Skip to Content

Resensi Novel Pergi Karya Tere Liye

Foto Asep Saeful Azhar
files/user/3758/pergi.jpg
pergi.jpg

Resensi Novel “Pergi” Karya Tere Liye

Oleh: Asep Saeful Azhar

 

 

Judul                           : Pergi

Penulis                         : Tere Liye

Penerbit                       : Republika Penerbit

Jumlah halaman           : iv + 455 Halaman

Kota terbit                   : Jakarta

Tahun terbit                 : April 2018

 

 

Kata Pergi merupakan antonim dari kata Pulang. Pergi adalah bergerak maju, meninggalkan dan beranjak untuk berangkat ke tempat yang lain . Sedangkan Pulang adalah bergerak dan beranjak kembali ke tempat asal.  

Sinopsis

Novel Pergi karya Tere Liye ini merupakan kisah lanjutan dari novel sebelumnya, yaitu novel yang berjudul Pulang. Dalam Novel Pulang yang mengisahkan tokoh bernama Bujang dalam menjalankan roda kehidupannya pada usia kanak-kanak di pedalaman Sumatera. Sedangkan dalam novel Pergi, Tere Liye melanjutkan kisah Bujang pada usia dewasanya dalam mengarungi kerumitan kehidupan dalam pencariannya berkelana mencari makna hidup.

Bujang adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga di pedalaman Sumatera, bapaknya bernama Samad seorang mantan jagal dan tukang pukul yang tersohor yang pernah bekerja pada Keluarga Tong dan Mamaknya bernama Hamidah, seorang perempuan yang terlahir dari keturunan pemuka agama. Dalam keluarganya, Bujang diberikan pendidikan agama oleh mamaknya sebagai penuntun jalan hidupnya kelak. Selain dari pada itu, Bujang merupakan seoarang anak yang sangat pandai dalam akademiknya. Sehingga ia tidak terlepas dari bimbingan guru-gurunya. ia pun merupakan seorang anak yang suka bermain di hutan bersama teman-teman sebayanya. Namun ada yang membedakan Bujang Kecil dari teman-temannya yang lain, yaitu ia tidak mempunyai rasa takut.  Jiwa yang tak pernah mengenal rasa takut itulah membuatnya menjadi seorang pemberani dan akan memengaruhi pada kehidupan dewasanya nanti.

Resensi

Dalam novel Pergi ini, Tere Liye melanjutkan kisah tokoh Bujang yang sebelumnya diceritakan pada novel Pulang. kisah pengembaraan Bujang menjadi manusia dewasa dengan pergi ke luar kampung halamannya untuk pergi bersama para para Tauke Muda  ke kota-kota besar. Sebelum mengizinkan kepergian Si Bujang, samad dahulunya merupakan seorang tukang pukul Tauke Besar dari Keluarga Tong, bapaknya, karena keterikatannya dengan Keluarga Tong, pada akhirnya Si Bujang diizinkan dan menitipkan si Bujang untuk ikut bersama dengan para tauke muda. Bapak dan mamaknya mengizinkan kepergiannya itu dengan menitipkan beberapa pesan, diantaranya : jangan sampai Bujang memakan dan meminum yang haram-haram.

Pada pengembaraannya mengikuti para Tauke Muda, Bujang pergi dari satu negara ke negara yang lain, seperti : Meksiko, Jepang, Rusia, Spanyol, Hongkong, Makau, dan Singapura. Bujang bergabung dengan Keluarga Tong karena sebelumnya ia memengikuti dan bermitra bersama  para Tauke Muda, hingga pada puncaknya ia mengemban jabatan sebagai Tauke Besar di Keluarga Tong, sebab Bujang menjadi Tauke Besar karena Tauke Muda melihat potensi dan kemapuan yang besar yang dimiliki Bujang, dan dinobatkanlah ia menjadi Tauke Besar.

 Di petengahan perjalanannya mengemban jabatan Tauke Besar itu, ia merasakan adanya tanda-tanda kebohongan yang timbul kepermukaan di Keluarga Tong, hal itulah  yang  membuatnya merasa risih dan mengganggu batin dan pikirannya. Permasalahan yang pertama Bujang berselisih dengan anak yang mempunyai gedung kasino yang bernama Tuan Muda Lin, karena mencuri barang berharga milik Keluarga Tong, dan terjadilah peperangan antar saudara shadow economy.

Shadow economy yaitu nama sebutan untuk para pengusaha terkaya yang mempunyai beberapa perusahaan ternama di dunia. ketika akan terjadi peperangan, ternyata keluarga lin dan master dragon mempunyai cara-cara yang licik untuk meruntuhkan Keluarga Tong, pada akhirnya Bujang Tauke Besar dari keluarga  Tong dengan cepat merencanakan sesuatu sebelum peperangan itu terjadi. Akhirnya si Bujang menemui keluarga Yamaguci yang mempunyai perusahaan senjata dari Jepang untuk meminta bantuan, setelah diskusi dengan keluarga Yamaguci tentang rencananya, pada akhirnya keluarga Yamaguci siap bekerjasama menolong dan berpihak kepada si Bujang.

 Pada waktu itu Yamaguci akan mengadakan perayaan untuk pernikahan anak bungsunya. Awalnya keluarga Yamaguci akan mengadakan pesta rakyat, tetapi si Bujang memberikan masukkan kepada keluarga Yamaguchi melihat posisi dan kondisinya tidak akan aman dan membayakan bagi keluarga Yamaguci, akhirnya Yamaguci menyetujui saran dari Bujang, dan akhirnya pernikahan itu terjadi secara tertutup dan diawasi oleh banyak pengawas dari keluarga Yamaguci.

 Pada waktu pernikahan berjalan dengan lancar dan khidmat, tetapi setelah acara pemotongan kue pernikahan itu, terjadilah sesuatu yang sangat mengejutkan, ternyata ada bom yang bersarang di dalam kue pernikahan tersebut, hingga akhirnya meledak dan menewaskan anak dan menantu Yamaguci. Melihat kejadian seperti itu, Yamaguci marah besar dan memutuskan untuk melakukan strategi dengan Bujang dan di bantu oleh anak pertama Yamaguci bernama Aiko.

Setelah selesai proses pemakaman keluarganya yang menjadi korban peledakan bom tersebut, Yamaguci dan Bujang mendiskusikan untuk membalas perbuatan Master Dragon. Bujang berhasil mengetahui bahwasanya ada seorang mata-mata dari Master Dragon yang bernama Chen menyusup ke dalam Keluarga Tong.

Permasalahan-permasalahan pun bermunculan, membuatnya semakin rumit tak karuan, ketika  ia harus berhadapan dengan Master Dragon seorang pemimpin dari keluarga shadow economy. Permasalahan satu belum selesai, lantas permasalahan baru pun datang pula bertui-tubi, tatkala ia berhadapan dengan seorang pemuda asing yang mengetahui nama aslinya ketika masih kecil, yaitu Agam. Bujang mulai bertanya-tanya dan keheranan dalam pikirannya tentang seorang pemuda asing itu. Lantas pemuda asing itu menambahkan nama lain kepadanya, yaitu sebutan Hermanito My Little Brother. Padahal Bujang tidak pernah mengenalkan nama aslinya di setiap pergi ke negri-negri asing ini, Bujang hanya di kenal dengan nama samaran Si Babi Hutan.

Dalam kebertanyaan itu, Bujang Sang Tauke Besar itu berkelahi dengan seorang pemuda asing itu  dengan sengit, dipertengahan pertarungan keduannya dilerai dengan kedatangan para polisi yang menyudahi dan melerai pertarungnnya dengan pemuda asing itu.

Kebertanyaannya terhadap pemuda asing itu semakin menjadi-jadi, membuat Bujang mencari Tuanku Imam untuk meminta informasi tentang siapakah di balik wajah pemuda asing itu, apakah ada sangkut pautnya dengan dirinya atau bahkan dengan keluarganya. Bujang pernah mendengar ketika dahulu Bapaknya Samad yang telah pula melanglangbuana di kota-kota besar ini mempunyai seseorang yang mengetahui tentang dirinya.  

Tuanku Imam akhirnya memberikan informasi mengenai pemuda asing itu dengan memberikan alamat rumah yang pernah ditempati oleh bapaknya semasa berada dalam pengembaraanya dahulu di Singapura. Melihat alamat yang diberikan Tuanku Imam, Bujang mulai mencari alamat itu dan bertemulah dengan sosok pemuda yang pernah bertarung dengannya, yaitu Diego. Bujang mulai memahami kejadian yang sebenarnya, ketika ia bertemu dan berdialog langsung dengan Diego, bahwa dirinya dan Diego itu merupakan saudara, yakni anak dari bapak yang sama, yaitu Samad yang dahulu pernah menikahi ibunya Diego bernama Catrina.

Bujang segera melepaskan tahta jabatannya sebagai Tauke Besar kepada Basyir. Bujang mulai menyadari ketertautan dirinya sekarang dan kehidupan bapaknya dahulu, bahwa ia mulai menemui simpul perjalanan hidupnya, lantas Bujang pergi mencari tantangan baru hidupnya, setelah melapaskan beban-beban di pundaknya, karena jiwa pemberaninya yang masih bersemayam dan ia terus berlanjut pergi kepada sesuatu yang ia ketahui ke mana arah yang dituju akan makna hidup yang harus ditempuh.

Kutipan-kitipan dalam novel Pergi :

1.      “Aku tahu itu fiksi, Tuan Selonga. Cerita-cerita dongeng memang fiksi, tapi inspirasi yang ditumbuhkan jelas nyata. Dalam sistem dunia sekarang, pemerintah tidak bisa dipercaya, dipenuhi oelh politisi korup dan jahat. Sistem  formal dan legal dunia juga korup, kapitalisme, demokrasi, itu cara jahat yang dilegalisasi. Kemiskinan dan kelaparan tetap ada di mana-mana, peperangan, ketidakadilan sistem itu sudah rusak. Maka boleh jadi ada alternatif lain memperbaikinya...”

(Hal. 128)

2.      “Aku hanya menggeleng. Aku hanya ingin pergi dari talang, pergi sejauh mungkin dari Bapak. Aku tidak pernah bermimpi menjadi Keluarga Tong.”

(Hal. 173)

3.      “Kejadian itu membuatku memikirkan sesuatu. Malam-malam menunggu hari eksekusi, aku merenungkan banyak-hal yang selama ini tidak pernah, atau aku abaikan begitu saja. Apa sesungguhnya yang kucari dalam hidup ini? Aku akan pergi ke mana lagi? Dari satu korban ke korban lainnya? Dari satu misi ke misi lainnya? Ke mana aku akan pergi? Apakah memang langit adalah batasnya? Ternyata tidak juga. Karena segala sesuatu pasti akan ada akhirnya...”

(Hal: 388)

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler