Skip to Content

Pendidikan Humanis Kembangkan Kepribadian Siswa

Foto Hikmat

Hakikat pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang humanis mengusung prinsip pemberdayaan setiap manusia sebagai individu yang bebas untuk mengembangkan potensinya. Orientasi pendidikan humanis terletak pada pembentukan manusia seluruhnya, yaitu pendidikan untuk manusia, bukan manusia untuk pendidikan.

Pendidikan dilakukan untuk mencari kebenaran sejati yang membebaskan. Pendidikan diposisikan sebagai upaya mencipta kesejahteraan masyarakat.

Dalam pembelajaran di ruang kelas, guru bahasa dan sastra Indonesia berupaya membentuk siswa dengan keselarasan jiwa dan badan untuk mencapai keutamaan hidup. Guru memperhatikan perkembangan aspek intelektualitas, spiritualitas, empati, estetika, dan nilai rasa humanis peserta didik.

Pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan kepribadian olah pikir, olah rasa, olah karsa, dan olah cipta. Aspek itu sering dilupakan guru Bahasa dan Sastra Indonesia yang terpaku pada pembelajaran tradisional, yakni guru sebagai pusat pembelajaran, tanpa kreativitas siswa.

Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dr Sulistiyo menekankan hal itu di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, belum lama ini.

''Hendaknya guru menjadi pribadi yang demokratis, yang memberi ruang bagi siswa untuk berpikir lateral, kritis, dan belajar dari kesalahan yang diperbuatnya,'' kata Ketua Umum PB PGRI itu.

 

Potensi Diri

Menurut Sulistiyo, siswa harus diarahkan mengapresiasi estetika seni sastra, pemahaman wacana tentang nilai dan kepribadian bangsa sehingga tumbuh rasa empati dan ''katarsis'' dalam dirinya. Bahkan, siswa mengenali potensi diri sendiri untuk dikembangkan dalam kreativitas dan aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat dan tantangan zaman yang dihadapi.   

Yang sulit dilakukan guru Bahasa dan Sastra Indonesia justru membebaskan diri dari belenggu birokrasi dan formalitas. Sekolah telah menjadi tempat bagi siswa untuk berburu ijazah dengan mengekalkan ujian nasional (UN) sebagai kriteria kelulusan.

Dia juga mengatakan, pembelajaran direduksi menjadi latihan soal, pelajaran tambahan difokuskan hanya pada materi ujian, bukan pada pengembangan potensi siswa, kreativitas, dan aktivitas yang menjawab tantangan zaman. Sekolah menjadi harapan untuk mencapai stratifikasi sosial lebih tingggi sekaligus membelenggu jiwa siswa dan menumbuhkan stress berkepanjangan.

''Dehumanisasi pendidikan itu diperparah dengan desentralisasi pendidikan, yang tidak memberikan keleluasaan bagi guru untuk mencipta pembelajaran yang lebih kreatif dan membentuk kepribadian siswa. Tekanan politik pada para guru dan dominasi birokrasi, menyebabkan guru mengembangkan pembelajaran sebagaimana yang dikehendaki birokrat pendidikan. Seorang guru tak mungkin mengembangkan kreativitas siswa, sementara nilai hasil UN justru hancur,'' ujarnya.


Sumber: suaramerdeka.com, Jumat, 23 November 2012

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler