Skip to Content

HOPLA (Mengenang Chairil Anwar: Meretas jalan kehidupan dengan kata dan perbuatan)

Foto Teungku Fachroe

 

SIAP-SEDIA
Kepada angkatanku
Tanganmu nanti tegang kaku,
Jantungmu nanti berdebar berhenti,
Tubuhmu nanti mengeras batu,
Tapi kami sederap mengganti,
Terus memahat ini Tugu,
........

Setiap memasuki bulan april kita diingatkan kembali akan seseorang yang telah membuka, menerabas jalan sastra (seni) di Indonesia. Ya, 28 april adalah hari di mana sang pelopor penyair 45 menghembuskan nafas terakhirnya. Chairil Anwar sang legenda, penyair yang meletupkan aku mau (kita harus) hidup seribu tahun lagi. Semangat dan vitalitas, keseriusan dan tidak setengah-setengah dalam menggeluti dunianya, dunia (seni) sastra. Lapanganku bergerak sudah kutahu pula, sebenarnya dimana-mana saja, tetapi jika dikhususkan dilapangan kesusastraan, seni rupa dan sandiwaralah... demikian yang ia tuliskan dalam suratnya kepada paus sastra Indonesia HB. Jassin. Bahwa kesenian harus di jalani dengan sungguh-sungguh untuk mendapat-hasilkan karya yang berisi, padat dan bernas. Bahwa sebuah karya terlahir tidak sekali jadi, namun adalah proses yang terus menerus (tidak instan), menurut Chairil juga , kita musti menimbang, memilih, mengupas dan kadang-kadang sama sekali membuang. Sudah itu baru mengumpul-satukan. Seorang seniman adalah seorang pemberani dan tidak berpangku tangan di belakang meja, seniman harus seorang perintis jalan, penuh keberanian dan daya hidup.
Chairil, telah 64 tahun tertimbun di pekuburan Karet, Jakarta. Tapi semangat dan vitalitasnya tetap akan menjadi insfirasi pada generasi-generasi selanjutnya di Lazuardi Sastra Indonesia, bahkan pada siapa saja yang tidak hanya bergelut dengan sastra. Dami N. Toda mengatakan, “ Chairil Anwar salah satu contoh seniman Indonesia yang mampu menciptakan tradisi kepenyairan di Indonesia. Sedang menurut Prof. A. Teeuw, “setiap orang akan mendapati apa yang di sukainya pada Chairil.”
Chairil adalah seorang pembaca, kita bisa tahu dari karya-karya dunia yang dia terjemahkan atau yang ia sadur, hingga kita lihat dari karya-karyanya yang mendahului zamannya. Melalui buku, Chairil bergerak merdeka di antara intelektual, politikus juga dengan siapa saja yang ia yakini bahwa kita adalah sumber kehidupan dan karya bagi yang lain. Sebagai generasi selanjutnya sudah sepatutnya kita juga menghargai akan karya-karya putra bangsa.

2
Ada sebuah pomeo mengatakan, takutlah pada orang yang telah membaca sebuah buku. Ya, dengan membaca kita memiliki banyak imaji, memiliki macam-macam teori, yang kalau di ibaratkan pembaca buku telah memiliki senjata dan kemahirannya. Meski begitu kita tetap harus mempunyai daya kreasi, kemampuan memilih sendiri agar apa yang kita baca tidak menjadi virus atau penyakit yang menjadi bumerang pada diri sendiri. Karena meski bebas kita juga tetap terbatas. Sebagaimana Chairil Anwar yang adalah simbol kebebasan dalam berkarya tetap terbatas dalam kehidupannya. Namun pikiran-pikiran, ide gagasan dan karya Chairil masuk dan melintasi setiap jaman. Saya akhiri tulisan ini dengan puisi Chairil yang begitu menyentuh. Semoga bermanfaat. Hoppla!


NISAN
Untuk nenekanda

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertakhta

 

Garut, April 2013

Fachroe S. Jaladri

 

ANWAR, ANWAR

Hidup hanya menunda kekalahan, katamu
Anwar, Anwar, anak cucumu bergelut bergelung senda
Sedang kesementaraan itu telah dihirup dalam hiruk
pikuk yang tak sampai-sampai padamu


Garut, 2013

 

CHAIRIL ANWAR
Setelah kau adalah
Aku.
Bandung, 2000

 

Komentar

Foto Beni Guntarman

Jiwamu tetap hidup....

Pujangga, jiwamu tetap hidup, berjalan bersama waktu, mengisi kolam-kolam inspirasi ribuan puisi....engkau memang akan hidup seribu tahun lagi!!!

Beni Guntarman

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler