Skip to Content

Malam Apresiasi Puisi dan Pentas Taichi: PUISI TANAH SEBAGAI TANDA RUSAKNYA ALAM

Foto Rizal Fadillah
files/user/7590/iman.jpg
iman.jpg

Malam Apresiasi Puisi dan Pentas Taichi: PUISI TANAH SEBAGAI TANDA RUSAKNYA ALAM

 

 

 

Malam Apresiasi Puisi dan Pentas Taichi yang di selenggarakan di Universitas Maranatha pada tanggal 25 September 2018. Sebuah perpaduan pementasan membaca puisi Indonesia dan Tiongkok oleh para sastrawan dan budayawan, tidak lupa para mahasiswa juga ikut membacakan puisinya dari berbagai universitas lainnya, selain itu ada pula pertunjukan seperti pertujukan taichi, kungfu, dan kebudayaan tiongkok lainnya. Berbagai puisi tiongkok yang dibacakan oleh beberapa sastrawan dengan menggunakan bahasa tiongkok sendiri yang untungnya ada salindia yang memperlihatkan arti dalam bahasa indonesia sehingga para penikmat puisi asal Indonesia bisa memahami puisi tersebut. Hingga sampai waktu Iman Soleh membacakan puisi karyanya. Seperti yang sudah diketahui, Iman Soleh adalah budayawan sekaligus penyair Puisi yang dimana beliau selalu menyalurkan perasaannya terhadap sosial budaya saat ini kedalam bait-bait syair yang ditulis menjadi puisi yang utuh. Pada saat acara malam apresiasi puisi di maranatha membacakan salah satu dari kumpulan puisi yang dibuatnya, dan puisi yang dibacakannya adalah Tanah. Iman Soleh membacakan puisi tersebut dibantu oleh alunan musik sunda yang bertujuan untuk memperkuat penjiwaan yang bisa dirasakan olehnya juga oleh penonton. Pembacaan puisi yang diiringi musik bukan hanya Iman Soleh saja, tapi ada juga sastrawan angkatan 2000 yaitu Nenden Lilis A. beliau juga membacakan dua puisinya menggunakan alunan musik yang dimainkan oleh dirinya sendiri, musik ini tentu saja bertujuan untuk memperkuat penjiwaan dalam pembacaan puisi dan membuat para penonton serasa menjiwai puisi tersebut.

Puisi Tanah karya Iman Soleh tersebut berisikan keadaan alam sekitar yang dirasakan oleh dirinya sendiri dan bahkan bisa dikatakan dialami oleh beliau. Hal itu dapat diketahui dalam setiap larik-larik yang menyangkut pautkan pada masalah-masalah alam, begitu juga pada saat iman soleh membacakan puisinya, terlihat dan terasa adanya perasaan risau dan keprihatinan padanya yang dibacakan dengan nada sendu dan juga sedikit amarah yang melambangkan kemarahan beliau. Memang jika dilihat pada zaman ini, sudah tidak seperti dulu dimana alam masih asri dan dijaga juga dilestarikan.

Zaman dulu masyarakat sangat menghormati adanya kebudayaan dan alam, tapi anak-anak sekarang tidak lagi membawa tradisi itu, sehingga tanah-tanah yang dulunya subur menjadi gedung-gedung pencakar langit demi kepentingannya dan hal itu membuat tanah alam berupa sawah dan hutan perlahan menghilang dan bisa membuat para manuisa tidak lagi merasakan keasrian tahan yang dulu. Iman Soleh mengutarakannya kedalam sebuah puisi yang berjudul Tanah berharap alam-alam yang sekarang menipis masih dapat dipertahankan dan dilestarikan. Ketika pembacaan puisi itu dimulai, Iman Soleh membuat suasana disekitar serasa seperti berada di alam, dengan bantuan dari musik sunda (suling) dan pencahayaan berwarna kuning yang membuat pembawaan puisi tanah oleh Iman Soleh ini dapat dirasakan oleh penonton yang melihat. Bantuan musik dan pencahayaan tersebut benar-benar membantu Iman Soleh dalam pembacaan puisi Tanah tersebut.

 

*** Muh. Rizal Fadillah

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler