Skip to Content

“TOPENG” PENYATUAN KAYU LEWAT BENTUK ATAU KATA - KATA

Foto Ida Bagus Gde Parwita

“TOPENG” PENYATUAN KAYU  LEWAT BENTUK ATAU KATA - KATA

 

Banyak karya yang telah diciptakan manusia  sebagai sarana menghubungkan dirinya dengan manusia lain, lingkungan, bahkan dengan Tuhannya. Manusia dengan rasa dan indrianya  selalu mencari sesuatu untuk hidupnya ataukah juga untuk kebahagiaannya bersama. Kita terkadang tak  tahu untuk apa suatu ciptaan diciptakan.

Topeng adalah sesuatu bentuk seni pertunjukan, bahkan ada yang menjadi seni sakral  dan dikenal di berbagai daerah di tanah air. Disebut Topeng karena memang pertunjukan seni ini menggunakan topeng yang dibuat dari kayu. Topeng yang dipasangkan pada muka diikuti dengan gerak tari yang sesuai memberi gambaran bagaimana sesungguhnya jiwa topeng tersebut.  Perwatakan topeng disamping terletak pada guratan kayu yang menjadikan wajah topeng, terletak juga pada gerak  yang dicerminkan lewat agem, tandang, dan tangkep yang disuguhkannya.  Demikian pula topeng selalu dibuat dari kayu, karena masyarakat yakin bahwa kayu sangat dekat dalam kehidupan manusia, bahkan kata kayu sering diidentikkan dengan kata “kayun” yang berarti pikiran dan perasaan. Karena itu pula untuk mengikat pikiran justru digunakan alat yang dibuat dari kayu, seperti Kulkul ( Kentongan ), dan Topeng.

Sebagai suatu bentuk seni, topeng dengan segala penjiwaannya mengisyaratkan pada kita begitulah seharusnya seorang bersikap. Topeng keras segala gerak – geriknya penuh dengan ketegasan dan kepastian, Topeng Dalem ( Raja ) gerak – geriknya pantas dan dilandasi  kasih sayang, karena seorang  raja seharusnya kasih sayang  pada rakyatnya. Topeng  Penasar sebagai cerminan rakyat akan menempatkan dirinya sesuai dengan situasi dan kondisi yang disuguhkan dalam lakon yang diciptakannya. Penasar inilah topeng yang mewujudkan karakter tokoh, pencitraan lewat kata – kata. Karena itu topeng penasar umumnya tidak penuh menutupi muka, karena harus member ruang gerak pada mulut untuk mengeluarkan kata – kata.

Jika topeng dibuat dengan gerak serba berlebihan, sehingga tak sesuai lagi dengan pakem yang menjadi acuannya maka yang tercipta adalah “topeng monyer”, suatu gambaran bahwa orang tak lagi mampu menggunakan pikiran, perasaan, serta energi yang dimilikinya sesuai dengan kepentingan hidupnya. Ia cenderung dengan apa saja yang menjadi keinginannya, dan tak mau lagi terikat oleh aturan main yang menjadi tumpuan geraknya.

Manusia yang konon hidup di alam maya ini penuh dengan topeng dan lakon yang diciptakannya. Tokoh yang tampil di “kalangan”  akan menggelar lakon untuk dinikmati  sekaligus dirasakan bersama.  Lakon yang diharapkan tentulah yang dapat menyejukkan “kayun” atau dapat menciptakan rasa bahagia  pada penikmat. Untuk hal ini seharusnyalah penopeng yang tampil telah dapat menyatukan  topeng yang dikenakannya dengan segala gerak tari, yang memang  diharapkan dan mampu menggerakkan penikmat secara bersama – sama menuju keinginan bersama. “Topeng Sidha Karya” demikian kata orang – orang. Karena melalui topeng itulah berhasil membawa pekerjaan menuju tujuan yang diharapkan.

Topeng Sidha – Karya, sebagai ciri keberhasilan upacara memang merupakan akhir proses perjalanan digelarnya suatu pementasan. Tentulah penopeng – penopeng yang mendahului juga mampu tampil menyuguhkan cerita dengan kemasan yang apik dan memikat. Dengan begitu memang adegan demi adegan pasti  penuh dengan dinamika dan romantika kehidupan. Sepanjang penopeng  menghayati peran yang dimainkan ia pasti tetap dipercaya sebagai  pembawa “kayun” dari masyarakat, yang mencerminkan adanya keharmonisan apa yang dilihat, didengar,  sesuai dengan apa yang dirasakan.  Adanya ketidakharmonisan itu akan membuat sang tokoh dinilai sebagai “topeng monyer” yang umumnya pasti menjadi bahan tertawaan orang.

Betapa sulitnya menjadi “penopeng” yang sungguh – sungguh menghayati “kayun” yang dimainkan. Keberhasilan menyuguhkan kayun dengan segenap sikap dan gerak  memang  akan sanggup memuaskan setiap penikmat. Di lain sisi penikmat kini terlalu cerdas, bahkan sering telah menilai lakon sebelum pementasan mulai. Jika begini topeng apa, dan lakon apa yang bakal hadir dalam kehidupan kita.  Kapan “Sidha – Karya” akan muncul. Begitulah dunia teknologi ini menanggapi berbagai masalah sosial, ekonomi, politik, dan perkembangan kehidupan.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler