Skip to Content

PUISI-PUISI SURYATATI A. MANAN

Foto SIHALOHOLISTICK

MELAYU

Melayu ibarat laut

Selalu terbuka selalu menerima

Siapa saja yang ingin bersama

Melayu ibarat bumi

Selalu memberi selalu mengayomi

Terhadap mereka yang terzalimi

Melayu ibarat langit

Selalu menjunjung tinggi budi pekerti

Selalu menjaga marwan

Melayu selalu amanah

Melayu selalu ramah

Melayu selalu mengalah

Melayu suka berteman tak suka mencari lawan

Tapi pantang dicabar padah jadinya

Karena melayu tak banyak krenah apa adanya tak suka meminta minta

Melayu selalu malu

Tak pernah mau menonjol-nonjolkan diri

Selalu rendah hati

Tak mau seperti kata pepatah “hidung tak mancung pipi tersorong-sorong”

Melayu selalu sopan

Walaupun muka sudah ditampar kawan masih bisa membalas dengan pantun:

Ada buah dan kura-kura ninja

Mengapa dibuang di tempat sampah

Apa salah dan dosa saya

Sehingga tuan sangatlah marah

Melayu bukan perajuk

Hanya tak kuasa hendak bertengkar

Takut terucap kata-kata kasar

Lebih baik berkata:

“biarlah wai, inikan masa dia masa kita belum tentu pula”

Melayu ke mana-mana selalu membawa untung

Tak pernah rugi

Walaupun air sudah sampai di ujung hidung, masih bisa berkata:

“UNTUNG TAK MATI”

Sei Ladi, 14 Sept 2008, 09.00 wib

 

 

HAJAT TERKABUL

Pa, sudah kutunaikan hajatmu hari ini,

Engkau sudah lama berhajat

Ingin mengawinkan anak-anak kita

Di rumah sendiri di sei ladi

Bukan di gedung mewah atau hotel berbintang

 

Engkau ingin sekali menyaksikan

Perayaan pernikahan itu

Saat kita berbincang-bincang berdua

 

Tapi sayang, engkau tak dapat menunaikannya

Panggilan itu begitu cepat tak bisa dielak

Tapi aku tak pernah lupa akan hajatmu itu

Setelah 1 tahun 5 bulan 18 hari kepergianmu

Hajat itu terkabul juga adanya

 

Ribuan orang datang memberi restu dan doa

Kepada anak lelaki kita

 

Luar biasa, antusias tamu undangan yang datang

Dari petinggi negeri sampai masyarakat yang jauh di pelosok negeri

Dari orang dewasa dan remaja sampai anak-anak bahkan bayi yang masih

dalam gendongan ikut bersama

Belum lagi handai tolan sanak saudara, kaum kerabat bai yang jauh

maupun yang dekat, dan yang tak kalah perannya para staf setia

yang rela berkorban waktu dan tenaga untuk ikut menyukseskan acara

 

Jika engkau dapat menyaksikan ini

Aku tahu, engkau pasti terharu dan senang sekali

Anakmu yang sederhana justru mendapat helatan istimewa

 

Anakmu yang satu ini

Memang tak pernah meminta yang istimewa

Dia tak ingin menyusahkan kita

Dia ingin biasa-biasa saja

Sederhana, sederhana dan sederhana sekali

Ketika aku ingin membelikan sebuah kopor

Untuk dibawa nikah ke batam

Dia bilang “tak apelah ma, pakai tas ini saja”

Tas yang dia maksud sebuah tas ransel

Yang dia bawa ke mana-mana

 

Kadang-kadang aku terharu menangis di dalam hati

Melihat kesederhanaan anak lelaki kita ini

Di balik itu aku juga bangga akan sifat-sifatnya itu

 

Mudah-mudahan sifat semula jadi ini

Tetap bertahan sampai kapanpun

Di tengah badai kebendaan

Yang mengepung kita semua

sei ladi, 25 Juni 2007, 05.40 Wib selesai

mulai 23 Juni 2007

 

LATAH

Begini salah begitu salah

Ini tak betul itu tak betul

Ini tak kena itu tak kena

 

Satu menuding semua menuding

Satu menyalahkan semua menyalahkan

Satu memuji semua memuji

Satu mencaci semua mencaci

 

Inilah kondisi terkini di negeri mimpi

Negeri kaya gundah gelana

Siang terpekik malam terpukau

Di sini menjerit di sana mengigau

 

Jalan berdebu, sungai kelabu

Di mana-mana ribut melulu

Yang dicari selalu kesalahan orang

Kesalahan sendiri tak pernah terpikir

Apalagi pemerintah, selalu disalah

Berbuat salah tak berbuatpun salah

 

Jadilah pemerintah seperti tak berguna

Seperti tak bertenaga

Seperti macan ompong

Seperti ulat kepompong

Tak berdaya melindungi negara

Dari serangan, hujatan, tuduhan, cercaan dan seribu satu

umpatan

 

Serangan suara beraneka nada

Semua bisa direkayasa

Yang baik bisa menjadi buruk

Yang buruk bisa menjadi baik

Yang putih bisa menjadi hitam

Yang hitam bisa menjadi putih

Yang besar bisa menjadi kecil

Yang kecil bisa menjadi besar

Yang tinggi bisa menjadi pendek

Yang pendek bisa menjadi tinggi

Terkecuali otong lenon dan udin semekot

 

Terbalik-balik, seperti membalik martabak india

Alias prata, dihempas ke sana, dihempas ke sini

Mengembang ke kanan dan ke kiri

Alangkah enak dimakan di pagi hari

Bersama kopi panas enak sekali

Inilah hidup hari ini

sei ladi, 24 Oktober 2007 jam 06.35 wib

 

CORAT CORET

Corat coret baju bersorak gembira

Histeris menangis

Stress berat, pingsan, kejang-kejang

Bahkan mengamuk berang

Potret remaja sekarang

Ketika UAN diumumkan

 

Yang lulus senang bukan kepalang

Yang gagal semangat hidup seakan terbang

Tragis memang

Sekolah 3 tahun hanya ditentukan dalam 3 hari

Dengan 3 mata pelajaran

 

Siapa yang tak akan gugup

Siapa yang tak akan berdebar-debar

Siapa yang tak akan tegang

 

Menunggu hasil pengumuman ujian nasional itu

 

Orang tua mana yang tak cemas

Melihat anaknya lemas

Orang tua mana yang tak sedih

Melihat anaknya menangis

 

Orang tua mana yang tak galau

Melihat anaknya terpekik terpukau

Guru mana yang tak berusaha

Sekolah mana yang tak ingin punya nama

Agar tingkat kelulusan meningkat

Agar nama sekolah terangkat

 

Akhirnya berbagai cara ditempuh

Benteng kejujuran pun menjadi rapuh

 

Anak-anak dibuat belajar dalam tekanan yang tinggi

Jiwanya menjadi labil, kelulusan harus diambil

Tak peduli dengan cara yang bathil

 

Inilah hakiki pendidikan

Yang dibangun di negeri ini

Bukan membangun jiwa yang utama

Tapi membangun raga yang kasat mata saja

 

Tidak menghayati makna terdalam

Dari lagu Indonesia Raya

 

BANGUNLAH JIWANYA

BANGUNLAH BADANNYA

UNTUK INDONESIA RAYA

sei ladi, 22 Juni 2007

 

 

AKAL-AKALAN

Tanah airku begitu luas

Tanah airku begitu panas

Tanah airku begitu mengenas

Yang kuat menindas yang lemah

Yang lemah menyumpah yang kuat

Yang menengah mengambil jalan tengah

Ke atas seolah membela yang lemah

Ke bawah malah memanas-manasi rakyat bawah

Yang kuat tak sadar-sadar

Yang lemah makin terkapar

Yang menengah slalu berpura-pura

Ke atas dan ke bawah

Nyatanya yang menengah hidup mewah

sei ladi, 12 Juli 2007, 08.00 wib

 

BATU PERTAMA

Batu pertama selalu mengundang berita

Tanda dimulai pekerjaan yang hebat

Semua mata tertuju ke sana

Semua berita selalu memuja-muja

Seolah semuanya dapat selesai

dalam sekejap mata

Heboh,

Batu pertama di kampungku sedang marak

Ada batu pertama ‘tuk istana raja

Ada batu pertama ‘tuk rumah sakit jiwa

Ada pula batu pertama ‘tuk kampus mahasiswa

Yang belum kedengaran:

Batu pertama ‘tuk rumah keluarga miskin

Batu pertama ‘tuk taman bermain anak-anak

Batu pertama ‘tuk alaun-alun kota

Semoga tidak terlupa

sei ladi, 3 Juli 2008, 20.26 wib

 

NEGERIKU SAYANG NEGERIKU MALANG

Dulu negeriku terkenal

Negeri nyiur melambai

Negeri elok

Kaya sumber daya

Tanahnya subur

Pantainya indah

Gunungnya megah

Di atas minyak di bawah minyak

Hutan tropis berlapis-lapis

Ikan berenang bergerak riang

Masyarakatnya ramah

Senyumnya cerah

 

Sekarang

Negeriku sakit parah

Terlalu banyak beban

Terlalu banyak hutang

Terlalu banyak dikuras dan diperas

Tangan-tangan jahil yang ganas

Tak ada lagi keramahan dan senyuman yang ikhlas

Yang tinggal hanya kesemuan, kepalsuan dan

Kepura-puraan yang ditutup dengan warna-warnai pelangi

Yang berdaki

sei ladi, 3 Juli 2008, 23.20 wib

 

WARTAWAN 2008

Wartawan profesi yang sakti

Bisa membuat orang kecil menjadi besar

Orang besar menjadi kecil

Yang tak dikenal menjadi terkenal

Yang top bisa menjadi redup

 

Wartawan profesi luar biasa

Bisa memanaskan

Bisa mendinginkan suasana

Bisa membuat orang tersanjung

Bisa juga membuat orang tersandung

Bisa membunuh tanpa melukai

Hanya dengan dengan kata-kata sakti

Bisa membuat pejabat

Tak bisa makan berhari-hari

 

Wartawan profesi yang hebat

Membuat pejabat bisa sekarat

Dari eselon II bisa menjadi terdakwa

Dari kota terkotor bisa jadi terbersih

Bisa membat Adipura terlepas dari kota

 

Makanya jangan sombong

Dengan wartawan

Wartawan profesi yang tahan uji

Mengejar berita dari malam sampai pagi

Walaupan banyak yang mencaci maki

Tapi wartawan sejati tetap punya harga diri

sei ladi, 2 Agustus 2008, Sabtu, 08.30 wib

 

HABIS MANIS SEPAH DIBUANG

Hidup ini singkat

Kenapa harus diisi dengan menghujat

Hidup ini indah

Kenapa harus diisi dengan fitnah dan keluh kesah

Hidup ini nikmat

Kenapa harus diisi dengan dendam kesumat

 

Hidup bung Karno

Hidup pak Harto

Hidup pak Habibi

Hidup embak Mega

Hidup pak SBY

 

Inilah presiden-presiden RI

Sejak merdeka sampai hari ini

 

Semuanya punya andil

Dalam membentuk negeri dan bangsa ini

Masing-masing punya peran

Sesuai dengan zamannya

 

Sebagai warga negara

Kita harus menghormatinya

Terlepas dari segala

Kekurangan dan kelemahan

 

Tak ada manusia yang sempurna

Setiap pemimpin harus dihormati

Bukan dicaci maki dengan sesuka hati

 

Perlakukanlah pemimpin

Seperti di negeri melayu

Pemimpin didahulukan selangkah

Pemimpin ditinggikan seranting

Raja adil raja disembah

Raja zalim raja disanggah

 

Kalau ada yang bengkok

Luruskanlah secara elok

Kalau ada yang tak patut

Kembalikan pada yang patut

 

Kalau ada yang tak kena

Usahakan menjadi sempurna

Tidak seperti sekarang

Rasa hormat kepada yang lebih tua sudah berkurang

 

Pemimpin bangsa = orangtua dalam keluarga

Siapa melawan orangtua

Durhaka namanya

Balaknya langsung diterima di dunia

 

Inilah yang terjadi di negeri ini

Tak ada rasa hormat kepada orang yang lebih tua

Kepada pemimpin, di waktu berkuasa saja

Hormat itu diberikan

Setelah itu tak dipandang, habis manis sepah dibuang

 

INILAH CONTOH YANG TAK PATUT

DICONTOH

sei ladi, 11 Juni 2007, 22.30 wib

 

DIA SEDANG DI ATAS ANGIN

Dia sedang di atas angin

Macam-macam angin ada di tangannya

 

Ada angin barat yang bersayap

Ada angin timur yang mendengkur

Ada angin selatan yang menghanyutkan

Ada angin utara yang menggelora

 

Setiap saat dapat mengejar kita

Dengan angkara murka dan gegap gempita

Membuat kita dan keluarga porak-poranda

Tenggelam dalam neraka dunia

 

Yang tak jelas

Mana yang benar, mana yang salah

Mana yang hitam, mana yang putih

Mana yang baik, mana yang buruk

Mana yang terselip, mana yang tersalip

Mana yang untung, mana yang buntung

 

Sakitnya menggapai laut yang tak bertepi

Hanyut tanpa harapan

Kecuali datangnya kebesaran ILLAHI

sei ladi mulai 01.15 dinihari, 20 april 2007

selesai dalam perjalanan ke kantor, 07.40 wib tgl 20 april 2007

 

STAFKU

Stafku, stafku

ada yang bekerja setengah hati

ada yang bekerja semaunya sendiri

ada yang tak suka apel pagi

ada yang pagi-pagi sudah di kedai kopi

ada yang takut diminta mewakili

 

Stafku, stafku

bila aku ada, banyak yang setor muka

bila aku keluar kota, ada yang tak masuk kerja

 

Stafku, stafku

ada yang merasa pintar sekali

ada yang merasa paling berkuasa

ada yang tak peduli etika kerja

ada yang tak merasa sebagai abk

 

Stafku, stafku

Berbagai tunjangan sudah diterima

mengapa masih malas bekerja

berbagai toleransi selalu diberi

mengapa masih tak tahu diri

 

stafku, stafku

mengapa kesadaran melayani masyarakat

masih jauh di bawah standar

mengapa kepekaan terhadap derita warga

masih jauh tertinggal

selalu menunggu perintah

jarang turun ke bawah

 

mengapa HP selalu berbunyi:

“nomor yang anda tuju sedang sibuk

atau berada di luar jangkauan

cobalah beberapa saat lagi”

 

Stafku, stafku

apakah kalian tidak tahu

atau pura-pura tidak tahu

atau takut ‘tuk memberitahu

pasangan hidup selalu bergaya

“ala ratu balqis”

di tengah bangsa yang dilanda krisis

di saat warga bangsa memperingati

detik-detik proklamasi, justru istri-istri

beramai-ramai keluar negeri

tanpa rasa nyeri

 

Stafku, stafku

begitukah ungkapan rasa syukur atas

nikmat yang Tuhan “berikan”?

 

Segera berbenah diri

sebelum malaikat mutasi

memindahkan posisi dari

pejabat negeri ke staf ahli

 

Stafku, stafku

ada yang suka main api

ada pula yang tak punya nyali

ada yang setia sampai mati

tak banyak yang bekerja dari malam sampai pagi

sedikit yang bekerja tak menghitung jari

 

Stafku, stafku

ada yang hobby berangkat keluar negeri

walau hanya sakit gigi

ada yang hobby berangkat keluar kota

walaupun belum seizin walikota

ada yang berwajah lugu, wajah tak berdosa

kelakuan ruar biasa

ada yang bermuka palsu, di depan membisu

di belakang menggerutu

 

Stafku, stafku

dari eselon IV sampai eselon II

dari tugas staf sampai tugas pelaksana

semuanya pandai bermain

 

Eselon II pandai bermain sandiwara

ada yang suka membadut

ada yang suka tari perut

ada yang suka ke laut

 

Eselon III pandai bermain mata

sekejap matanya tertutup

sekejap matanya terbuka

alias kejam celek lah wai

 

Eselon IV pandai bermain petak umpat

kapan bersembunyi

kapan berlari

kapan-kapan kita harus bersembunyi

kapan-kapan kita harus berlari

jangan sampai ketahuan bu wali

 

Yang tanpa eselon pandai bermain balon

kapan meniup

kapan ditiup

 

Tapi,

masih ada yang siap siaga

kapan saja diperintah

tak pernah menyanggah

 

masih ada yang peduli

masih ada yang memahami

bagaimana menggapai

visi dan misi Negeri

sei ladi 23/8/2008, 00.15 wib.

 

 

CIK PUAN

Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan

Puan selalu disebut paling belakang

Tak jarang terlupakan

Bahkan sering ditinggalkan

 

Sebetulnya segunung harapan

Berada di pundak cik puan

Cik puan melambangkan kelembutan, kesopanan dan

kedamaian

 

Cik puan panggilan yang menyejukkan

Menggambarkan perempuan melayu yang bertamadhun

Perempuan melayu yang ucapan-ucapannya selalu santun

Yang tingkah lakunya selalu terjaga

Yang pakaiannya selalu sopan berbaju kurung atau kebaya

Yang senyumnya tulus menawan

Yang malu tersipu-sipu

Yang patuh pada suami

Yang sayang kepada anak-anak

Yang hormat kepada orangtua

Yang taat kepada agama

Yang perkasa membela keluarga

Yang bekerja tanpa beban

Yang sanggup berkorban tanpa bayaran

 

Sungguh,

Perempuan melayu anggun dan mulia

Laksana engkau puteri raja Hamidah

Pemegang regalia yang amanah dan bermarwah

 

Cam mane cik puan yang ada di zaman ini

Apakah sudah mewarisi sosok engkau puteri?

Silahkan mengamati sendiri.

sie ladi, 6 mei 2007, 13.40 wib

disempurnakan 9 mei 2007, 06.10 wib

 

10 NOVEMBER 2004

10 November 2004

Dari istana negara ke pulau Penyengat

Membawa keppres dan plakat

Pengangkatan Raja Ali Haji

Sebagai pahlawan nasional

Upacara penyambutan di halaman masjid sultan

Unsur muspida, pimpinan dewan, tetamu terhormat

Dan masyarakat sudah berada di tempat

 

Acara dibuka protokol

Dengan elu-eluan tanda suka cita

Dan selamat datang kembali

Pada rombongan petinggi negeri

Dilanjutkan dengan sambutan

Dari ahli waris yang tinggal di penyengat

Seorang tokoh muda yang tampan

Memberi sambutan dengan nada yang kelam dan

kusam

 

Hadirin terperangah

Suasana sukacita berubah menjadi merah

Mendengarkan kata-kata yang tak pantas

Diucapkan dari seorang keturunan bangsawan

Terhadap seorang perempuan petinggi negeri

Yang telah memperjuangkan gelar

Pahlawan nasional Raja Ali Haji

 

Memang, beliau tidak berjuang sendiri

Beliau juga mengakui

Perjuangan ini melalu tahap demi tahap

Tiap-tiap tahap ada pemeran utama

Keberhasilan ini adalah perjuangan bersama

Tak perlu menepuk dada

Akulah yang paling berjasa

Tak perlu harus bertengkar

Tak perlu harus mengeluarkan kata-kata kasar

Gara-gara tak dibawa ke tengah pasar

 

Bukan kehendak petinggi negeri

Aturan menteri mengisyaratkan

Penerima harus ahli waris bergaris lurus

Memang diakui

Munculnya di penghujung kerja

Terkesan menembak di atas kuda

Tak salah bunda mengandung

Nasib badan memang beruntung

Menerima penghargaan Presiden secara langsung

Di istana negara berfoto bersama

Di sana senang di sini berang

Apadaya hendak dikata

Bukan sengaja tidak membawa yang ada

Tapi aturan yang menjadi kendala

Mohon semua berlapang dada

Tak ada gading yang tak retak

Tak ada manusia yang sempurna

 

Kita semua harus berbangga

Satu lagi putra terbaik

Dari kawasan negeri melayu

Diakui sebagai pahlawan nasional di bidang bahasa

Yang paling utama memasyarakatkan buah karyanya

Yang tersebar di seantero dunia

Menjadi pedoman

Menjadi pegangan

Menjadi rujukan

Dalam menjalani kehidupan

sie ladi 9 mei 2007, 07.05 wib

 

 

TENTANG SURYATATI

Bernama lengkap Dra. Hj. Suryatati A. Manan, lahir di Tanjungpinang, 14 April 1953. Lulusan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP). Memulai karir kepegawaian di jabatan struktural sebagai Kasubbag Perundang-undangan Setda Kabupaten Kepulauan Riau (1978-1983) hingga puncaknya meenjadi walikota Tanjungpinang pilihan DPRD (2003-2008) dan walikota pemilihan rakyat langsung (2008-2013). Turut mendeklarasikan kotanya sebagai Kota Gurindam Negeri Pantun. Pernah baca sajak tunggal di Taman Ismail Marzuki pada 2007.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler