Skip to Content

buku harian Rahma (cerpen)

Foto mida fachriani

Berada seorang diri didalam rumah itu cukup membosankan.Apalagi kalau sedang mati lampu.Suasana menjadi semakin sepi.Waktupun terasa seakan ikut mati dan tidak tahu apa yang mau dikerjakan.Aku mencoba untuk tidur.Tapi tidak bisa.Udara panas membuat aku gerah dan susah memejamkan mata.Kemudian aku bangkit berjalan kearah rak buku dan mencari buku-buku yang asyik untuk dibaca.

Dan aku melihat ada satu buku harian berwarna cokelat susu terselip diantara tumpukan buku.Aku ambil dan kubuka.Ternyata pemilik buku harian itu adalah Rahma adik perempuanku.Aku penasaran.Akupun terus membuka lembaran-demi lembaran halaman buku.Tidak ada yang menarik.Hanya berisi data-data pasien beserta jadwal kegiatan rahma selama menjadi bidan desa di Barumun.

Dan perhatianku terhenti pada bagian terakhir halaman buku.Di sana aku melihat ada tulisan yang menurutku itu merupakan isi hati rahma selama ini.Aku pun ingin tahu apa yang di tulisnya itu lalu aku baca dan inilah tulisannya:

"6 Desember 20012

 Ada-ada aja alasannya waktu aku mengajak dia untuk menemaniku berobat.Sedih rasanya.Seandainya keluargaku ada disini pasti tanpa aku minta, mereka akan membawaku berobat.Aku tidak tahu kenapa dia seperti itu.Setiap kali mau pergi,pasti selalu bertengkar dulu.Sakit hati ini kalau mengingat itu.Padahal aku berobat dengan uangku sendiri.Bukannya aku mengupat.Sebagai isteri aku sadar akan kondisinya yang masih menganggur sehingga aku tidak pernah menuntutnya untuk membiayai pengobatanku selama ini.Semua aku tanggung sendiri.Selama ini aku tidak pernah minta macam-macam aku cuma minta sedikit waktunya untuk mengerti kondisi badanku ini.Itupun dia nggak bisa.Aku benar-benar kesal.Terkadang timbul prasangka dalam hati,apa dia sudah tidak sabar lagi melihat aku meninggal?aku tidak tahu.Aku jadi semakin kesal.Tadi pagi....dia sempat janji mau mengantar aku berobat nanti sepulang aku rapat.Dan sekarang....aku sudah pulang,eehh.....dia malah bilang besok aja berobatnya.Keterlaluankan.Bagaimana lagi aku harus menghadapinya?Entahlah.Aku benar-benar tidak tahu.Apakah aku sekarang menyesal dengan dia?Tapi aku tidak boleh menyesal.Meskipun begitu,aku juga harus akui selama dua tahun perkawinan kami ini aku pernah merasa bahagia.Aku tetap harus bersyukur.Apalagi dari perkawinan ini aku dikaruniai seorang anak perempuan cantik yang saat ini masih berumur hampir satu tahun.Akan tetapi....saat aku mengingat sikapnya aku benar-benar tidak mengerti kenapa nasibku seperti ini.Kalau aku bilang beruntung,nggak juga.Selama dua tahun perkawinan kami ini,dia sama sekali tidak pernah melaksanakan tugasnya sebagai kepala keluarga.Setiap ada masalah,semuanya selalu aku yang berpikir.Mulai dari mencari pekerjaannya sampai masalah keluarganya di Bandung semua aku yang menyelesaikannya.Belum lagi penyakitku ini yang semakin lama semakin parah juga harus kuhadapi seorang diri.Lalu dimana perannya sebagai seorang suami?yang seharusnya memberi kenyamanan pada kami isteri dan anaknya?Sementara sebagai suami dia tidak pernah bisa memimpin dirinya sendiri.Tapi....ya udahlah.Itu semua sudah terjadi mungkin ini adalah cobaan dari Allah SWT yang wajib aku syukuri.Sekarang harapanku cuma satu.Aku ingin sembuh.Aku ingin hidup lebih lama lagi menemani anakku tumbuh menjadi gadis yang cantikNamun seandainya Allah SWT menghendaki yang lain dan aku meninggal karna penyakitku ini,aku ingin kalau yang merawat anakku ini nanti ayah dan saudaraku dan aku akan ikhlaskan dia menikah lagi asalkan ainun anak kami tinggal bersama keluargaku di Medan."

Aku termenung sesaat setelah membaca tulisan ini,menghapus air mataku yang mulai mengalir.Tiba-tiba saja aku merasakan ada sesuatu perasaan yangmenyusup dilubuk hatiku.Aku mulai membayangkan bagaimana selama ini kehidupannya jauh dari kami.Merasakan sakit seorang diri tanpa perhatian dari orang terdekat pasti menyakitkan seperti halnya bila kita dikucilkan dari lingkungan masyarakat.

Bila mengingat hal itu,aku menggigit bibirku sendiri mencoba menahan rasa kecewa yang muncul tiba-tiba begitu menyakitkan batinku ini.Selama ini kami menganggap kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja.Dia tidak pernah cerita tentang apa yang dirasakannya selama ini bahkan sampai rahma meninggal dunia.

Aku termenung mengingat dua tahun yang lalu.Tiga bulan sebelum kepergiannya.Suatu malam tiba-tiba ayah mendapat telepon dari rahma.Dengan suara yang sangat lemah rahma meminta ayah untuk menjemputnya.Mendengar suara rahma yang sangat lemah ayah langsung mencari mobil rental dan kami sekeluargapun langsung berangkat ke Barumun.

Sesampainya di rumahnya,aku melihat rahma duduk diatas tempat tidur tidak bisa berbuat apa-apa.Wajahnya terlihat pucat dan tubuhnya semakin terlihat bertambah kurus.Waktu itu aku tidak bisa berkata apa-apa.Ingin rasanya aku menangis.Tapi aku tahan.Aku takut kalau aku menangis dia akan lemah.Aku tidak ingin dia putus asa.

Jam sebelas siang kami dan juga rahma bersama suami dan anaknya Ainun pulang ke Medan.Sepanjang perjalanan di dalam mobil rahma terlihat semakin lemah bersandar di lengan ayah.Setelah delapan jam perjalanan kami pun sampai di Medan.Rahma langsung kami larikan ke rumah sakit dan karena rahma tidak kuat lagi berjalan dengan kursi roda rahma dibawa ke ruang UGD.

Hampir dua minggu rahma di rumah sakit namun tidak ada perubahan yang positif pada tubuh rahma bahkan pihak dokter tidak bisa memastikan penyakit apa yang di derita rahma.Dan karena takut dijadikan korban mall praktek, ayah membawa rahmah pulang ke rumah.

Dan mulai sejak itu rahma pun menjalani pengobatan alternatif.Semua pengobatan alternatif telah dicoba.Dan sempat menunjukkan perubahan yang menggembirakan.Rahma mulai bisa berjalan dan selera makannya juga sudah mulai tumbuh.Harapan hidupnya pun sudah mulai terlihat.       

Hingga suatu sore.Sore itu sedang hujan lebat.Di rumah hanya ada aku,adikku ruri ,rahma dan ainun anak perempuannya.Mengingat kami pada kenangan kami di masa kecil dulu saat kumpul bertiga,bercerita kesana ke mari dan tertawa.Benar-benar bahagia.Namun saat rahma bilang sama kami berdua:"kalau seandainya aku nggak ada..orang kakak yang jaga ainun yach...."spontan waktu itu hatiku terkejut seolah mengisyaratkan dia akan pergi tapi entah kemana.Sessat aku dan ruri saling bertatapan lalu ruri bertanya:"memangnya kakak mau kemana?""nggak...itu kan umur kita nggak pernah tahu....nih kan seumpama...  siapa tahu aku meninggal nanti"jawab rahma."nggak itu.... nanti pasti kau sembuh."kataku menenangkan.Sebenarnya perkataan itu aku peruntukkan untuk menenangkan hatiku yang mulai galau.Tapi sayangnya perkataanku itu tidak mempan.Hatiku tetap saja was-was.

Seminggu kemudian mungkin ini awal dari jawaban kegusaran hatiku selama ini.Entah berawal dari mana kondisi rahma tiba-tiba berubah turun drastis.Tubuhnya kembali tidak bisa digerakkan.Kaku.Hanya terbaring diatas tempat tidur.Matanya sering tertutup bahkan rahma sudah mulai tidak bisa lagi mengenali orang.Terkadang dia menangis memanggil ayah dan meminta maaf terkadang juga dia menangis memanggil namaku dan adikku satu persatu.Miris hati ini jika aku mengingat hal itu lagi.

Dan akhirnya tiba juga waktu yang aku takutin.Rabu pagi di bulan januari dua tahun lalu rahma menutup matanya untuk terakhir kalinya dan meninggalkan kami semua.Aku terdiam.Hatiku terasa perih tapi air mataku tidak mau keluar.Aku melihat ke arah ayah.aku lihat ayah juga diam.Kemudian aku lirik adik-adikku mereka ku lihat menangis.Ridwan juga begitu sebagai suami dia tampak begitu kehilangan rahma.Dia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh rahma yang sudah kaku.Sementara Ainun mencoba merangkak memanjat tubuh rahma seolah ingin mengajaknya bermain bersama.Hatiku menangis saat melihat si kecil Ainun.Diusianya yang masih satu tahun pastilah dia tidak pernah tahu apa yang terjadi saat itu.Dia belum tahu apa itu kematian.Dan mungkin saat itu di dalam pikirannya mamanya sedang tidur sehingga untuk membangunkannya ainun memanjat tubuhnya.Sedih rasanya melihat tingkah ainun itu.Aku lalu bangkit dan membawa ainu keluar rumah.

Tiga hari setelah pemakaman rahma,Ridwan membawa ainun pulang ke Bandung bersama dengan orang tuanya.Rasa sepi mulai merasuki kehidupan kami sekeluarga.Sebenarnya kami merasa berat membiarkan ainun dibawa ke bandung secepat itu.Namun,....ketika Ridwan berjanji saat dia mau pergi,kalau mereka akan tetap pulang ke medan lebaran nanti kami pun ikhlas melepaskannya.

Namun apa boleh dikata.Seiring berjalannya waktu,kami menginsyafi kalau janji itu tinggal menjadi harapan semu belaka karena sudah hampir dua tahun berlalu tapi tidak sekalipun ridwan pulang lagi ke medan.Entah kapan kami bisa melihat ainun lagi.Kami memang sudah berjanji pada rahma untuk menjaga ainun tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa.Karena sekarang hubungan kami dengan ainun seolah terputus seiring kepergian rahma.

Aku kemudian tersadar.Ku lihat jarum jam di dinding ruang tamu sudah menunjukkan jam dua siang.Aku merasa lapar.Dan aku ingat kalau dari tadi pagi aku memang belum makan.Aku meletakkan kembali buku harian yang ada ditanganku ke dalam rak buku.Dan aku pun berjalan ke arah dapur.   

 

Pilihan tampilan komentar

Pilih cara kesukaan Anda untuk menampilkan komentar dan klik "Simpan pengaturan" untuk mengaktifkan perubahan.
Foto mida fachriani

komentar atas cerpen

Ini adalah cerpen pertama saya tolong beri komentar atas cerpen ini

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler