Skip to Content

puisi kritik sosial

GEROBAK

setelah angka enam kau peluk

kini angka delapan kau ringkus

sebentar saja kakimu menendang angka sebelas

JENDELA

Bangku kosong itu mencolek masa lalu ku dalam jejak bangunan suram

Di pinggir sejarah kotaku, di pojok bawah tangga yuk santen tak ceria lagi,

: Gus, Utangmu belum kau bayar !

DAUN MANGGA

Melihatmu
seperti aku kembali pada hijau yang tertendang 
di dalam gedung berkardus-kardus
riuh dengan celoteh pekerja perempuan 

Dalam Cerobong Asap

Dalam Cerobong Asap

 

Pagi ini tidak ada tarian matahari

Terkecoh mendung di belahan timur bumi

melanglang angka sebelas setiap hari

AYAM

Tiga jemarinya pecah melebar hingga betisnya

Gepakan sayap kekar menghantam leher

Sekali tebas tewas

Di luar pertarungan lembaran rupiah berhamburan

Jumat Pagi

 

Buntung !

Sudah satu gelas aku injak berkecai-kecai
Di depan punggungku bakul pecel menerobos lorong

DOA PELACUR : wahyu

DOA PELACUR

: wahyu

 

 

Kawanku berbagi kata denganku

Selorok dia berucap

Parfummu Asap Pabrikmu

 

demikian beku bentala ramal yang sepi

tertidur sejenak di dekap gedung yang tak rapuh

seribu embun tak berpesta karena hujan telah mendahuluinya

Menumpang Hidup Melumat Nikmat


melenggang tenang menumpang hidup
menempuh jarak  di ujung senja
yang laun meredup
mati tak mengerti pada siapa kembali

mengguris pusar bumi tak tertelan

DUANOLSATUSATU : menjauhlah dengan yang kau suka

Delapan penjuru arah mata angin

Ku belah, di celah bongkahan asa

Semua mantra para biksu

Semua do’a para pendeta

Semua lonceng para pastur

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler