tropika (panas). Keadaan cuaca di Indonesia rata-rata panas mengakibatkan Negara Indonesia beriklim tropika (panas). Iklim ini berakibat banyak bagi hujan yang disebut hujan naik tropika. Iklim panas, terjadi karena Indonesia berada di daerah tropis. Suhu yang tinggi mengakibatkan penguapan yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya hujan. 


Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika. 


Daerah Indonesia yang berada di sekitar garis ekuator atau khatulistiwa mengalami iklim tropis. Lebih sangat terasa di bagian negara yang berada di garis khayal ekuator, seperti Pontianak. Sedangkan keadaan panas lainnya bisa di batas rata rata. Musim panas yang seperti ini mengakibatkan banyak hujan yang curahnya tinggi. hujan ini di namakan dengan hujan naik tropis.

 

2.1.3. IKLIM LAUT
Wilayah Negara Indonesia adalah Negara kepulauan. Sebagian besar tanah daratan Indonesia dikelilingi oleh laut atau samudra mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi. Itulah sebabnya, di Indonesia terdapat Iklim laut. Sifat iklim ini lembap dan banyak mendatangkan hujan. 


Indonesia merupakan salah satu negara yang di kelilingi oleh laut dan perairan, bahkan lebih besar perairannya. Dengan banyak pulau, Indonesia menjadi negara yang memiliki kepulauan terbanyak di dunia. Keadaan inilah yang menyebabkan beberapa bagian wilayah Indonesia yang berbatasan dengan perairan memiliki iklim laut. Keadaan ini membuat wilayah tersebut memiliki suhu rendah, kelembaban udara yang tinggi dan curah hujan tinggi di bandingkan dengan lainnya. Resikonya adalah daerah ini rawan terjadi banjir

 

2.2.   UNSUR-UNSUR IKLIM

Walaupun cuaca dan iklim berbeda, tetapi unsur-unsur yang membentuknya adalah sama. Unsur-unsur pembentuk cuaca dan iklim adalah sebagi berikut:

 

2.2.1. Penyinaran Matahari
Matahari merupakan pengatur iklim di bumi yang sangat penting dan menjadi sumber energi utama di bumi. Energi matahari dipancarkan ke segala arah dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Penyinaran Matahari ke Bumi dipengaruhi oleh kondisi awan dan perbedaan sudut datang sinar matahari.

 

2.2.2. Suhu Udara
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara yang sifatnya menyebar dan berbeda-beda pada daerah tertentu. Persebaran secara horizontal menunjukkan suhu udara tertinggi terdapat di daerah tropis garis ekuator (garis khayal yang membagi bumi menjadi bagian utara dan selatan) dan semakin ke arah kutub suhu udara semakin dingin. Sedang persebaran secara vertikal menunjukkan, semakin tinggi tempat, maka suhu udara semakin dingin. Alat untuk mengukur suhu disebut termometer. Suhu udara atau temperatur adalah panas dan dinginnya udara.

 

Rata-rata suhu udara di Indonesia tinggi, yaitu 280C. Suhu udara paling tinggi mencapai 340C dan terjadi pada pukul 15.00. Suhu udara paling rendah sekitar 230C terjadi pada pukul 06.00. Suhu udara di satu tempat berbeda dengan tempat yang lain.


Suhu udara di Bogor dan Puncak lebih dingin dari suhu udara di Jakarta. Hal ini terjadi karena letak Bogor dan Puncak lebih tinggi dari Jakarta. Makin tinggi letak suatu tempat, makin rendah atau dingin udaranya. Sebaliknya, makin rendah suatu tempat, suhu makin panas. Tempat-tempat yang tingginya lebih dari 4.200 meter, biasanya selalu tertutup salju. Puncak-puncak Pegunungan Jayawijaya di Provinsi Papua Barat adalah contohnya.

 

2.2.3.  Kelembapan Udara (humidity)
Dalam udara terdapat air yang terjadi karena penguapan. Makin tinggi suhu udara, makin banyak uap air yang dikandungnya. Hal ini berarti, makin lembablah udara tersebut. Jadi, Humidity adalah banyaknya uap air yang dikandung oleh udara. Alat pengukurnya adalah higrometer. Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang dikandung udara. Karena Indonesia memiliki wilayah perairan yang cukup luas, maka kelembaban udara di Indonesia selalu tinggi.

 

2.2.4.  Awan
Awan merupakan massa dari butir-butir kecil air yang larut di lapisan atmosfer bagian bawah. Awan dapat menunjukkan kondisi cuaca.

 

2.2.5.  Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh di suatu daerah selama waktu tertentu. Untuk mengetahui besarnya curah hujan digunakan alat yang disebut penakar hujan. Curah hujan di wilayah Indonesia umumnya tergolong tinggi. Daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, antara lain Geumpang, Sibolga, Indarung, Bogor, Ciater, Wonosobo, dan Putussibau. Ada pula daerah yang memiliki curah hujan yang rendah, seperti Palu, kota Lombok di pesisir timur Pulau Lombok, dan Waingapu.

 

2.2.6.  Angin
Angin adalah udara yang berggerak dari daerah yang bertekanan tinggi (maksimum) ke daerah yang bertekanan rendah (minimum). Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh adanya perbedaan suhu udara. Bila suhu udara tinggi, berarti tekanannya rendah dan sebaliknya. Alat untuk mengukur arah dan kecepatan angin disebut anemometer.

 

Angin adalah udara yang bergerak dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah. Kita dapat menentukan arah dan merasakan kecepatan angin ketika kita bermain layang-layang. Angin biasanya diberi nama sesuai dengan arah datangnya. Angin Timur adalah angin yang bertiup dari timur ke arah barat. Angin buritan adalah angin yang bertiup dari belakang kapal menuju ke depan kapal.

 

 

2.3. MUSIM DI INDONESIA

Pola angin muson yang bergerak menuju wilayah Indonesia pada saat angin barat dimanfaatkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia untuk melakukan perpindahan atau migrasi dari Asia ke berbagai wilayah di daerah Indonesia. Perahu yang digunakan untuk melakukan migrasi tersebut masih sangat sederhana dan pada saat itu masih mengandalkan kekuatan angin sehingga arah gerakannya mengikuti arah gerakan angin muson. Keadaan iklim pada saat nenek moyang datang ke Indonesia tentu berbeda dengan keadaan iklim saat ini. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa keadaan curah hujan saat ini tergolong tinggi, tetapi tidak merata. Ada wilayah dengan curah hujan yang tinggi, tetapi juga ada yang sebaliknya.

 

2.3.1. Musim Penghujan di Indonesia

Jika di kalkulasikan secara rata rata, maka jumlah curah hujan yang turun di Indonesia mencapai 1.600 milimeter pada tiap tahun. Namun beberapa daerah tertentu hanya sampai 500 milimeter sampai dengan 700 milimeter, seperti di daerah Palu dan Timor.

 

Untuk beberapa daerah yang berada di utara, seperti Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara, sekitar delta Mamberamo, Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Bogor, Bandung serta beberapa kota di bagian Jawa Barat malah sebaliknya memiliki curah hujan yang tinggi.
Selain itu, di Indonesia dalam setiap 3 tahun sampai 5 tahun sekali terjadi peristiwa el nino. Peristiwa tersebut menyebabkan musim kering yang kelewat lama, namun saat musim hujan datang hanya pada waktu singkat.


Kemudian setelah peristiwa el nino, akan datang pula peristiwa la nina. Berkebalikan dengan el nino, la nina merupakan peristiwa yang menyebabkan hujan lebat dalam waktu yang panjang dan lama dari biasanya.
Baik el nino dan la nina yang terjadi pada negara Indonesia memiliki rentang waktu yang berbeda beda tiap kejadiannya. Salah satu factor yang menyebabkan lamanya waktu el nino dan la nina ini adalah indeks osilasi atau di kenal juga dengan Southern Oscillation.

 

2.3.2. Musim Kemarau di Indoneia

Musim kemarau atau musim panas (menurut versi penduduk Indonesia) atau musim kering ini merupakan salah satu musim yang terjadi pada negara yang memiliki iklim tropis. Hal ini bisa terjadi karena adanya gerakan angin muson timur yang melewati Indonesia.

 

Proses angin muson ini adalah angin dari belahan bumi utara, yang mana menyebabkan benua Australia dalam keadaan dingin sehingga tekanannya maksimum. Hal ini menyebabkan benua Asia dalam keadaan panas, sehingga tekanannya minimum. Karena angin akan bertiup dari tekanan maksimum ke tekanan minimum, maka arah perjalanan angin dari Australia ke Asia menuju ke daerah garis khatulistiwa (Indonesia). Arah perjalanan mata angin tersebut melalui gurun pasir bagian utara Australia yang panas dan kering, sehingga sampai di Indonesia hanya musim kemarau.


Keadaan musim kemarau ini sangat erat kaitannya dengan curah hujan yang sangat kurang, yakni hanya 360 milimeter per tahunnya. Selain Indonesia, juga ada beberapa negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, Australia bagian timur laut, Afrika serta beberapa Amerika Selatan.


Jika di pikir nalar, adanya musim kemarau bisa terjadi karena penyinaran matahari pada bumi tidak terhalang langsung oleh awan-awan. Sedangkan musim hujan bisa terjadi karena sinar matahari terhalang langsung oleh awan mendung.

 

 

2.4. PERGESERAN IKLIM DAN MUSIM DI INDONESIA

Perubahan iklim merupakan perubahan pola dan intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan (di Indonesia umumnya terhadap rata-rata 30 tahun). Perubahan iklim dapat berupa perubahan dalam kondisi cuaca rata-rata atau perubahan dalam distribusi kejadian cuaca terhadap kondisi rata-ratanya. Sebagai contoh, lebih sering atau berkurangnya kejadian cuaca ekstrim, berubahnya pola musim dan peningkatan luasan daerah rawan kekeringan.

 

Kondisi iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor penunjang. Faktor pertama dipengaruhi oleh fenomena El – Nino dan La – Nina  yang bersumber dari wilayah timur Indonesia, tepatnya berasal dari Ekuator Pasifik Tengah. El- Nino merupakan fenomena global dari interaksi antara lautan dan atmosfer, ditandai dengan memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah, atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari temperatur rata – rata).

 

El – Nino yang berpengaruh di wilayah Indonesia dengan diikuti berkurangnya curah hujan secara drastis, baru akan terjadi bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin. Namun apabila kondisi suhu perairan Indonesia hangat maka fenomena El – Nino tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap berkurangnya curah hujan. Serta tidak semua wilayah Indonesia dipengaruhi oleh El – Nino, mengingat luasnya wilayah Indonesia

 

Sedangkan La – Nina merupakan kebalikan dari El – Nino ditandai dengan anomali suhu muka air laut negatif (lebih dingin dari temperatur rata – rata) di Ekuator Pasifik Tengah. Fenomena La – Nina secara garis besar menyebabkan curah hujan di indonesia meningkat jika diikuti dengan menghangatnya suhu muka air laut di perairan Indonesia. Demikian halnya dengan El – Nino, La –Nina juga tidak berpengaruh di seluruh wilayah indonesia.

 

Fenomena Dipole Mode merupakan interaksi antara laut dan atmosfer di Samudra Hindia yang dihitung berdasarkan selisih antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat pulau Sumatera. Selisih anomali suhu muka tersebut dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI). Fenomena Dipole Mode secara umum mempengaruhi jumlah curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat. Untuk DMI yang bernilai positif, umumnya berdampak pada kurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Sedangkan DMI yang bernilai negatif berdampak pada meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.

 

Fenomena sirkulasi Monsun Asia – Australia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam jangka waktu satu tahun yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia, umumnya adalah pola monsun. Yaitu sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah setiap setengah tahun sekali. Pola angin ini dikenal sebagai angin muson barat dan angin muson timur.

 

Pola angin muson barat terjadi ketika pusat tekanan udara tinggi berkembang di atas benua Asia dan pusat tekanan udara rendah terjadi di atas benua Australia, sehingga angin berhembus dari barat laut menuju tenggara. Pola angin ini melewati Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan, maka muson barat ini banyak membawa uap air dan turun sebagai hujan di Indonesia. Fenomena ini dikenal sebagai musim penghujan.

 

Sedangkan ketika musim timur, pusat tekanan udara di atas benua Asia rendah dan pusat tekanan udara di atas Australia tinggi. Hal ini menyebabkan angin berhembus dari tenggara menuju barat laut. Angin ini membawa uap air yang sedikit (curah hujan rendah), karena hanya melewati laut kecil dan jalur sempit seperti Laut Timor, Laut Arafuru, dan bagian selatan Irian Jaya, serta Kepulauan Nusa Tenggara. Oleh sebab itu, di Indonesia peristiwa ini dikenal sebagai musim kemarau.

 

Fenomena daerah pertemuan angin antar tropis terjadi ketika peralihan periode muson barat menuju muson timur atau lebih dikenal sebagai musim pancaroba awal tahun. Musim ini umumnya terjadi pada bulan Maret – Mei. Dan peralihan dari muson timur ke muson barat (atau yang dikenal sebagai pancaroba akhir tahun) biasanya terjadi pada bulan September – November. Pada musim peralihan ini matahari bergerak melintasi garis khatulistiwa, sehingga angin menjadi lemah dan arahnya tidak menentu. Daerah pertemuan angin antar tropis merupakan daerah tekanan rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi yang selalu berubah mengikuti pergerakan posisi matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Sehingga pada wilayah Indonesia yang diliwati daerah ini, pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan hujan.

 

Fenomena kondisi suhu permukaan laut di wilayah perairan Indonesia berpengaruh terhadab jumlah kandungan uap air di atmosfer. Hal ini berkaitan langsung dengan proses pembuatan awan. Jika suhu muka air laut tinggi, maka berpotensi cukup banyaknya uap air yang terkumpul di atmosfer. Demikian juga sebaliknya, jika suhu muka air laut dingin, maka kandungan uap air yang terkumpul di awan sedikit.

 

Selain itu, kondisi topografi wilayah Indonesia yang di dalamnya terdapat berbagai pegunungan, lembah dan pantai juga menyebabkan semakin beragamnya musim, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu. Berdasarkan hasil analisis data 30 tahun terakhir (1981 – 2010) oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), menyebutkan bahwa secara klimatologis wilayah Indonesia memiliki 407 pola hujan.

 

Dari 407 pola hujan, 342 diantaranya merupakan Zona Musim (ZOM) dan 65 lainnya merupakan Zona Non Musim (Non Zom). Daerah ZOM merupakan daerah yang perbedaan periode musimnya (musim hujan dan kemarau) terlihat jelas. Sedangkan daerah Non Zom pada umumnya tidak memiiki perbedaan yang jelas antara periode musimnya, atau dapat dikatakan daerah yang sepanjang tahun memiliki curah hujan tinggi atau rendah.  Dari 342 daerah Zona Musim tersebut, sebanyak 9 daerah ZOM memiliki pola hujan kebalikan dari daerah zona musim pada umumnya (berdasarkan pola monsun). Jadi jika berdasarkan pola monsun daerah ZOM mengalami musim hujan, maka kesembilan daerah tersebut mengalami musim kemarau, demikian sebaliknya.

 

Perubahan iklim dapat menyebabkan adanya pergeseran musim. Di Indonesia, musim mengalami pergeseran pada awal musim dan panjang musim. Pergeseran tersebut terjadi dimusim kemarau dan musim hujan, baik maju maupun mundur.


Fenomena yang terjadi akhir – akhir ini adalah “tidak teratur”nya iklim dan musim di Indonesia. Ketidakteraturan ini diakibatkan oleh pergeseran iklim atau musim dari pola pada umunya (pola monsun). Hal ini berdampak bagi petani dan nelayan, karena baik petani maupun nelayan, menggantungkan mata pencaharian mereka pada iklim dan musim.

 

Pergeseran iklim dan cuaca ini sangat erat kaitannya dengan meningkatnya temperatur iklim di Indonesia. Iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3 ˚C sejak tahun 1900. Fenomena El – Nino juga mempengaruhi iklim dan musim di beberapa bagian Indonesia. Fenomena ini menyebabkan berkurangnya curah hujan yang drastis sekitar 2 hingga 3 persen pada abad ini. Akibatnya terjadi kekeringan di beberapa daerah.

 

Pergeseran iklim dan musim di Indonesia juga menjadikan periode musim menjadi lebih panjang atau pendek. Contohnya periode musim kemarau yang terjadi pada tahun 2011 lebih dominan (panjang) daripada musim penghujan.
Fenomena ini menurut beberapa ahli diakibatkan oleh efek pemanasan global. Bumi secara alamiah dapat menjaga suhu bumi relatif hangat dengan sistem efek rumah kaca (green house effect), namun dengan adanya aktivitas penduduk yang tidak terlepas dari kegiatan industri maka akan “mempercepat” hangatnya suhu bumi.

 

Hal ini dikarenakan perubahan iklim global diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer bumi sebagai efek rumah kaca, kegiatan industri, pemanfaatan sumberdaya minyak bumi dan batubara, serta kebakaran hutan sebagai penyumbang emisi gas CO2terbesar di dunia yang mengakibatkan perubahan pada lingkungan dan tataguna lahan.


Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim di dunia menjadi tidak stabil.  Apabila pemananasan global terus bertambah setiap tahunnya, dapat menimbulkan dampak yang besar terhadap ancaman bencana global, seperti badai siklon tropis, air pasang dan banjir, kenaikan temperatur ekstrim, tsunami dan kekeringan yang diakibatkan oleh aktivitas El – Nino.

 

HAIKU MENGGUNAKAN KIGO ALAM INDONESIA

 

BAGIAN III.  KIGO MUSIM PENGHUJAN DAN MUSIM KEMARAU

 

3.1  PENGERTIAN KIGO ATAU PENANDA MUSIM

Kigo adalah kata menunjukkan musim saat moment haiku terjadi. Seperti kata atau frase tidak hanya mengacu pada fenomena di alam,  juga menunjukkan kepada kita bagaimana hal berubah dalam setiap musim . Kigo juga menggabungkan aspek musiman dalam kehidupan manusia, seperti upacara adat, berpuasa di bulan ramadahan, lebaran idul fitri, natal atau imlek; karena itu semua mengalir dalam musim, merupakan kolam besar " kata musim sosial ". 

 

Kigo Jepang adalah kunci untuk Jepang.  Kigo Indonesia,  kata kunci musim untuk haiku di Indonesia."Kekuatan seperti apa  sebenarnya yang berada di balik kata musiman? Kata-kata ini bukan milik penulis puisi, mereka bukan milik Basho atau Issa atau haijin mana pun. Mereka milik kita, milik seluruh Negara yang memiliki musim apa saja di negaranya. Haiku dengan kata musiman adalah harta nasional kita. Mereka seperti perhiasan, harus dipoles dan dibuat menjadi lebih bermakna.

 

Kigo dalam haiku  Indonesia harus menangkap esensi dari kehidupan orang Indonesia.  Dalam tradisi masyarakat agrasis,  kigo merupakan kesadaran bersama orang Indonesia selama berabad waktu, menyangkut kebiasaan menterjemahkan petanda-petanda yang terdapat pada lingkungan sekitarnya, menandai waktu dalam setiap aktivitasnya. Mulai dari bercocok tanam, berburu, dan menangkap ikan atau berlayar, dan seterusnya.

 

Kigo adalah esensi haiku, adalah sumsum yang menghidupkan rasa pada tulang dan daging sebait haiku.  Kata musiman adalah salah satu bahan penting yang telah mengkristal sebagai definisi standar dari haiku selama berabad-abad.  Kigo mengasah pikir usia menulis haiku, membawa suasana hati tertentu, melaluinya rasa dalam sebait haiku coba dibangkitkan, menyentuh kedalaman emosional bagi pembacanya.

 

Tidak seperti musim di Negara asalnya (Jepang) yang memiliki empat musim, kita di Indonesia memiliki dua musim: musim penghujan, dan musim kemarau. Tapi itu tidak perlu menjadi faktor penghalang dalam menulis haiku menggunakan Kigo. Untuk tujuan penulisan haiku standar Indonesia sewajarnya dibutuhkan konvensi dalam menentukan Kigo: tanda-tanda  per musim, atau kalender tahunan dalam keagamaan, perayaan HUT RI, dan seterusnya.

 

Haiku adalah puisi yang mengekspresikan diri melalui kata-kata musim. Haiku adalah sikap menghargai alam dan kehidupan sehari-hari melalui kata-kata musim, sesuatu yang dapat dirasakan secara meluas di dalam suatu wilayah Negara atau daerah.  Haiku adalah potret suatu momen dalam sepenggal waktu. Kata ‘sepenggal waktu’ ini bermakna bahwa penanda waktu atau penanda musim atau kigo adalah sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari kesadaran manusia terhadap ruang dan waktu.

 

3.2.  TRADISI MENANDAI WAKTU DALAM BUDAYA AGRARIS

Sebagian besar suku-suku di Indonesia sangat dekat dengan alam dan umumnya dipahami sebagai masyarakat tradisional berbudaya agraris. Karena mereka hidup dari hasil bercocok tanam atau berlayar mencari ikan di sungai atau di laut.  Dalam budaya agraris, pengetahuan tentang waktu merupakan kebutuhan utama. Karena suatu suku bangsa tidak akan bisa bertahan hidup jika tidak mengetahui tentang alam sekitarnya. Misal, pada musim apa ikan-ikan pindah dari hulu ke hilir, kapan sebuah tumbuhan berbuah dan bisa dimakan, dll.

 

Masyarakat agraris memiliki kebiasaan menandai waktu pada flora dan fauna, atau pun melalui fenomena alam yang menunjukan tanda waktu-waktu tertentu. Penanda-penanda waktu pada fauna atau hewan, di antaranya; jika ayam jantan berkokok  sebelum waktunya menandakan bahwa air laut akan lama surutnya, maka saat itulah waktu terbaik untuk mencari ikan. Babi selain sebagai hama tanaman, bagi masyarakat suku tertentu babi adalah hewan buruan. Karena babi suka keluar di malam hari, maka malam adalah waktu untuk menunggu ladang dan berburu.

 

Selain pada tingkah laku hewan, masyarakat agraris pun meyakini perkembangan tumbuhan-tumbuhan sebagai penanda waktu. Misalnya, ketika pohon randu mulai mengeluarkan tunas daunnya itu adalah penanda akan datangnya musim hujan. Maka sebelum musim hujan tiba, tanah pertanian harus selesai di olah, dan benih padi siap untuk disemaikan, supaya ketika musim hujan tiba, penanaman padi sudah dapat dimulai.

 

Sementara kedatangan musim kemarau ditandai oleh berbunganya tanaman tertentu seperti pohon kelumbuk bagi sebagian wilayah di Sumatera Bagian Selatan, atau mendengar bunyi serangga tonggeret di pohon-pohon. Bila dedaun telah terlihat gugur, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan-hutan biasanya mulai keluar mencari madu lebah, karena saat itu sarang lebah di hutan sedang penuh dengan madu. Sementara pada musim penghujan masyarakat tradisional Indonesia juga memetik atau mencari jamur jenis-jenis tertentu guna dijadikan makanan.

 

Nenek moyang kita sejak dahulu telah mampu menghubungkan benda-benda atau gejala alam dengan waktu. Ada suatu bintang khusus, yang disebut bintang pari, yang kerap dijadikan pedoman waktu. Bila bintang tersebut berada tepat di atas kepala orang ketika malam sudah mulai terasa dingin (mendekati tengah malam), hal ini berarti saat itu para petani harus sudah siap dengan pekerjaan menyebar benih padi di sawah. Dan bila air laut atau sungai bahkan air sumur terasa lebih dingin dari biasanya, hal ini menandakan bahwa musim kemarau akan terjadi lebih lama dari sebelumnya, dan akan timbul penyakit menular. Mereka umumnya telah memiliki konsepsi waktu sebelum mereka mengenal tahun masehi atau hijiriah. Masyarakat budaya agraris menyadari bahwa tanda-tanda tertentu di alam adalah menunjukan waktu, menunjukan musim.

 

 

3.3. REAKSI HEWAN DAN TUMBUHAN TERHADAP FOTOPERIODE

Kigo atau penanda musim umumnya terdiri dari:  unsur Hewan, unsur Tumbuhan, unsur-unsur Alam yang ada di sekitar kita seperti perilaku sungai atau laut atau yang lainnya, unsur astrologi atau Astronomi, unsur Sosial Budaya yang berkembang di masyarakat.

 

Cuaca, musim, dan iklim merupakan kondisi udara (Atmosfir) di suatu wilayah tertentu. Kondisi udara ini meliputi sinar matahari, suhu, kelembaban, dan aliran angin. Cuaca, musim, dan iklim dibedakan dalam hal lama waktu kejadiannya, Cuaca terjadi dalam waktu paling singkat. Bisa berubah dalam hitungan jam atau hari. Musim terjadi lebih lama dari cuaca, terjadinya dalam hitungan bulan. Musim terdiri dari cuaca-cuaca dengan pola tertentu.

 

Cuaca mempengaruhi fotoperiode di suatu daerah.  Fotoperiode adalah lamanya atau masa pencahayaan harian matahari, yang berubah-ubah sepanjang tahun.  Kisaran fotoperiode yang dialami suatu daerah berbanding lurus dengan meningkatnya garis lintang wilayah tersebut. Untuk daerah seperti Indonesia yang terletak di khatulistiwa panjang hari hampir konstan sepanjang tahun. Pada daerah garis lintang yang ekstrim di daerah subtropika, panjang hari bervariasi antara 10 jam pada musim dingin hingga 14 jam pada musim panas.   

 

Iklim terjadi lebih lama dari musim, hitungannya adalah tahun. Iklim lazimnya melekat pada identitas suatu wilayah, merupakan kumpulan pola musim yang khas sebagai suatu kesatuan.  Di wilayah khatulistiwa seperti Indonesia musimnya ada dua dalam setahun, yakni: Musim Kemarau, dalam kondisi normal biasanya terjadi selama bulan April hingga September.  Musim Penghujan, dalam kondisi normal biasanya terjadi selama bulan Oktober hingga Maret

 

Fotoperiode mempengaruhi perilaku tumbuhan dan hewan jenis tertentu. Berbunga dan berbuahnya flora tertentu dipengaruhi oleh fotoperiode.  Beberapa tanaman tertentu akan berbunga jika panjang hari berkurang. Dan ada juga tanaman lainnya yang akan berbunga jika panjang hari bertambah.

 

Berdasarkan respon tumbuhan terhadap panjang hari  pada beberapa jenis tanaman yang berbunga  maka digolongkan kedalam tiga kelompok:

Tanaman Hari Pendek. Tanaman hari pendek akan berbunga ketika panjang hari kurang dari 12 jam. Hal ini dapat kita lihat pada tanaman yang berbunga pada daerah yang memiliki musim dingin.

 

Tanaman Hari Panjang. Tanaman ini akan berbunga ketika panjang hari lebih dari 12 jam. Tanaman ini biasanya berbunga di belahan bumi utara selama akhir musim semi atau awal musim panas. Di beberapa bagian dunia, musim dingin atau musim panas mengacu pada musim hujan dan musim kemarau.

 

Tanaman Hari Netral. Tanaman dalam kelompok ini adalah tanaman yang tidak peka terhadap fotoperiode, berbunga lebih dipengaruhi oleh faktor usia. Umumnya bunga muncul setelah tanaman mencapai umur atau ukuran tertentu.

 

Fotoperiode memiliki peran penting bagi hewan, mempengaruhi perubahan biologis dan perilaku mereka.  Bersamaan dengan perubahan suhu, penyinaran mempengaruhi perubahan warna bulu, migrasi, hibernasi, perilaku seksual, bahkan perubahan ukuran organ seksual. Bangsa burung, seperti burung kenari, memiliki frekuensi bernyanyi yang tergantung pada penyinaran. Ketika penyinaran meningkat (periode siang hari lebih panjang), testis kenari jantan tumbuh. Dengan tumbuhnya testis, androgen lebih banyak disekresikan sehingga meningkatkan frekuensi lagu yang diciptakannya. Ketika penyinaran menurun (periode siang hari berkurang), testis kenari jantan mengecil dan tingkat androgen menurun secara drastis mengakibatkan penurunan frekuensi bernyanyi. 

 

Tidak hanya frekuensi bernyanyi yang tergantung pada penyinaran tetapi juga repertoar lagu. Perubahan perilaku oleh penyinaran pada kenari jantan disebabkan oleh perubahan di pusat lagu di otak. Dengan meningkatnya penyinaran, pusat vokal tinggi dan inti yang kuat dari archistriatum tersebut juga meningkat. Ketika penyinaran menurun area otak kenari jantan juga mengalami kemunduran.

 

Perilaku hewan atau tumbuhan tertentu terkait dengan panjang penyinaran matahari yang diidentifikasi sebagai musim tertentu. Ada juga perilaku khas hewan tertuntu yang biasa kita sebut sebagai hewan nocturnal seperti kelelawar, kalong, burung hantu, musang, rusa, dan juga babi. Hewan-hewan tersebut biasaanya muncul atau mencari makan di malam hari. Burung-burung jenis tertentu biasanya akan mulai berkicau menandai waktu fajar, demikian juga ayam jantan akan mulai berkokok di waktu yang sama. Perilaku ini juga terkait sensitifitas hewan tersebut terhadap cahaya.

 

Pada dasarnya semua aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh fotoperiode (Latunra, 2012). Fotoperiodisme merupakan fenomena yang tersebar luas di alam.  Dalam tulisannya, Garner dan Alland (1920) mengemukakan bahwa migrasi burung dikendalikan oleh fotoperiode.  Fotoperiode di sebagian besar wilayah Indonesia tergolong konstan sepanjang tahun. Hal ini diduga menyebabkan beberapa wilayah di Indonesia kerap menjadi wilayah tujuan migrasi burung-burung dari belahan bumi utara atau selatan.

 

3.4.  ANGIN SEBAGAI PENANDA WAKTU

Kecepatan angin di dekat khatulistiwa lebih cepat dari yang jauh dari garis khatulistiwa. Semakin tinggi tempat, semakin kencang pula angin yang bertiup, hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya gesekan yang menghambat laju udara. Di permukaan bumi, gunung, pohon, dan topografi yang tidak rata lainnya memberikan gaya gesekan yang besar. Semakin tinggi suatu tempat, gaya gesekan ini semakin kecil.  Di siang hari angin bergerak lebih cepat daripada di malam hari

 

3.4.1. Angin laut

Angin laut (bahasa Inggris: sea breeze) adalah angin yang bertiup dari arah laut ke arah darat yang umumnya terjadi padasiang hari dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 16.00 di daerah pesisir pantai. Angin ini biasa dimanfaatkan para nelayan untuk pulang dari menangkap ikan di laut. Angin laut ini terjadi pada siang hari. Karena air mempunyai kapasitas panas yang lebih besar daripada daratan, sinar matahari memanasi laut lebih lambat daripada daratan. Ketika suhu permukaan daratan meningkat pada siang hari, udara di atas permukaan darat meningkat pula akibat konduksi. Tekanan udara di atas daratan menjadi lebih rendah karena panas, sedangkan tekanan udara di lautan cenderung masih lebih tinggi karena lebih dingin. Akibatnya terjadi gradien tekanan dari lautan yang lebih tinggi ke daratan yang lebih rendah, sehingga menyebabkan terjadinya angin laut, dimana kekuatannya sebanding dengan perbedaan suhu antara daratan dan lautan. Namun, jika ada angin lepas pantai yang lebih kencang dari 8 km/jam, maka angin laut tidak terjadi.

 

3.4.2. Angin darat

Angin darat (bahasa Inggris: land breeze) adalah angin yang bertiup dari arah darat ke arah laut yang umumnya terjadi pada saat malam hari dari jam 20.00 sampai dengan jam 06.00 di daerah pesisir pantai. Angin jenis ini bermanfaat bagi para nelayan untuk berangkat mencari ikan dengan perahu bertenaga angin sederhana. Pada malam hari daratan menjadi dingin lebih cepat daripada lautan, karena kapasitas panas tanah lebih rendah daripada air. Akibatnya perbedaan suhu yang menyebabkan terjadinya angin laut lambat laun hilang dan sebaliknya muncul perbedaan tekanan yang berlawanan karena tekanan udara di atas lautan yang lebih panas itu menjadi lebih rendah daripada daratan, sehingga terjadilah angin darat, khususnya bila angin pantai tidak cukup kuat untuk melawannya.

 

3.4.3. Angin lembah

Angin lembah adalah angin yang bertiup dari arah lembah ke arah puncak gunung yang biasa terjadi pada siang hari.

 

3.4.4. Angin gunung

Angin gunung adalah angin yang bertiup dari puncak gunung ke lembah gunung yang terjadi pada malam hari.

 

3.4.5. Angin Fohn

Angin Fohn/angin jatuh adalah angin yang terjadi seusai hujan Orografis. angin yang bertiup pada suatu wilayah dengan temperatur dan kelengasan yang berbeda. Angin Fohn terjadi karena ada gerakan massa udara yang naik pegunungan yang tingginya lebih dari 200 meter di satu sisi lalu turun di sisi lain. Angin Fohn yang jatuh dari puncak gunung bersifat panas dan kering, karena uap air sudah dibuang pada saat hujan Orografis.

 

Biasanya angin ini bersifat panas merusak dan dapat menimbulkan korban. Tanaman yang terkena angin ini bisa mati dan manusia yang terkena angin ini bisa turun daya tahan tubuhnya terhadap serangan penyakit.

 

3.4.6. Angin Munsoon

Angin Munsoon, Moonsun, muson adalah angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan) dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan yang berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun. Biasanya pada setengah tahun pertama bertiup angin darat yang kering dan setengah tahun berikutnya bertiup angin laut yang basah.

 

Pada bulan Oktober – April, matahari berada pada belahan langit Selatan, sehingga benua Australia lebih banyak memperoleh pemanasan matahari dari benua Asia. Akibatnya di Australia terdapat pusat tekanan udara rendah (depresi) sedangkan di Asia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi (kompresi). Keadaan ini menyebabkan arus angin dari benua Asia ke benua Australia.

 

Di Indonesia angin ini merupakan angin musim Timur Laut di belahan bumi Utara dan angin musim Barat di belahan bumi Selatan. Oleh karena angin ini melewati Samudra Pasifik dan Samudra Hindia maka banyak membawa uap air, sehingga di Indonesia terjadi musim penghujan. Musim penghujan meliputi seluruh wilayah indonesia, hanya saja persebarannya tidak merata. makin ke timur curah hujan makin berkurang karena kandungan uap airnya makin sedikit.

 

Pada bulan April-Oktober, matahari berada di belahan langit utara, sehingga benua Asia lebih panas daripada benua Australia. Akibatnya, di asia terdapat pusat-pusat tekanan udara rendah, sedangkan di australia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi yang menyebabkan terjadinya angin dari australia menuju asia.

 

Di indonesia terjadi angin musim timur di belahan bumi selatan dan angin musim barat daya di belahan bumi utara. Oleh karena tidak melewati lautan yang luas maka angin tidak banyak mengandung uap air oleh karena itu di indonesia terjadi musim kemarau, kecuali pantai barat sumatera, sulawesi tenggara, dan pantai selatan irian jaya.

 

Antara kedua musim tersebut ada musim yang disebut musim pancaroba (peralihan), yaitu musim kemareng yang merupakan peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau, dan musim labuh yang merupakan peralihan musim kemarau ke musim penghujan. Adapun ciri-ciri musim pancaroba yaitu : Udara terasa panas, arah angin tidak teratur dan terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu singkat dan lebat.

 

Angin Munson dibagi menjadi 2, yaitu Munson Barat atau dikenal dengan Angin Musim Barat dan Munson Timur atau dikenal dengan Angin Musim Timur.

 

3.4.6.1. Angin Musim Barat

Angin Musim Barat atau Angin Muson Barat adalah angin yang berhembus dari Benua Asia (musim dingin) ke Benua Australia (musim panas) dan mengandung curah hujan yang banyak di Indonesia bagian Barat, hal ini disebabkan karena angin melewati tempat yang luas, seperti perairan dan samudra. Contoh perairan dan samudra yang dilewati adalah Laut China Selatan dan Samudra Hindia. Angin Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan. Angin ini terjadi antara bulan Oktober sampai bulan Maret di Indonesia terjadi musim hujan.

 

3.4.6.2. Angin Musim Timur

Angin Musim Timur atau Angin Muson Timur adalah angin yang mengalir dari Benua Australia (musim dingin) ke Benua Asia (musim panas) sedikit curah hujan (kemarau) di Indonesia bagian Timur karena angin melewati celah- celah sempit dan berbagai gurun (Gibson, Australia Besar, dan Victoria). Ini yang menyebabkan Indonesia mengalami musim kemarau. Terjadi pada bulan April, Mei, Juni, Juli dan Agustus, hingga September.

 

 

 

3.5. ADAPTASI HEWAN DAN TUMBUHAN TERHADAP LINGKUNGAN

Adaptasi merupakan penyesuaian dari makhluk hidup dengan lingkungannya.  Tujuan adaptasi adalah mempertahankan hidup dan berkembang biak. Adaptasi hewan dan tumbuhan terbagi menjadi 3 yaitu:

 

Adaptasi Morfologi.  Adaptasi ini merupakan bentuk penyesuaian bentuk struktur tubuh luar pada hewan dan tumbuhan terhadap lingkungannya.  Contoh: bentuk paruh pada burung, bentuk gigi pada mamalia, dst.

 

Adaptasi Fisiologi.  Merupakan penyesuaian fungsi alat-alat bagian tubuh pada hewan dan tumbuhan terhadap lingkungannya. Contoh: Onta mempunyai kantung air di punuknya agar tahan di padang pasir dalam jangka waktu yang lama,  atau bau dan warna-warna khas yang mencolok pada  bunga tertentu, dst.

 

Adaptasi Tingkah Laku. Merupakan penyesuaian makhluk hidup dengan mengubah tingkah laku untuk kelangsungan hidupnya.  Adaptasi tingkah laku ini umumnya terkait cuaca, musim, dan juga sesuatu yang sifatnya ancaman dari lingkungan sekitar.

 

Pengertian tingkah laku, merupakan suatu respon karena adanya rangsangan dari luar atau lingkungan. Rangsangan ini menumbuhkan suatui reaksi atau sejenis perilaku.  Perilaku (behavior) merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus.

 

Suatu perilaku terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan juga karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Perilaku yang timbul karena bawaan lahir berkembang secara tetap/pasti. Perilaku ini tidak memerlukan adanya pengalaman atau memerlukan proses belajar, seringkali terjadi pada saat baru lahir, dan perilaku ini bersifat genetis (diturunkan).

 

Insting adalah perilaku innate klasis yang sulit dijelaskan, walaupun demikian terdapat beberapa  perilaku insting yang merupakan hasil pengalaman, belajar dan adapula yang merupakan faktor keturunan.  Contoh insting hewan: Saat anak burung baru menetas akan selalu membuka mulutnya, kemudian induknya akan menaruh makanan di dalam mulut anak burung tersebut.Anak bebek yang baru menetas akan masuk ke dalam air.

 

3.5.1. Beberapa Contoh Adaptasi Tingkah Laku pada Tumbuhan:

1. Pada saat lingkungan dalam keadaan kering, tumbuhan yang termasuk suku jahe-jahean akan mematikan sebagian tubuhnya yang tumbuh di permukaan tanah.

 

2. Pada musim kemarau tumbuhan tertentu, misalnya pohon jati, kedondong, ketapang, dan randu, menggugurkan daunnya ini dilakukan untuk mengurangi evaporasi , transpirasi air pada tubuhnya dengan mengurangi semaksimal mungkin permukaan efektif tubuhnya.  Keadaan ini biasa kita sebut dengan istilah merangas.

 

3. Tanaman putri malu akan menguncup daunnya ketika intensitas cahaya matahari mulai berkurang, umumnya terjadi menjelang atau saat senja hari

 

4. Tanaman perdu atau pohonan peneduh atau jenis penghasil kayuan di hutan akan berbunga lebat di musim penghujan

 

3.5.2.  Beberapa Contoh Adaptasi Tingkah Laku pada Hewan:

Mimikri

Mimikri adalah teknik memanipulasi warna kulit pada bintang misalnya: bunglon yang dapat berubah-ubah warna sesuai dengan warna benda di sekitarnya guna mengelabui predator yang mengancamnya.

 

Autotomi

Autotomi adalah teknik bertahan hidup dengan cara mengorbankan salah satu bagian tubuh. Contoh autotomi pada cicak yang tega memutuskan ekornya sendiri untuk kabur dari sergapan musuhnya. Ekor yang putus akan bergerak-gerak sehingga lebih menarik bagi predatornya, dan cicak pun bisa kabur dengan leluasa.

 

 Torpor

Torpor adalah kemampuan beberapa hewan untuk menurunkan suhu tubuh, menurunkan tingkat metabolisme, dan menurunkan detak jantungnya.  Hewan mengalami torpor saat kondisi lingkungan tidak menguntungkan dan ketersediaan makanan menipis. Dalam keadaan torpor, umumnya hewan tidak makan dan minum selama beberapa hari, minggu, bahkan bulan, tergantung dari spesies, keadaan tubuh, dan kondisi lingkungan. Mereka akan berdiam diri di suatu tempat, tertidur, atau inaktif.

 

Secara umum torpor dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: hibernasi dan estivasi.  Hibernasi umumnya terkait adaptasi hewan di musim dingin, sedangkan Estivasi terkait adaptasi hewan tertentu dengan musim panas.  Literatur yang ada umumnya membahas perilaku hewan di iklim subtropis yang memiliki 4 musim.

 

3.6.  BEBERAPA CONTOH LAIN UNTUK KIGO HAIKU INDONESIA

Mencari penanda musim di negri kita sebetulnya tidak sulit. Rumput atau lalang kering di sana-sini , jalanan berdebu, hutan terbakar, dan seterusnya bisa dijadikan sebagai penanda musim kemarau. Demikian halnya dengan jalan becek, rumput menghijau, banjir, gerimis panjang, dan seterusnya bisa menjadi penanda musim penghujan. Menyebutkan Putri Malu mengatup atau Bunga Kecubung mekar merujuk pada pertanda waktu senja. Demikian juga Angin dapat dijadikan sebagai pertanda waktu. 

 

Melihat bintang pari di atas kepala pada saat malam mulai terasa dingin umumnya dimaknai petani sebagai musim tanam padi, jatuh perayaan imlek umumnya persepsi yang terbentuk dalam benak sebagian orang yang tinggal di sekitar sungai besar pertanda saat itu curah hujan sedang tinggi-tingginya. Melihat musim layangan merupakan suatu pertanda bahwa saat itu angin berhembus relatif kencang sehingga hujan jarang datang. Kigo tidak harus ditulis secara gamblang guna menyebutkan musim atau waktu yang sedang berlangsung,  dapat pula dituliskan menggunakan simbol-simbol yang dapat dipahami secara umum.

 

Beberapa tanaman jenis pohon tertentu di wilayah tertentu seperti:  jati, kedondong, randu, ketapang, karet akan berekasi terhadapa cuaca panas,  menggugurkan daunnya di musim kemarau atau meranggas. Fungsinya untuk mengurangi penguapan. Selain itu karakteristik kemampuan flora yang jenis lain adalah menguningkan daunnya, sehingga meminimalkan terjadinya fotosintesis (pembuatan makanan). Bila bunga-bunga bermunculan pada tumbuhan yang berbunga setahun sekali pertanda awal datangnya waktu musim hujan. Bila tanaman yang meranggas di musim kemarau terlihat bertunas banyak atau berbunga dan mulai berbuah pertanda  musim penghujan.  

 

Bulan dan bintang bersinar terang maksudnya menunjukan tanda waktu malam.  Namun secara spesifik dapat dikatakan: bila bulan dan bintang terlihat terang cenderung merujuk pada musim kemarau, karena pada saat musim kemarau langit malam biasanya jarang tertutup awan.  Dalam kondisi kemarau hebat dan terjadi kebakaran hutan secara meluas, kabut asap kadang malah menutup langit siang dan malam.

 

Pada musim hujan, petani Indonesia mulai mengerjakan lahannya untuk bercocok tanam. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang membutuhkan air pada awal pertumbuhannya, contohnya padi. Sementara itu, nelayan Indonesia justru mengurangi kegiatan melaut karena biasanya pada musim hujan sering terjadi cuaca buruk dan gelombang laut cukup besar sehingga membahayakan mereka. Ikan juga lebih sulit ditangkap sehingga terjadi kelangkaan pasokan ikan dan akibatnya harga ikan lebih mahal daripada biasanya. Musim hujan bisa jadi tidak banyak berpengaruh pada aktivitas masyarakat Indonesia yang pekerjaannya tidak berhubungan langsung dengan alam.

 

Pada saat musim kemarau, sebagian petani Indonesia terpaksa membiarkan lahannya tidak ditanami karena tidak ada pasokan air. Sebagian lainnya masih dapat bercocok tanam dengan memanfaatkan air dari sungai, saluran irigasi atau memanfaatkan sumber buatan. Ada pula petani Indonesia yang berupaya bercocok tanam walaupun tidak ada air yang cukup dengan memilih jenis tanaman atau varietas yang tidak memerlukan banyak air seperti: jagung, mentimun, kapas, melon, semangka, labu, kacang hijau atau kedelai. Pada saat musim kemarau, nelayan Indonesia dapat mencari ikan di laut tanpa banyak terganggu oleh cuaca buruk. Hasil tangkapan ikan juga biasanya lebih besar dibandingkan dengan hasil tangkapan pada musim hujan sehingga pasokan ikan juga cukup berlimpah.

 

Musim kemarau di Indonesia umumnya ditandai dengan curah hujan yang rendah hingga tidak ada hujan sama sekali di bilangan wilayah yang luas. Hujan selalu berarti air, tidak ada hujan berarti air yang ada di bumi mulai berkurang karena faktor cuaca panas dan penguapan. Sungai, danau, bahkan air sumur jadi menyusut.  Sungai atau danau menyusut atau sumur mengering  adalah kata musim kemarau.  Segala fenomena yang terjadi di alam baik itu terkait cuaca siang hari yang panas atau terasa kering, terkait fenomena menyusutnya air sungai atau danau atau sumur, terkait cuaca langit malam hari yang terang karena terlihat ribuan bintang adalah merujuk pada musim kemarau.

 

Demikian juga sebaliknya, fenomena alam seperti sungai meluap atau banjir, atau tanaman terlihat bertunas banyak, jenis tanaman tahunan terlihat berbunga dan berbuah. Musim hewan kawin seperti burung dan katak atau kodok umumnya terkait dengan pertanda waktu musim penghujan. Laron atau kepik hitam bermunculan di malam hari adalah pertanda musim penghujan. 

 

Capung, Kupu-kupu, Lebah berdengung di sekitar bunga-bunga yang banyak bermunculan juga bisa dikategorikan sebagai penanda waktu musim penghujan namun tidak dapat dikaitkan dengan cuaca sedang hujan. Karena pada saat hujan sedang turun  serangga tersebut malah sembunyi. Jenis hewan yang bersayap biasanya cenderung terbang rendah di musim penghujan.

 

Laron biasanya akan mulai bermunculan pada masa pancaroba dari kemarau menuju ke musim penghujan hingga saat ketika betul-betul telah memasuki awal musim penghujan. Suara katak atau kodok biasanya mulai terdengar dan akan semakin ramai ketika penghujan betul-betul telah muncul. Kodok semakin sering terlihat di banyak tempat di malam hari ketika berlangsung musim penghujan. Musim penghujan juga terkait dengan perilaku unggas (ayam dan burung). Di beberapa tempat kadang hampir tidak terdengar suara burung atau kokok ayam di kegelapan fajar saat musim penghujan. Di sela-sela hujan yang datang setiap saat kadang ada muncul sinar matahari yang bersinar terang saat pagi atau siang atau di senja hari. Hal ini mempengaruhi perilaku burung dalam hal mencari makan bagi kebutuhannya hari itu.

 

Ayam akan terlihat berteduh ketika hujan akan berlangsung sebentar atau akan terlihat menerobos hujan ketika hujan akan berlangsung lama.  Burung-burung biasanya akan terbang rendah dan tidak jauh. Beberapa serangga seperti semut, lebah, capung, kupu-kupu, laba-laba, kepik, dan juga cacing pun punya tingkah laku tersendiri di saat musim penghujan, bahkan terkadang jauh lebih sensitive ketimbang alat peramal cuaca yang canggih. Instink hewan terhadap cuaca di musim penghujan atau kemarau terkadang mencengangkan dan sangat banyak yang masih sulit dipahami secara ilmiah.

 

Labah-labah akan bersembunyi atau turun ke bagian bawah sarangnya bila cuaca akan buruk atau turun hujan lebat dalam jangka waktu yang relative panjang,  dan terlihat sering memperbaiki sarangnya apabila sinar matahari muncul di rentang waktu tertentu di musim penghujan.  Angin di musim penghujan kadang merusak sarang laba-laba. Sedangkan di musim kemarau atau saat pancaroba menuju kemarau laba-laba kadang terlihat membuat sarang di mana-mana di dalam hutan, bahkan kadang sarangnya melintang di jalan setapak yang jarang dilalui orang.

 

Semut akan tetap berada dalam liangnya bila cuaca akan buruk dalam waktu singkat.  Semut-semut kadang terlihat mengumpulkan telur mereka  dan mengungsi atau berpindah tempat atau mulai ramai masuk ke rumah di saat musim penghujan.  Tetapi mereka akan keluar dari liangnya dan berjalan mondar-mandir bila cuaca akan tetap baik atau di saat musim kemarau.  Masih banyak lagi kigo yang bisa kita gali dari alam Indonesia.

 

 

******

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler