Skip to Content

HOPLA (Mengenang Chairil Anwar: Meretas jalan kehidupan dengan kata dan perbuatan)

 

SIAP-SEDIA
Kepada angkatanku
Tanganmu nanti tegang kaku,
Jantungmu nanti berdebar berhenti,
Tubuhmu nanti mengeras batu,
Tapi kami sederap mengganti,
Terus memahat ini Tugu,
........

Dasar-dasar Teater (3/6): Dasar Seni Penyutradaraan dalam Teater

Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara. Pementasan teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki gagasan untuk mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan memainkkannya di hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan akan pementasan teater yang semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain.

SASTRA INOVASI DAN OTENTISITAS

Masalah-masalah hidup yang ditulis para sastrawan sungguh berbeda dengan para wartawan. Media sastra yang dimiliki sastrawan, mampu mengabadikan kisah-kisah kehiduan, tetap aktual sepanjang zaman. Bila media elektronik dapat menyampaikan berita yang sedang terjadi secara langsung, media cetak hanya akan dapat menyajikan setelah berlangsung atau akan berlangsung.

Teungku FachroeHOPLA (Mengenang ...ombiDASAR-DASAR BERMAIN DRAMA
rahadianDasar-dasar Teater ...ombiSASTRA INOVASI DAN ...

Artikel

Menuju Sastra Transendental

 

Pengantar

 

HAIKU

Haiku adalah salah satu bentuk puisi tradsional Jepang yang paling penting. Ia merupakan sajak terikat yang memiliki 17 sukukata terbagi dalam tiga baris dengan tiap baris terdiri dari 5, 7, dan 5 sukukata. Sejak awalnya, sering muncul kebingungan antara istilah Haiku, Hokku dan Haikai (Haikai no Renga).

SASTRA INOVASI DAN OTENTISITAS

Masalah-masalah hidup yang ditulis para sastrawan sungguh berbeda dengan para wartawan. Media sastra yang dimiliki sastrawan, mampu mengabadikan kisah-kisah kehiduan, tetap aktual sepanjang zaman. Bila media elektronik dapat menyampaikan berita yang sedang terjadi secara langsung, media cetak hanya akan dapat menyajikan setelah berlangsung atau akan berlangsung.

Dasar-dasar Teater (3/6): Dasar Seni Penyutradaraan dalam Teater

Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara. Pementasan teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki gagasan untuk mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan memainkkannya di hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan akan pementasan teater yang semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain.

Sastra cyber

Sastra cyber merupakan suatu revolusi. Sebagaimana internet menjadi revolusi media kedua setelah penemuan mesin cetak Guttenberg dan ketiga setelah kehadiran televisi. Sebelum munculnya sastra cyber, dunia sastra Indonesia sendiri telah memiliki beberapa kekhasan yang terkait dengan keberadaan teknologi media.

Perlindungan Hukum Komprehensif bagi Karya Sastra Siber di Indonesia: Analisis, Strategi, dan Penegakan

Pendahuluan

 

Revolusi digital telah mengubah lanskap literasi global secara fundamental, dan Indonesia tidak terkecuali. Kelahiran sastra siber (cyber literature)—karya sastra yang diciptakan dan disebarluaskan melalui medium internet—telah mendemokratisasi dunia kepenulisan, meruntuhkan gerbang kuratorial penerbitan konvensional, dan membuka ruang ekspresi yang tak terbatas bagi para kreator.[1] Platform seperti blog, media sosial, dan aplikasi menulis khusus telah menjadi inkubator bagi talenta-talenta baru, memungkinkan mereka untuk membangun audiens dan menjangkau pembaca secara langsung dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.[1]

Mendefinisikan Ulang Sastra di Era Digital dan Siber

Pendahuluan

 

Revolusi digital telah merombak lanskap budaya secara fundamental, melahirkan bentuk-bentuk ekspresi artistik baru yang tidak terbayangkan pada era sebelumnya. Di ranah kesusastraan, pergeseran ini termanifestasi dalam kemunculan sastra digital dan sastra siber—sebuah fenomena yang menantang definisi tradisional tentang apa itu teks, siapa itu pengarang, dan bagaimana sebuah cerita dialami. Artikel ini menyajikan analisis komprehensif mengenai sastra digital dan siber, dengan fokus khusus pada konteks perkembangannya di Indonesia. Tujuannya adalah untuk membangun pemahaman yang mendalam dengan melacak genealogi istilah, membedah karakteristik unik yang membedakannya dari sastra konvensional, menelusuri jejak sejarahnya baik di tingkat global maupun lokal, serta menganalisis polemik dan potensi masa depannya. Melalui penelusuran ini, artikel ini akan menunjukkan bahwa sastra digital bukan sekadar pemindahan teks dari medium cetak ke layar, melainkan sebuah genre baru dengan estetika, struktur, dan dinamika sosialnya sendiri yang secara radikal mendefinisikan ulang hubungan antara penulis, teks, pembaca, dan teknologi.

Jalan, Cermin, dan Gema: Analisis Komparatif Sastra Sufi, Suluk, dan Sufistik di Nusantara

Pendahuluan

 

Dalam khazanah kesusastraan Islam di Nusantara, tiga istilah—sastra sufi, sastra suluk, dan sastra sufistik—sering kali digunakan secara tumpang tindih untuk merujuk pada karya-karya yang bernapaskan spiritualitas. Meskipun ketiganya berbagi orientasi transendental yang sama, yakni penjelajahan hubungan antara manusia dan Tuhan, mereka sebenarnya merepresentasikan tiga genre yang berbeda secara fundamental dalam hal sumber otentisitas, fungsi, dan konteks sosio-historisnya.

Perkembangan Sastra Sufi di Dunia dan Nusantara

Pendahuluan: Jalan Cinta Sang Pencari—Memahami Esensi Sastra Sufi

 

Sastra sufi merupakan salah satu tradisi intelektual dan spiritual paling kaya dalam peradaban Islam, sebuah lautan ekspresi puitis dan prosa yang merekam perjalanan jiwa manusia dalam pencariannya akan Hakikat Ilahi. Jauh melampaui sekadar karya sastra religius, ia adalah manifestasi dari pengalaman batin yang mendalam, sebuah upaya untuk mengartikulasikan yang tak terkatakan—kerinduan, cinta, ekstase, dan penyatuan mistik dengan Tuhan.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler