Siapa yang tidak mengenal Ratna Indraswari Ibrahim, salah satu sastrawan asal Malang yang memiliki keterbatasan fisik (difable) namun telah menghasilkan puluhan karya sastra yang menghiasi tumpukan rak buku.
Wafat pada 28 Maret 2011 lalu, karya terakhir Ratna yang belum diterbitkan berjudul "1998", sebuah novel yang mengisahkan perjuangan aktivis berpadu romantisme mahasiswa di tahun 1990-an. Karya terakhir tersebut akhirnya diluncurkan dalam Bedah Novel di Dewan Kesenian Malang (DKM), Minggu 4 November malam.
"Saya peruntukkan novel ini untuk rekan-rekan mahasiswa yang berjuang dalam reformasi," kata Tatik, menirukan ucapan penulis sebelum ajal menjemputnya setahun lalu.
Novel setebal 322 halaman ini ditulis Ratna sejak pertengahan 2010 hingga awal 2011. Pada acara tersebut, hadir pakar Sastra Universitas Negeri Malang (UM) Prof.Dr.Djoko Saryono, pakar sejarah Prof. Haryono, dan bidayawan Ki Djati Koesoemo sebagai narasumber.
Puluhan aktivis 1998, budayawan, seniman, dan penulis muda tampak gayeng menikmati bedah novel karya terakhir Ratna.
Menurut sang editor, A. Elwiq Pr., Novel 1998 ini merupakan salah satu dokumentasi penulis yang dituangkan dalam bentuk karya sastra terhadap tragedi orang hilang atau sengaja dihilangkan pada masa 1998. "Bisa jadi karya ini sebuah tribute dari Ratna bagi perjuangan orang-orang yang selalu menolak lupa atas tragedi yang disisakan masa 1998," katanya.
Komentar
Tulis komentar baru