Skip to Content

PENDIDIKAN BERKARAKTER DI "NEGERI 5 MENARA"

Foto silvianti_syarief

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1       Latar Belakang

Karakter seorang anak bangsa ditentukan oleh  pendidikannya; pendidikan berawal dari madrasah dan atau sekolah; keberlanjutan pendidikan seorang anak berawal dari dukungan orang tua dan keluarga. Inilah mata rantai pendidikan yang jika salah satunya berkarat akan memberikan dampak yang signifikan terhadap mata rantai yang lain. Wajah buram pendidikan di madrasah saat ini mengindikasikan bahwa ada satu atau dua mata rantai itu yang telah berkarat sehingga rotasinya menjadi tersendat-sendat.

            Karakter seorang peserta didik ditempa  secara maksimal oleh madrasah yang idealnya memiliki sistem pendidikan berkarakter yang komposisinya jelas dan terpadu. Optimalisasi kerja madrasah sangat tergantung pada kekompakan segenap tenaga pendidik dan non kependidikan serta dukungan  orang tua peserta didik.

Komitmen warga madrasah untuk menghasilkan  peserta didik yang berkarakter baik secara tidak langsung mampu menjaga Kementerian Agama yang yang bersih dan berwibawa. Bekerja dengan prinsip ikhlas untuk berubah menjadi lebih baik dengan program kerja yang terstruktur, akuntabilitas dan proporsional sesuai dengan bidang masing-masing. Jika tiap elemen kependidikan  mampu menunjukkan kredibilitas dan kinerja yang baik, niscaya madrasah  mampu menjadi pilot projek untuk pendidikan berkarakter.

Komitmen Kementerian Agama Lima Puluh Kota telah ditunjukkan dengan mencanangkan pendidikan berkarakter di setiap madrasah yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Sebagai langkah awal adalah pemberian rapor berkarakter kepada peserta didik. Program jangka panjangnya, rapor berkarakter kelak akan berperan sebagai penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik.

            Bertolak dari masalah di atas, penulis merasa tertarik untuk membuat sebuah kajian sederhana tentang pendidikan berkarakter ala sebuah novel karya Ahmad Fuadi yang berjudul ‘Negeri 5 Menara’. Diharapkan kajian ini menjadi langkah awal meniti jenjang pendidikan berkarakter  sehingga mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki karakter optimal dan terpuji di mata manusia, terutama di mata Allah SWT.

 

1.2       Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam  tulisan ini adalah bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan oleh sebuah Pondok Madani sehingga lulusannya memiliki karakter ideal dengan penguasaan ilmu yang mempuni. Pembahasan terhadap novel dibatasi hanya pada masalah sistem pendidikan yang dijalankan oleh Pondok Madani.

 

1.3       Tujuan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah  tolok ukur  pelaksanaan sistem pendidikan berkarakter di madrasah sehingga mampu mencetak karakter peserta didik yang bagus.

 

1.1               Sistematika Penulisan

Karya tulis ilmiah ini disajikan dalam tiga bab. BAB I berupa PENDAHULUAN yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II berupa LANDASAN TEORI. BAB III berupa ANALISIS DATA, sedangkan BAB IV adalah PENUTUP yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1       Pendekatan Strukturalisme Genetik

Pendekatan Strukturalisme Genetik  atau genetic structuralism dikembangkan oleh sosiolog Perancis Lucien Goldmann, atas dasar ilmu sastra seorang Marxis lain yang terkenal, Georg Lukacs. Menurut Goldmann, studi sastra harus dimulai dengan analisis struktur ( Teeuw, 1984: 153). Pertama, hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam karya yang sama dan kedua, hubungan tersebut membentuk jaring yang saling mengikat (Fananie, 2000: 165).

Sebagai dasar hipotesanya, Goldmann mencoba mendapatkan makna dalam arti menemukan pandangan dunia (worldview) yang dikemukakan pengarang dalam karyanya (Junus, 1988:15; Teeuw, 1984: 153). Menurut Goldmann, seorang pengarang tidak mungkin mempunyai pandangan dunianya sendiri. Pada dasarnya dia menyuarakan pandangan dunia suatu kelompok sosial, trans-individual subject. Keterikatan antara pandangan dunia penulis dengan dalam sebuah karya dengan pandangan dunia pada ruang dan waktu tertentu itulah yang merupakan hubungan genetic sehingga teori Goldmann disebut strukturalisme genetic (Junus, 1988: 16). Dalam arti ini karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (genetic) dari latar belakang struktur sosial tertentu (Teeuw, 1984: 153).

Berdasarkan pandangan tersebut, Goldmann merumuskan dasar metode penelitian sastranya sebagai berikut:

  1. Penelitian terhadap karya sastra dilihat sebagai suatu kesatuan.
  2. Karya sastra yang dianalisis hanyalah karya sastra yang mempunyai nilai sastra yang mengandung tegangan (tention) antara keragaman dan kesatuan dalam suatu keseluruhan yang padat (a coherent whole).
  3. Jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis hubungannya dengan latar belakang social. Sifat hubungan tersebut, (a) yang berhubungan dengan latar belakang social adalah unsure kesatuan dan (b) latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok social, yang dilahirkan oleh pengarang sehingga hal tersebut dapat dikonkretkan (Junus, 1986:26)

Dengan metode kerja di atas itulah akan dilakukan analisis terhadap novel Negeri 5 Menara karangan Ahmad Fuadi.

 

2.2       Pendidikan Berkarakter

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Pasal 1 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Lebih lanjut dalam Bab II Pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya. (Thomas Lickona,1991).
lebih lanjut  Elkind & Sweet (2004: 6) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core athical values”; ‘pendidikan karakter adalah usaha yang sengaja dilakukan untuk membantu masyarakat, memahami, peduli dan bertindak atas nilai-nilai etika’.

Santrock (2008:105) juga memberikan definisi tentang pendidikan karakter bahwa “character education is a direct approach to moral education that involves teaching students basic moral literacy to prevent them from engaging in immoral behavior and doing harm to them selves or other”; ‘pendidikan karakter adalah pendekatan langsung pada pendidikan moral, yakni mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri, hal ini bahwa prilaku seperti berbohong, mencuri, dan menipu adalah salah dan murid diajari mengenai hal ini melalui pendidikan mereka’.

Pendidikan berkarakter diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam pelaksanaannya, pendidikan karakter menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah kurikulum resmi pendidikan di madrasah.

Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut:

  1. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
  2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi ipteks, dan reflektif;
  3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;
  4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

 

Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

a. peningkatan iman dan takwa;

b. peningkatan akhlak mulia;

c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;

d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;

e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

f. tuntutan dunia kerja;

g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

h. agama;

i. dinamika perkembangan global; dan

j. persatuan nasional dan nilai‐nilai kebangsaan.

 

Prinsip dasar pengembangan kurikulum yang menempatkan pembinaan karakter adalah point utama, merupakan alasan tepat untuk segera menerapkan pendidikan berkarakter di madrasah.



 

 

BAB III

ANALISIS DATA

 

Mengetahui pandangan dunia yang melatarbelakangi novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, tidak harus melihat biografinya. Karena karya tidaklah identik dengan pengarang (Wellek, 1993:78). Pemahaman terhadap pandangan yang dikemukakan A. Fuadi dalam novelnya karenanya harus dilihat dari teks sastra itu sendiri.

Struktur yang membentuk jalinan cerita merupakan satu unitas yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan Alif Fikri sebagai tokoh utama tidak akan hadir tanpa adanya peristiwa dan keberadaan tokoh lainnya. Mengingat keterbatasan ruang penulisan, kajian ini hanya memfokuskan pembahasan pada beberapa unsur karakter saja, yaitu tanggung jawab, disiplin, dan keikhlasan.

 

3.1       Tanggung Jawab  

Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab seorang tenaga pendidik terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Langkah awal tenaga pendidik di PM dalam membentuk pola pikir, sikap dan kebiasaan peserta didik secara keseluruhan, khususnya ditonjolkan melalui tokoh Alif Fikri dan rekan-rekannya yang tergabung dalam Sahibul Menara, yaitu Atang, Dulmajid, Raja, Baso dan Said.  Motto man jadda wajada, ‘siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil’, telah dipatrikan ke otak dan pikiran mereka sejak mereka resmi menjadi warga PM.

Selain kelas kami kelas lain juga demikian. Masing-masing dikomandoi seorang kondaktur  yang enegik, menyalakan “man jadda wajada”. Hampir satu jam nonstop, kalimat ini bersahut-sahutan dan bertalu-talu. Koor ini bergelombang seperti guruh di musim hujan, menyesaki udara pagi di sebuah desa terpencil di udik Ponorogo. Inilah pelajaran hari pertama kami PM. Kata mutiara sederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kami kelak.

                                                                                                                                                                Hal.41

 

Motto man jadda wajada telah merasuk sempurna ke dalam pikiran para santri, kata-kata itu seolah menjadi niat mereka bahwa mereka harus berhasil. Keteguhan niat akan senantiasa berdiskusi dengan otak untuk toleran terhadap suatu kegagalan dan mengubahnya menjadi bahan bakar guna mencapai semua impian (Jaya, 2009: 3).

Beranjak dari motto itulah tenaga pendidik di Pondok Madani (Selanjutnya disebut PM) menempa mental dan karakter peserta didik dari bukan siapa-siapa menjadi orang yang tangguh dalam ilmu agama dan ilmu umum.  Mengingat tanggung jawab yang diemban itu pulalah PM hanya memberi waktu 3 bulan kepada para siswanya untuk mampu menguasai 2 bahasa asing sekaligus, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Metode pembelajaran yang digunakan terbilang sangat sederhana, tidak mengenal terlalu banyak metode atau teknik pembelajaran namun hasil yang diperoleh sangat maksimal. Metode pembelajaran bahasa asing yang diterapkan cukup “dengar, ikuti, teriakkan dan ulangi lagi”. Tidak ada terjemahan bahasa Indonesia sama sekali. Tokoh Alif mengaku bahwa belakangan baru dia mengetahui bahwa pengulangan dan teriakkan adalah metode ampuh untuk menginternalisasi bahasa baru ke dalam sel otak dan membangun refleks bahasa yang bertahan lama.

 

3.2       Disiplin

Kegiatan pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan tertib apabila diikuti oleh sebuah aturan yang ditaati oleh segenap warga madrasah. Di PM tata tertib dikenal dengan nama qanun, yaitu sebuah aturan tidak tertulis yang tidak boleh dilanggar. Setiap pelanggaran yang dilakukan akan diberi ganjaran yang sesuai, ganjaran yang paling berat adalah dikeluarkan dari PM selamanya. Berikut adalah beberapa point penting dari qanun tersebut:

  1.  Semua harus mengikuti aturan berpakaian sopan dan pada tempatnya. Ada pakaian olah raga, pakaian sekolah dan pakaian ke mesjid.
  2. Tidak dibenarkan memakai bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
  3. Tiga kali dalam seminggu waktu latihan pidato dalam bahasa Arab, Inggris dan Indonesia.
  4. Pelanggaran berat adalah mencuri, berkelahi dan berhubungan dekat dengan perempuan. Hukumannya adalah dipulangkan.
  5. Aturan harus diikuti dan ada hukuman bagi yang melanggar. Semua aturan ini harus diikuti tanpa kecuali.

Qanun yang diterapkan di PM tidak jauh lebih baik dengan aturan yang sudah ditetapkan di madrasah yang ada di Lima Puluh Kota selama ini. Namun yang jadi pertanyaan adalah mengapa hasilnya sangat jauh berbeda. Disiplin ternyata memegang peranan yang sangat penting dalam penerapan aturan di madrasah.   Kesalahan kecil di PM sangat diperhatikan, misalnya jika ada salah satu siswanya yang makan atau minum sambil berdiri, atau memotong antrian saat mengambil makanan atau mandi. Konsekuensi dari setiap pelanggaran selalu diberikan untuk memberikan efek jera kepada siswa, kadarnya sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. Ketertiban dan keamanan diatur oleh bagian keamanan secara maksimal.

Selain disiplin, motivasi belajar peserta didik juga memegang peran penting bagi keberlanjutan proses pembelajaran di madrasah.

“Misi yang dimaksud adalah ketika kalian melakukan sesuatu hal positif dengan kekuatan sangat tinggi dan di saat yang sama menikmati prosesnya. Bila kalian melakukan sangat baik dengan usaha yang minimum, mungkin itu adalah misi hidup yang diberikan Tuhan. Carilah misi kalian masing-masing”, kata Ustad Salman berfilsafat.

 

“Ada dua hal yang paling penting dalam mempersiapkan diri untuk suskes, yaitu going the extra miles, lebihkan usaha, waktu, upaya, tekad dan sebagainya dari orang lain. Tidak menyerah dengan rata-rata. Resep lainnya adalah tidak pernah mengizinkan diri dipengaruhi oleh unsure di luar diri sendiri. Oleh siapa pun, apa pun, dan suasana bagaimana pun. Artinya jangan mau sedih, marah, kecewa, dan takut karena ada faktor luar”, katanya lebih bersemangat lagi.

 

Kalimat filosofis yang sederhana itu ternyata mampu membakar semangat hidup siswa PM. Semangat untuk menjadi yang lebih baik, sehingga di masa depan masing-masing dari mereka mampu bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri. Menjadi pribadi yang kharismatik lantaran penguasaan bahasa asing yang bagus, karena bahasa adalah jendela menguasai dunia; ilmu agama yang mantap sebagai tameng mengahadapi tantangan jaman yang semakin gila.

3.3       Keikhlasan

“Kami ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pula niat untuk mau dididik.” Inilah kalimat penting pertama yang disampaikan Kiai Rais di hari pertama aku resmi menjadi siswa di PM tiga tahun silam. Aku kini melihat keikhlasan adalah perjanjian tidak tertulis antara guru dan murid. Dengan kabel ini, aliran ilmu lancar mengucur. Sementara aliran pahala yang deras terus melingkupi para guru yang budiman dan murid yang khidmad. Niatnya hanya demi memberi kebaikan kepada alam raya, seperti yang diamanatkan Tuhan. Hubungan tanpa motivasi imbal jasa, karena yakin Tuhan Sang Maha Pembalas terhadap pengkhidmatan ini. Keikhlasan adalah sebuah pakta suci.

                                                                                                                                Hal. 295

 

Kata ikhlas ibarat oase di tengah gurun pasir yang membara, penyejuk hati yang gundah mengingat tanggung jawab pahlawan tanpa tanda jasa di tengah tantangan yang semakin besar untuk melanjutkan perjuangan mencerdaskan nusa dan bangsa, seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Bentuk keikhlasan dari seorang guru/ tenaga pendidik di PM ditunjukkan dengan kerelaan seorang tenaga pendidik untuk tidak digaji atas jerih payahnya mengajar di PM. Guru yang mengajar di PM hanya difasilitasi tempat tinggal dan konsumsi sehari-hari saja. Tidak lebih dari itu. Namun walaupun demikian, mereka para pendidik tetap mengajar sebagaimana biasa. Guru yang tidak sanggup dengan kondisi seperti itu tidak akan bertahan lama mengajar di PM.

Niat mereka mengajar di PM semata hanya untuk mengembangkan ilmu yang mereka miliki sehingga memberikan manfaat bagi peserta didik sebagai bekal mereka di dunia dan akhirat. Mereka mengajar semata hanya mengharapkan keridhaan Allah.

Sementara siswa/ santri yang menuntut ilmu di PM setelah selesai pendidikan mereka tidak diberikan ijazah selembar pun. Bukti bahwa mereka menuntut ilmu di PM hanyalah penguasaan ilmu saja. Tidak lebih dari itu. Hal ini lah yang menunjukkan keikhlasan peserta didik yang belajar di PM. Mereka ikhlas untuk tidak mendapatkan ijazah, karena yang mereka cari lebih dari itu, yaitu ilmu untuk mereka menghadap dan berjuang di jalan yang diridhoi Allah.

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1       Kesimpulan  

Novel Negeri 5 Menara karya Anwar Fuadi yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetic, menggambar sebuah sistem pendidikan yang saat ini dicanangkan oleh segenap pihak termasuk Kementerian Agama Lima Puluh Kota, yaitu pendidikan berkarakter. Sistem pendidikan yang diterapkan di PM dapat dijadikan contoh bagi lembaga pendidikan yang ada saat ini, sehingga peserta didik yang dihasilkan memiliki karakter yang idealnya dimiliki oleh seorang tamatan madrasah.

Melalui sebuah karya sastra yang notabene adalah perpaduan yang dinamis antara realitas dunia pengarang dan imajinasi pengarang, tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan perbandingan terhadap sistem pendidikan yang disajikan.  Sebuah sistem sederhana dengan disiplin yang nyata bagi semua warga madrasah, melahirkan peserta didik yang handal dalam penguasaan ilmu agama dan ilmu umum. Menampilkan gambaran detail pendidikan di sebuah pondok pesantren modern di zaman yang belum semodern sekarang, secara historis hal tersebut dapat dianggap sebagai sebuah perbandingan.  Secara genetik itulah worldvieuw yang melatarbelakangi karya tersebut.

 

4.2       Saran

Kajian sederhana ini diharapkan mampu sebuah tolok ukur/ terhadap pelaksanaan pendidikan karakter di madrasah secara keseluruhan. Sehingga di masa yang akan datang madrasah telah menjadi sebuah lembaga pendidikan yang digandrungi semua orang lantaran kemampuannya menghasilkan peserta didik yang berkarakter. Karakter yang akan menjauhkan sesorang dari fitnah dunia dan akhirat dan mendekatkannya kepada kemuliaan.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler